33

1.7K 216 13
                                    

"Kalau usaha memang sering naik turun," komentar Angkasa setelah terlebih dulu mendengarkan laporan dari bagian keuangan. Dia melihat bagaimana grafik biru yang bulan ini menurun. Meski tak tajam, tetapi cukup bisa membuat mereka khawatir.

Hambatan ketika menjalankan usaha, selain modal, harus pintar-pintar menjaga nama baik. Kualitas barang, dan harga dipasaran. Banyak orang yang ingin memilih harga murah dan kualitas bagus, dan ketika dia tidak dapat mereka akan pergi ke toko lain. Apalagi jika sedang ada pembukaan baru, dengan harga yang lebih murah. Bahkan hanya beda lima puluh ribu saja, bisa membuat pembeli pergi.

"Saya tahu. Masalahnya gimana cara kita narik pelanggan lagi? Harga sudah sesuai dengan pasar, bahkan ada yang lebih murah. Meski hanya beda beberapa puluh ribu."

"Inovasi? Atau untuk sebulan ini ada keluhan dari pembeli?"

"Saya juga pikir seperti itu. Tetapi, inovasi bagian apanya? Barang? Mau dibentuk seperti apa?" Benayu mengernyitkan dahi, bentuk kalau dia tengah berpikir. Berbicara tentang inovasi itu mudah, tetapi mengeksekusinya itu yang sulit. "Kalau untuk keluhan, biasanya karena stok kosong, entah bentuk, tinggi, dan warna."

"Kalau gitu, tambahin stok untuk barang yang sering ditanyain. Harganya juga kalau bisa jangan terlalu tinggi."

"Ya, tapi kita juga harus melihat keuntungan. Kita perlu bayar gaji karyawan dan lain-lain."

Angkasa mengangguk, dia mengerti. Mereka harus mencari jalan tengah untuk masalah ini. Meski hanya bulan ini terjadi penurunan, mereka harus hati-hati. Karena bisa saja ini berjalan terus.

"Jadi gimana?"

"Ya...."

Percakapan itu berlanjut cukup serius. Hingga dua jam lewat, baru mereka bangkit dari kursi panas.

"Mau kantin enggak?" Benayu merapikan laporan yang dia bawa.

Angkasa diam sejenak, memikirkan sesuatu. "Duluan aja," katanya seraya mengambil ponsel. Sekarang sudah jam istirahat. Gadis itu, apa sudah ke kantin duluan? Dia mengotak-atik ponselnya. Mencari nama Mentari di percakapan.

"Eh, Kas."

"Hem?"

"Kira-kira enaknya ngajak Mentari makan siang di mana ya?"

Angkasa berhenti, dia menengadahkan kepalanya. Menatap Benayu. Tidak ada ekspresi yang berlebihan dia tunjukan. Hanya pandangan lurus saja.

"Ah, buang-buang waktu aja ya, saya tanya kamu. Ya udah, saya tanyain orangnya aja." Benayu melambaikan tangan sebentar sebelum keluar.

Angkasa menghela napas. Dia memejamkan mata. Seharusnya dia tahu kalau ada yang bakal terjadi ketika dia memutuskan berhubungan dengan Mentari.

****

Amaya: Ada yang diem-diem udah pacaran.

Airy : Siapa?

Loveya : Bentar, kan diem-diem berarti enggak ada yang tahu. Kok kamu tahu, Maya?

Amaya : Baru tahu, Love. Baru tahu! Dih.

Airy : Siapa?

Amaya : Mentari sama Angkasa! Gila ya. Gini nih, kalau lagi bahagia, enggak ada cerita-cerita. Kalau sedih juga.

Loveya : Cerita?

Amaya : Enggak! Sama aja. Dia diem-diem aja.

MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang