Chapter 18

1.7K 205 21
                                    

Kita kembali memulai semua dari awal.

Keadaan ini persis seperti tempo lalu, duduk di tepian danau sembari memandangi sekumpulan angsa yang tengah berenang. Bedanya, kali ini ia tidak sendiri. Keberadaan Oliver yang juga duduk di sebelahnya mau tidak mau membuat perasaan Yuki terasa aneh. Semalam tiba-tiba mengirim pesan, lalu mengajak bertemu di sini tanpa ada kejelasan tujuan atau pun maksudnya. Diam-diam Yuki melirik wajah tenang Oliver, agaknya kecanggungan ini cukup mengganggu. Hanya tiupan angin sepoi juga cicitan burung yang terdengar. Oliver beberapa kali menghembuskan napas, lalu memutuskan untuk menoleh menatap mata sehitam arang Yuki sembari tersenyum.

"Bagaimana kabarmu?"

Ini waktunya. "Aku baik."

Oliver tidak berhenti mengukir senyum. "Sudah lama kita tidak bertemu, padahal rumah kita sebenarnya cukup dekat."

"Aku melihatmu di Bowling Centre beberapa hari lalu."

"Benarkah?" Itu benar, tapi Oliver seperti pura-pura tidak mengenali. "Aku tidak menyadarinya."

Ada hal yang lebih penting dari ini, Yuki tersenyum sesaat. "Omong-omong, kau mengajakku bertemu untuk apa?"

Masih terlintas bagaimana rasa bibir itu ketika ia mencecap, situasi seperti dulu tiba-tiba terlintas di kepala Oliver. Bukan saja khilaf, sejujurnya ia juga amat menginginkan sensasi kelembutan bibir Yuki. Tapi tidak! Semuanya telah lain. Mendapat pelajaran dari Dipa yang hampir membuatnya mati sekarat sudah cukup membuat Oliver kapok. Demi Tuhan, rasanya ingin membalas tapi posisisinya benar-benar tidak berdaya. Lagi pula, konsekuensinya akan berdampak buruk jika sampai Yunav membuka mulut. Oliver tidak sanggup memikirkan bagaimana hidupnya nanti berlanjut jika semua hal itu terjadi. Kiamat! Yuana Navilia Tessa sudah menjadi neraka bagi Oliver. Perempuan itu licik, pintar memimpin permainan.

Tidak jelas apa maunya.

Oliver tidak mengerti jalan pikiran Yunav yang menyuruhnya melakukan ini. "Sebenarnya, aku ingin meminta maaf."

Tiba-tiba dadanya bergemuruh. "Meminta maaf?"

"Ya."

"Tapi..." Pasti ada sebab. "Kau meminta maaf untuk apa?"

Mana mungkin melewatkan, pertanyaan penting yang Yuki lontarkan jelas ini.

"Kau tahu, selama ini aku banyak melakukan kesalahan." Yang Yuki ingat, kesalahan Oliver hanyalah ciuman sepihak saat sekolah menengar atas dulu. Itu sudah lama sekali, Yuki bahkan tidak yakin bisa mengingat bagaimana ciuman mereka terjadi. "Aku benar-benar minta maaf."

"Olie, kau terlalu berlebihan." Tidak meleset dari perkiraan, dia jelas kebingungan. "Itu sudah cukup lama, aku bahkan sudah tidak ingat lagi."

Semestinya memang begitu, Yuki tidak perlu mengingat juga jangan sampai dia tahu tentang Oliver hampir pernah memperkosanya. "Tetap saja, aku harus meminta maaf."

Dari pada berdebat tidak jelas, Yuki memilih mengiyakan. "Baiklah, anggap saja aku sudah memaafkanmu sejak lama."

Rasakan apa yang telah kita bagi.

Hari ini.

Menit ini.

Ada banyak cara untuk menyampaikan perasaan, Oliver rasa ia masih tidak dapat mengerti benar. "Bagaimana hubunganmu dengan Stefan?"

"Hubungan kami tetap baik, tapi akhir-akhir ini kami jadi jarang bertemu karena kesibukan masing-masing." Mereka bukan lagi remaja ingusan, rasanya ada banyak sekali hal yang berubah selama dua setengah tahun terakhir. "Kau sendiri bagaimana? Stefan bilang kau sulit diajak berkumpul."

ResetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang