Yuki merasa tolol sekarang.
Seharusnya ia menolak saja ajakan pulang Oliver, itu lebih baik dibandingkan terjebak hujan dan terpaksa harus berteduh di rumah laki-laki itu. Ingat-ingat, jika dipikir-pikir Yuki bisa saja berjalan kaki untuk mencapai rumah. Tidak masalah basah kuyup, sialnya Oliver melarang dengan sangat egois. Masalah kian bertambah ketika menyadari jika tidak ada satu orang pun di rumah bernuansa putih ini kecuali mereka berdua. Yuki sempat bertanya, lalu Oliver mengatakan mengenai adiknya yang jatuh sakit hingga harus rawat inap. Ibunya tentu yang menunggui bocah itu, sedangkan Ayah Oliver tengah bekerja. Tidak mengira, pipi si perempuan mendadak merah padam begitu menyadari siluet tubuh laki-laki yang terlihat dari kaca.
Yuki panas dingin.
Kenapa tidak mengenakan bajunya di dalam kamar?
Berkali-kali Yuki coba menetralkan pikiran. Kiranya matanya telah ternoda, Yuki masih tidak bisa memikirkan hal lain. Seusai itu, lima menit kemudian Oliver muncul dengan membawa dua cangkir teh hangat. Untung saja dia sudah berpakaian rapih, jika tidak maka Yuki mungkin akan segera kabur dari sini. "Minumlah, jika hujannya reda kau ku antar pulang."
Mereka tidak begitu ingat sebenarnya, cuaca yang terang benderang tiba-tiba berubah murung. Belum sampai mengijakkan kaki di rumah, Yuki terpaksa harus berada di rumah Oliver lantaran hujan turun begitu derasnya. Mungkin pertanda kesialan, atau mungkin bisa saja sebaliknya. Tidak ada yang pantas Yuki percaya untuk saat ini, semua orang sangat menyebalkan. Di luar pemikirannya, Yuki sama sekali tidak dapat menduga tentang Yunav. Dia lebih tahu, lalu memilih diam seolah merencanakan sebuah permainan. Stefan juga sama anehnya, foto yang dia berikan pada Yunav membuat Yuki bingung. Mereka berdua aneh, termasuk laki-laki yang tengah bersamanya sekarang. Gianno Oliver Janto menambah runyam keadaan karena segala sikapnya yang seperti memancingnya main belakang.
"Yuki, kau memikirkan apa?"
Interupsi itu, Yuki kelabakan mengatur duduknya. "A-apa aku boleh menggunakan kamar mandimu sebentar?"
"Tentu saja."
Laki-laki dan perempuan hanya berdua di rumah, pikiran Yuki sungguh kacau. Ia segera beranjak menuju kamar mandi yang letaknya telah ditunjuk Oliver, masa bodoh pada pandangan aneh laki-laki itu. Rok sekolah Yuki sedikit basah, besar kemungkinan lekukan pantatnya tercetak jelas. Pikirkan, Yuki! Pikirkan! Seharusnya ia sudah berada di rumah, terbaring di ranjang dengan masih mengenakan kaos kaki pink. Nyatanya, Yuki terjebak pada kebodohannya sendiri. Salama sepuluh menit berdiam di kamar mandi, tetap saja tidak ada titik temu untuk menstabilkan detak jantungnya. Yuki jadi bingung, ini sama kerasnya berdetak seperti yang terjadi jika bersama Stefan.
Ia tidak mungkin lari.
"Calm down, Yuki." Wajah Isyihara langsung melintas di kepala ketika kalimat barisan terucap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reset
FanficApa arti sebuah cinta? Oosaki Yuki tidak mengerti kenapa akhir-akhir ini dirinya jadi mudah sekali terpedaya pada seorang Geraldi Stefano, kekasih teman dekatnya. Masalah kian rumit ketika Yuki sendiri tidak bisa menahan hatinya, hingga ia akhirnya...