"Hai."
Setelah membereskan sisa editan artikel yang sebenarnya memang sudah beres itu, aku akhirnya turun dan menemukan Jonathan yang tersenyum menyambutku di ruang tamu Living.
Sialnya, jantungku justru berdebar keras ketika akhirnya laki-laki itu bangkit dari duduknya dan mengangsurkan tangannya untuk menjabat tanganku.
"Apaan, sih."
Jonathan tergelak melihat reaksiku yang langsung mengerucutkan bibir saat genggaman tanganku tak kunjung ia lepas juga.
"Do I look good, Nan? Kok aku nggak lihat ekspresi kaget atau apa gitu sih dari kamu, padahal aku aja sampe hampir speechless lihat kamu keluar dari pintu itu."
Jonathan menunjuk pintu yang baru saja kulewati.
"You look better malah. Jarang lihat modelan kamu pake kemeja rapi begini. Dan itu, baru?" kataku sambil menunjuk kacamata tipisnya.
Laki-laki itu mengangguk cepat, "Lumayan banyak ternyata minusku. Bagus?"
Aku mengacungkan dua ibu jariku menyetujui pertanyaan Jonathan yang kemudian membuat laki-laki itu tertawa kecil.
Pose menunggu mantan
Kinan grogi jadi pake kacamata item
Aku tentu saja tidak bisa berbohong kan bahwa Jonathan yang malam ini mengenakan kemeja hitam lengan panjang, celana panjang green army, sepatu cokelat dan yah, kacamata barunya tampak jauh berbeda daripada sosoknya yang kuingat berbulan-bulan lalu.
"Baguslah kalo impressing buatmu. Berarti lebih suka aku yang sekarang kan daripada dulu?"
"Apaan, sih. Udah ayo. Jadi pulang nggak?"
Aku memutuskan tidak memperpanjang ledekan Jonathan dan buru-buru berlalu meninggalkan laki-laki itu sebelum terpergok—
"Wuuuu, kok jalannya depan-depanan gitu, sih. Masa belum damai juga udah jemput-jemputan gini.."
YOU ARE READING
Sementara
عاطفيةKinanthi dan Jonathan memutuskan untuk dekat bahkan menjalin hubungan berpacaran dengan begitu mudah, seolah semua hal bisa terjadi begitu saja tanpa aba-aba ketika dua manusia sudah terlanjur jatuh cinta. Tetapi bukankah itu berarti juga membuka ke...