Chapter 15

1.1K 188 27
                                    

Kita terlalu fiksi.

Dan kau adalah sesuatu yang fana.

Yuki kesal, ia sudah berjalan cukup jauh dari sekolah tapi tidak kunjung menemukan kendaraan umum agar secepatnya bisa berada di rumah. Salahnya yang malah menolak mentah-mentah tawaran Stefan tadi, Yuki hanya merasa tidak enak saja jika sampai membuat kekasihnya itu kerepotan. Dia ada ekstra basket, Yuki mana tega. Akhirnya, mau tidak mau ia menanggung konsekuensinya sendiri. Ini benar-benar melelahkan, ditambah lagi terik matahari yang seakan membakar kulit kian membuat Yuki tidak tahan. Coba saja Isyihara di rumah, dia sudah pasti dengan senang hati menjemput. Sudahlah, sekarang bukan saatnya berandai-andai. Yang terpenting sesegera mungkin ia harus mendapatkan tumpangan untuk bisa sampai di rumah.

"Sial." Yuki mengumpat untuk kesekian kali. "Kenapa juga Una tidak bisa dihubungi? Dia sungguh menjengkelkan."

"Yuki." Barusan itu, ia mengira telah salah dengar. "Kau sedang apa?"

Pada dasarnya Yuki tidak ingin membuat masalah, tapi berhadapan dengan Oliver sungguh sulit dihindari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pada dasarnya Yuki tidak ingin membuat masalah, tapi berhadapan dengan Oliver sungguh sulit dihindari. "Kau berjalan kaki?"

"Y-ya."

"Kenapa tidak meminta Stefan mengantarmu?" Sudah jelas dia tengah mengikuti ekstra, Yuki mengambil keputusan tepat dengan tidak mau merepotkan Stefan. Pertanyaannya sekarang, bukankah Oliver juga seharusnya mengikuti kegiatan ekstra? Ah, itu tidak penting. Yuki hanya menggeleng pelan menanggapi pertanyaan Oliver. "Mau pulang bersamaku?"

"Terima kasih, aku akan naik angkutan umum saja."

"Ayolah, apa salahnya pulang bersamaku? Lagi pula kita searah." Ini yang sering dijadikan alasan kuat. "Sudah semakin sore, aku yakin tidak akan ada angkutan umum yang lewat."

"Tapi..." Pilihan kedua, Yuki bisa saja memesan taksi online.

"Kau terlalu banyak berpikir, Yuki." Itu benar. "Cepat naik."

Didera keraguan, Yuki menatap nyalang Oliver untuk beberapa saat. Secuil hatinya terasa berat menerima, kemudian ia dihadapkan sebuah problema. Gianno Oliver Janto sudah menyalakan motornya kembali, dan Yuki berpikir tidak akan mendapati pilihan lain sebelum honda jazz merah berhenti di hadapannya. Ia tahu betul, itu mobil milik kakak laki-laki Yunav. Semua benar-benar membingungkan lantaran banyak sekali keganjilan. Sejenak mereka saling terdiam, Oliver maupun Yuki sama-sama menoleh ketika Dipa membuka kaca mobil. Masa bodoh pada segala pertanyaan yang bersarang di kepala, Yuki tetap menyambut Dipa dengan senyuman.

"Yuki, kau mau ke mana?"

"Pulang." Ya, tentu saja.

"Kalau begitu masuklah ke mobilku."

"Tapi, Yuki akan pulang bersamaku." Demi Tuhan! Entah kenapa Yuki merasa dongkol mendengar jawaban Oliver.

"Kau siapa?" Wajah tenangnya berubah serius. "Ada sesuatu yang ingin ku bicarakan dengan Yuki, bisakah kau pulang sendiri?"

ResetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang