Chapter 4

1.9K 248 45
                                    

Yuki menghabiskan rabu siangnya di perpustakaan kota, ini lebih baik dari pada berdiam di rumah sembari mendengar seluruh celotehan Ibu dan juga adiknya. Mereka benar-benar menyebalkan, sepanjang hari terus mengomentari hidup Yuki. Oosaki Kane Ayahnya tidak membela, maka bertambah besarlah rasa jengkel itu. Usianya hampir mendekati tujuh belas, bukan berarti mereka bisa bersikap seenaknya. Sudah Yuki putuskan matang-matang akan mengubah diri, tapi nanti. Jika sudah begini, ia jadi teringat kakak laki-lakinya yang hidup jauh di luar sana. Menjadi anggota angkatan laut nasional, Oosaki Isyihara sudah jarang pulang selama tujuh tahun terakhir. Merasa dirinya selalu ditindas, Yuki berharap semoga bulan ini si tampan Isyihara benar-benar kembali.

"Girl in a Vintage Dress, kau yakin mau membaca itu?" Sungguh, Yuki tidak menahu. Alisnya terangkat sebelah ketika menemukan keberadaan Dipa yang berdiri tepat di sampingnya. "Kau bahkan masih belum lulus SMA, Yuki."

Sial! Siapa orang bodoh yang meletakkan buku erotis itu di rak ensiklopedia?

Mendadak Yuki terperangah. "A-aku tidak tahu."

Dipa tersenyum tipis, lalu mengambil buku tebal di atas kepalanya. "Kau sedang mencari buku apa? Kebetulan sekali kita bertemu di sini."

Dipara Michael merupakan kakak kedua Yunav, usia mereka selisih tiga tahun. "Aku mencari beberapa buku yang menarik untuk dibaca."

"Kau mau menerima rekomendasiku?"

"Boleh."

"Baiklah, ikut aku." Jika dalam sekali pandang saja, Yuki berpikir ia tengah berbicara dengan Oscar. Kedua kakak beradik itu memiliki kemiripan yang sulit dibedakan, terlebih jika mereka tersenyum. Diam-diam memperhatikan, Dipa terlihat menyentuh beberapa buku sembari membaca judul-judul di pinggiran sampulnya. Dia lalu barbalik untuk menyerahkan satu novel terjemahan. "Under the Never Sky."

"Kau yakin? Aku ini tipe orang yang mudah bosan loh."

"Aku sudah membacanya beberapa kali, dua tokoh yang tercipta dari dua dunia yang bertentangan namun saling dipertemukan oleh sebuah kebetulan yang tidak biasa." Menarik. "Sudahlah, jangan membuatku menceritakan isi cerita sebelum kau membacanya sendiri."

Dipa selalu begini, dia memang cukup menyenangkan. "Omong-omong, di mana Yunav?"

"Entahlah, Nav tiba-tiba mengirimiku pesan akan pulang terlambat. Lagipula percuma mengajaknya ke sini, dia mana sudi." Yuki terkekeh geli. "Kau bisa mencoba membaca buku itu terlebih dulu, aku harus pergi karena jika tidak Oscar akan mengomel."

"Kau bersamanya?"

"Dia menunggu di depan, sebenarnya aku ke sini hanya mencari buku untuk tugas kuliah." Dibandingkan Oscar, Dipa lebih hangat dan murah senyum. "Aku pergi dulu."

"Ya, hati-hati kak."

Seusai memperhatikan kepergian Dipa, Yuki melihat jam arlojinya menunjukkan pukul tiga. Sepertinya ia harus membawa buku ini pulang, meminjamnya untuk beberapa hari. Lantas, Yuki memutuskan membawa benda itu ke petugas perpustakaan. Dia mengatakan Yuki harus mengembalikan buku yang dipinjam lima hari kemudian. Masih mengenakan seragam sekolah lengkap, Yuki memutuskan segera bergegas keluar dari perpustakaan kota. Sejauh mata memandang, mendung pekat memenuhi langit. Sial sekali, ia tidak membawa payung atau pun jas hujan ketika bulir-bulir air mulai jatuh dari atas sana. Ini akan berlangsung lama, Yuki merasakan semakin gelisah sampai tidak sadar telah menjatuhkan tas ranselnya sendiri.

"Sial!" Entah kenapa ia tidak bisa menahan umpatannya. Yuki menunduk untuk meraih tas ransel, di situlah ototnya tiba-tiba menegang mendapati laki-laki berseragam sama persis sepertinya. Terkejut bukan main, pipi Yuki bersemu merah saat sekelibat ingatan mengenai mimpi beberapa waktu lalu terlintas di kepala. Gianno Oliver Janto memasukkan miliknya ke dalam mulut Yuki, dan di kenyataan sekarang dia membuat Yuki frustasi. "Olie..."

ResetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang