Part 11

336 43 4
                                    

Sudah beberapa hari berlalu sejak insiden 'ngamuk' tidak jelas di Raos, namun sampai saat ini sama sekali tidak ada tanda-tanda Joanthan akan menghubungi terlebih dulu.

Sebut aku gengsi karena juga tidak mengambil alternatif lebih dulu untuk menghubungi Jonathan. Tetapi bagiku, urusannya sekarang bukan sesedrhana aku ngambek dan perlu dibujuk atau sebaliknya.

Namun makin kesini aku juga makin menyadari bahwa hubunganku dan Jonathan memang jauh dari apa yang kuharapkan.

Sama sekali bukan seperti apa yang dituduhkan laki-laki itu tentang jenis pekerjaannya yang tidak secara spesifik 'di kantor'melainkan lebih karena sikap Jonathan yang seolah masih menghindari untuk bertemu dengan keluargaku.

Okelah, aku memang tidak memaksa laki-laki itu untuk segera mau menemui keluargaku, tetapi minimal saling mengenal, itu saja sudah cukup bagiku. Dan mengingat bahwa nanti Sabtu Jonathan juga tidak bersedia datang ke pernikahan Seruni, maka bisa kusimpulkan sepihak juka momen perkenalan antara Jonathan dengan keluargaku mungkin memang tidak akan pernah ada.

"Kacau bener itu muka. Berantem lagi sama Jonathan?"

Seperti biasa, Reno sudah bisa menebak lebih dulu daripada ceritaku. Membuatku akhirnya mengangguk lemah. Beberapa hari ini juga aku memang menghindari obrolan intens dengan siapapun, alih-alih mengerjakan seluruh pekerjaanku, ternyata sikap itu justru membuatku jelas terbaca 'sedang bermasalah'.

"Perasaan sering banget berantem akhir-akhir ini, Nan. Kenapa, sih?" Reno seperti biasa langsung menarik kursinya kearahku.

"Makin kesini aku sama Jonathan makin nggak sejalan rasanya, Ren. Aku mau tanya, deh, kamu dulu kenalan sama keluarganya Alya, pas pacaran berapa lama?"

Reno terlihat berpikir sejenak. "Dua minggu kaya'nya, tahu sendiri temenmu itu mana tahan kalau disuruh nyimpen sesuatu?"

Aku tertawa, mengingat Alya memang tipe yang meledak-ledak, agak jauh berbeda dengan Reno yang memang kepo tetapi lebih tenang itu. Aku bahkan bisa membayangkan sahabatku itu menyeret Reno ke rumah keluarganya untuk segera memperkenalkan diri dan mengumumkan hubungan mereka.

"Kenapa? Jonathan belum mau disuruh ke rumah?"

Aku tidak mengangguk, juga tidak menggeleng. "Aku cuma mau dia muncul di depan keluargaku, Ren. Minimal, aku mau dia kenalan sama keluargaku, tahu situasi keluargaku seperti apa. Ke depannya, dia nggak cuma nikah sama aku, kan?"

Reno mengangguk-angguk paham. Ia paham betul denganku yang memang selalu menganggap bahwa pernikahan itu bukan hanya soal menyatukan individu laki-laki dan perempuan, namun juga tentang 'menikahi' masing-masing. jadi, tidak salah, kan, kalau aku hanya igin ia mengenal terlebih dulu?

"Udah kamu jelasin ke dia kalau pikiranmu begini?"

Aku menggeleng menanggapi pertanyaan Reno.

"Dia sibuk banget sampai kita nggak ada waktu ngobrol banyak kaya' dulu. Ada waktu ngobrol, malah berantem kaya' kemarin."

Reno masih menunggu lanjutan ucapanku.

"Sementara dia lebih sibuk sama Sandra, acara keluarga pacarnya sendiri dia justru nggak mau datang."

"Sandra who?"

"Temennya kuliah, katanya."

Reno memilih tidak menanggapi banyak soal sandra yang kumaksud itu.

********

Hari Sabtu, akhirnya aku hanya datang dengan keluargaku, plus tambahan Rania yang diajak oleh Mas Kenang.

Suasana The Cangkringat saat itu masih belum begitu ramai tamu undangan, lagipula kalau aku tak salah ingat, Seruni pernah mengatakan kalau tamu undangannya kali ini tak lebih dari 300 orang saja. 

SementaraWhere stories live. Discover now