Part 17

291 44 0
                                    

"Siapa, sih?"

Aku tahu, Reno pasti akan langsung meminta penjelasan begitu aku memasuki ruanganku lagi. Tristan langsung pamit setelah mengatakan soal kepergiannya ke Surabaya dua hari lagi, sekaligus memberitahu bahwa ia tetap akan mendekatiku, sekaligus memberiku kesempatan untuk menyelesaikan masalahku dengan hubungan terdahulu.

Yang melegakan adalah, Tristan benar-benar hanya 'meminta izin' tanpa memaksaku sedikitpun.

"Tristan. Mampir doang.."

Seperti dugaanku, Reno langsung menyeret kursinya sendiri menuju kubikelku. Kali ini aku kembali sibuk dengan lunch box yang bahkan harus berjam-jam menunggu untuk kunikmati itu.

"Wow. Mati satu tumbuh seribu nih roman-romannya.."

Aku mendengus pelan menanggapi ucapan asal Reno. Tetapi sepertinya alki-laki itu sedang tidak ingin banyak berbasa-basi, karena setelah itu ia bahkan langsung ngacir keluar ruangan.

Menyisakan aku di kubikelku sendiri, bersama pikiran yang entah kenapa langsung membuatku kurang nyaman.

Jonathan yang pergi dari Jogja.

Tristan yang pamit ke Surabaya.

Ini nggak bisa ya, aku sekalian pindah ke planet Nibiru aja? Otakku yang cuma segini ini jelas nggak sanggup kalau harus dibuat mikir semua itu secara bersamaan, Tuhan..

Nggak pernah ada yang menjelaskan juga kalau ternyata salah satu fase dari quarter life crisis ternyata bisa se-mumet ini.

*******

Aku memilih menenggelamkan diriku sendiri di balik artikel-artikel, hasil interview, hasil kiriman foto, atau headline apapun hanya agar otakku ini segera terisi oleh hal lain yang bukan cuma perkara laki-laki. Aku tahu, memang sudah waktunya memikirkan soal itu, tetapi siapa yang sanggup memikirkan hal semacam itu di saat bersamaan dengan datangnya tumpukan bahan tulisan begini?

"Lang, artikel soal film baru kemarin udah kukirim balik, ada attachment tambahan, nanti coba pelajari dulu, aku kasih mark di mana-mana-nya yang perlu, kok."

Aku menghampiri Galang yang sedang nonton film di komputernya sendiri. Anak itu terlihat terkejut dan buru-buru me-minimize tampilan layarnya kembali pada tampilan e-mail. Aku tertawa kecil, pasti dia mengira aku akan menyemprotnya seperti biasa karena kurang riset.

"Santai aja, nanti juga bisa, kok. Kurang dikit banget, kemarin aku baca ada review bagus soalnya, nanti bisa kamu tambahin buat di credit. Aku udah bilang ke writer aslinya, kok. Thanks ya.." Aku melanjutkan kalimatku sambil menepuk bahu Galang, dan meninggalkan laki-laki itu yang mungkin masih kebengongan dengan sikapku yang mendadak super lunak itu.

Jujur aku hanya sedang tidak punya energi untuk memiliki emosi apapun. Aku hanya cukup lelah, dan rasanya cukup bijak jika energiku yang sudah di batas minimal itu cukup kugunakan hanya untuk menyelesaikan pekerjaan saja.

"Makan dulu bisa kali."

Aku menghentikan pekerjaanku saat mendapati Reno sudah kembali ke kubikelnya di sebelahku.

"Asli ya, lebih nyeremin lihat modelanmu yang begini daripada yang teriak-teriak sama Galang kaya' biasanya. Kenapa sih? Alya aja kuceritain langsung khawatir. Katanya WA-nya nggak kamu balas dari tadi."

Refleks aku mengecek ponsel yang memang kuletakkan di bawah meja karena sambil ku-charge dan melihat ada sepuluh pesan WhatsApp yang delapan diantaranya berasal dari Alya sementara dua sisanya dari..

"Tristan?"

Reno refleks ikut melongok kearahku yang sedang memeriksa ponsel. Pelan aku bisa mendengar siulan singkatnya.

SementaraWhere stories live. Discover now