Chapter 2

2.4K 285 34
                                    

Apa yang lebih indah di dunia ini selain cinta?

Yuki bertopang dagu sembari memandangi sekumpulan angsa yang tengah berenang di danau, letaknya lumayan dekat dengan rumah. Setiap memiliki waktu luang, Yuki memang sering ke sini. Ada perasaan gelisah, bayang-bayang Stefan selalu mengguncang benak. Yuki tidak bisa menganggap sepele apa yang telah dilakukan laki-laki itu belakangan, cepat atau lambat hubungan mereka akan terendus juga. Sebatas ciuman penuh nafsu, lidah pernah saling membelit, namun selebihnya Yuki tidak membiarkan Stefan berbuat lebih. Sial! Lagi-lagi Stefan! Yuki menggelengkan kepala berusaha mengalihkan ke hal lain. Berimbas pada laju pikirnya, tahu-tahu ketenangannya seketika buyar saat seseorang baru saja melempar batu ke arah sekumpulan angsa yang Yuki pandang hingga menyebabkan sedikit kekacauan.

Gianno Oliver Janto berdiri di tepi, tidak jauh dari tempat duduknya. Dengan berekspresi datar, dia menoleh sampai mata hitamnya menembus karamel Yuki. "Oliver."

"Hai." Keduanya saling melempar senyum pada akhirnya. "Kenapa kau di sini?"

Ia dan Oliver bukanlah orang asing, di tahun kedua sekolah menengah pertama mereka pernah satu kelas. "Rumahku kan berada di sekitar sini. Lalu, kau sendiri?"

"Aku dan keluargaku baru pindah sekitar dua minggu." Sambil lalu berbicara, Oliver melangkah mendekat pada Yuki. "Omong-omong, rasanya sedikit aneh melihat penampilanmu yang seperti ini."

Tidak ada yang salah dari penampilannya, Yuki yakin benar. Atasan kaos longgar dengan luaran jaket hitam, lalu celana selutut sebagai bawahan. "Apa maksudmu?"

"Jangan tersinggung." Stefan setiap saat mengatakan jika Oosaki Yuki adalah gadis terseksi, Oliver meragukan hal itu. Ia hanya tidak tahu, kemolekan tubuh Yuki tertutupi balutan pakaian yang terkesan laki-laki. "Jujur, aku tahu hubunganmu dengan Stefan."

Otot Yuki kaku. "A-aku..."

"Santai saja, kau tidak perlu khawatir masalah ini akan menyebar." Yuki mengamati gerakan Oliver yang duduk tepat di sebelahnya. Dia sengaja, membuat Yuki was-was karena dengan tiba-tiba menghapus jarak. Tangan Oliver mengelus poni di dahi Yuki perlahan, lalu menyelipkan sedikit anak rambutnya ke telinga. Di jarak sedekat ini, Oliver sungguh luar biasa tampan. Laki-laki asia dengan kulit seputih kapas, dada Yuki berdesir keras. "Kau sangat manis, pantas saja Stefan menyukaimu."

Gila!

Mendadak ia terserang migrain.

"KAK OLIE, AKU SUDAH SELESAI BUANG AIR! AYO PULANG!"

Yuki bersumpah Oliver bukanlah tipenya, dia lebih cocok menjadi kekasih impian Haruna. Baiklah, ini cukup buruk.

Pikiran barusan harus disingkirkan.

Mengetahui kehadiran bocah laki-laki yang berteriak dari arah belakang, Oliver langsung berdiri. Didan Juano Janto, keberadaannya di sini memang dipicu karena rengekan anak itu yang sejak pagi buta mengajaknya berjalan kaki mengelilingi daerah sekitar. "Sepertinya aku harus pergi, adikku Didan akan mengamuk jika permintaannya tidak dituruti."

Satu anggukan diberikan Yuki, lantas Oliver segera pergi bersama Didan. Banyak-banyak saja berdoa, insiden ini sedikit banyak menguntungkan. Cukup Stefan saja, jangan sampai Oliver menambah rumit keadaan. Tersisa ia sendiri, Yuki menutup kepalanya menggunakan tudung jaket sembari beranjak dari posisi. Seperti manusia kesepian saja, tidak ada kepastian jelas dalam hidupnya. Hati Yuki tertohok, ia tetap melangkahkan kaki meninggalkan kursi kayu di tepi danau itu. Namun baru lima menit hening, ponsel Yuki berdering. Bukan tentang siapa dan apa maksudnya, entah kenapa panggilan masuk dari Stefan seperti sebuah bencana. Berkali-kali, Yuki mengetuk kepalanya sendiri seolah merutuki. Keparat!

ResetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang