Jika perpisahan menghadirkan temu, lantas apa jika hati yang rusak maka akan menghadirkan obatnya?
Yuki tersenyum tipis pada kasir ketika menerima kantung belanja, isinya beberapa camilan dan buah yang sengaja dibelinya untuk Isyihara. Beberapa jam lagi kakaknya itu akan segera kembali bertugas sebagai abdi negara. Sejujurnya ia berat merelakan, tapi mau bagaimana lagi. Sejenak melirik jam arloji, Yuki menghela napas kemudian keluar dari mini market. Sekedar informasi, Ibunya kelupaan membelikan makanan-makanan ini. Alhasil jadi Yuki yang turun tangan, sialnya Haruna tidak mau membantu. Semoga Isyihara masih bisa menunggu mengingat jadwal keberangkatannya.
"Kau lagi-lagi mengajakku ke sini, apa tidak ada tempat lain?" Bukan sesuatu yang asing, Yuki menemukan suara seseorang yang sungguh sangat familiar. "Membosankan sekali."
"Kita harus bicara."
"Di sini saja, aku tidak ingin masuk ke dalam."
Stefan dan Yunav, hati Yuki mendadak tertohok melihat kehadiran dua orang itu di depan cafe. Si lelaki mendengus malas sehabis melepas helm full facenya, kemudian turun dari motor. Mereka pasangan yang aneh, Yuki menghembuskan napasnya lega karena baik Stefan maupun Yunav tidak menyadari kehadirannya. Meski begitu, ia masih penasaran. Stefan mengatakan ingin membicarakan sesuatu, wajahnya pun terbilang cukup serius. Dari sikapnya sangat menyiratkan, akan ada hal buruk yang terjadi pada mereka. Separuh tidak tahan, tergesa-gesa Yuki mencari tempat persembunyian. Agaknya sedikit sulit, kekakuan Yunav berimbas pada sikap Stefan.
"Kita tidak bisa melanjutkan hubungan ini." Semakin menyadari kehadirannya yang salah, Yuki meremas kuat ujung bajunya. Tidak! Stefan begitu bodoh dan semaunya sendiri dalam mengambil keputusan. Berkali-kali ia menegaskan jangan sampai gegabah, demi Tuhan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Yuki kalut, namun entah kenapa Stefan malah menyerahkan sesuatu saat Yunav masih terpaku. "Aku sudah tahu."
Aneh sekali, reaksi Yunav seperti meleset dari perkiraan. Dia tersenyum miring, tanpa sedih sedikitpun. "Itu bagus."
Tanda tanya besar bersarang di kepala. Yuki akhirnya memilih diam, tetap berada di tempat persembunyiannya. "Kau..."
"Apa kau pikir aku setolol itu tidak menyadari hubungan gelapmu dengan temanku sendiri?" Sebuah lelucon memuakkan. Stefan rupanya tahu tentang hubungannya dengan Leon, laki-laki yang pernah Yunav kenalkan sebagai teman masa kecilnya. Sungguh, Yuki tidak mengerti benar. Ini begitu konyol. "Baiklah, anggap saja kita sama buruknya karena telah berselingkuh. Silahkan menikmati hidupmu dengan Yuki, kalian sama-sama brengsek!"
Jika Yunav sudah tahu, lantas kenapa dia harus menahan diri? "Kau tidak berhak mengatakan itu."
Teman makan teman, Yuki mendongak untuk sekedar menahan air matanya agar tidak terjatuh ke pipi. "Memangnya apa sebutan yang pantas untuk orang sepertinya?"
Perebut.
Perusak.
Penghancur.
Penjahat.
"Katakan padanya jika hubunganku denganmu berakhir, aku sudah muak bertingkah baik di depannya."
Begitu banyak teka-teki yang diciptakan Yunav, Stefan segera menahan tangannya ketika dia berusaha pergi. "Aku belum selesai!"
"Apa lagi?"
"Jelaskan apa sebenarnya tujuanmu mendekatkan Oliver dan Yuki?"
Sebagai balasan atas tindakannya, seharusnya Stefan sadar diri. "Semua orang mengatakan jika mereka sangat cocok."
"Jangan main-main!"
"Kau pasti melihat sendiri Stef, temanmu itu tertarik pada Yuki." Sedikit jeda di ucapannya. "Lalu apa masalahnya? Kalian semua tidak jauh berbeda."

KAMU SEDANG MEMBACA
Reset
FanfictionApa arti sebuah cinta? Oosaki Yuki tidak mengerti kenapa akhir-akhir ini dirinya jadi mudah sekali terpedaya pada seorang Geraldi Stefano, kekasih teman dekatnya. Masalah kian rumit ketika Yuki sendiri tidak bisa menahan hatinya, hingga ia akhirnya...