Part 13 - Berpisah

387 42 1
                                    

Aku tahu, konsekuensi berpacaran itu memang cuma satu ; kalau tidak jadi manten, ya jadi mantan.

Dulu, aku selalu berpikir bahwa semua semua laki-laki yang pernah berpacaran denganku, sudah pasti akan menjadi suamiku kelak. Sampai aku mengenal Damar dengan kemampuan selingkuhnya yang diatas rata-rata itu. Dan Jonathan, laki-laki yang kupikir juga tidak akan sempat mematahkan hatiku.

Tidak ada label tukang selingkuh memang yang kuberikan pada Jonathan. Tetapi berusaha mensejajarkan langkah dengannya, yang aku tahu, aku tidak akan mampu. Plus kebohongannya kemarin, yang entah kenapa langsung membuatku mengurai daftar pendek, berisi alasan kenapa aku dan Jonathan tidak seharusnya melanjutkan hubungan kami.

Laki-laki itu bahkan masih mengirimiku beberapa pesan, yang hampir semuanya hanya berisi permintaan maaf, tanpa alasan-alasan. Hal yang beberapa tahun lalu mungkin kuharapkan dari setiap hubunganku yang gagal ; permintaan maaf tanpa alasan.

Tetapi menginjak usiaku sekarang, entah kenapa, atau entah hormon apa yang pada akhirnya membuatku lebih suka mendapatkan permintaan maaf lengkap dengan alasannya, yang masuk akal untuk kuterima.

Terdengar muluk-muluk, ya?

Tetapi memang seperti itu yang sebenarnya kuharapkan akan bisa diberikan oleh Jonathan. Aku benar-benar tidak butuh ratusan permintaan maafnya, tidak butuh ribuan chat, atau puluhan telepon yang berisi 'aku minta maaf' yang sama. Yang aku butuhkan adalah, alasan logis dan masuk akal atas apa yang ia lakukan. Sudah itu saja.

"Makin ditekuk itu muka, udah putus?"

Suara Reno yang baru saja selesai meeting mulai menggodaku untuk menoleh sejenak dari pekerjaanku siang ini.

Aku terpaksa mengangguk, membuat laki-laki itu mendadak berbalik arah dari kubikelnya kembali menuju kubikelku.

"Serius? Langsung putus gitu aja?"

Aku mengangguk sekali lagi tanpa benar-benar mengalihkan pandanganku dari ketikanku.

"Orang gila. Jadian kilat, pacaran kilat, tiba-tiba udah jadi mantan aja. Seneng kalo udah kaya' gini, Nan?"

Reno yang mendadak serius membuatku menoleh. "Ren, kalau nggak tahu duduk urusannya, mending diem."

"Kinanthi Rinai, okelah aku nggak paham se-rumit apa urusan kalian itu sampai bisa langsung bikin putus begini. But, seriously, aku yakin masalah kalian itu masih bisa diomongin baik-baik, kok."

Kali ini suara Reno sudah merendah, mungkin ia tahu aku mulai terpancing emosi kali ini.

"Ren, aku juga berharap masih bisa mikir jernih soal Jonathan, tapi rasanya aku sama dia itu makin beda pemikiran. Dan bohong, kamu sendiri tahu aku ada masalah sama trust issue. Aku nggak ada toleransi sama white lie yang dibilang Jonathan kemarin."

Aku akhirnya mengakui akar permasalahanku. Satu yang memang tidak pernah bisa kuhadapi sejak kasus perselingkuhan Damar, sebenarnya adalah tentangku yang pada akhirnya sulit mempercayai orang lain, pun terkadang pada diriku sendiri.

"White lie? Jonathan bohong apaan?"

"Dia bilang Sandra itu teman kuliahnya, oke aku percaya karena toh aku sama dia memang kenyataannya nggak pernah satu kampus. But the truth is, Sandra itu mantannya. Dan kamu tahu alasan apa yang Jonathan kasih pas aku nanya kenapa dia bohong soal itu?"

Reno menatapku menunggu penjelasan.

"Dia bilang mau menjaga perasaanku. Tapi kamu lihat sendiri sekarang, kan, Ren? Dimana hasil dia menjaga perasaan kalau pada akhirnya justru dia bikin aku marah karena dibohongi? I just don't get what he is actually thinking of.."

SementaraWhere stories live. Discover now