38

1.5K 195 10
                                    

"Enggak bisa apa kamu minggat?" Angkasa memutar kunci dan menurunkan knop pintu rumahnya. Ia bergegas masuk yang diikuti oleh Benayu. Laki-laki itu sejak tadi mengikutinya. Gara-gara itu, dia harus membatalkan janjinya dengan Mentari.

Ia melepaskan jaketnya dan langsung mendudukkan diri di sofa.

"Ada makanan enggak?"

"Kamu emang enggak tahu malu ya?"

"Haha. Tahu aja." Benayu melangkah ke kulkas Angkasa. Membukanya dan langsung mencari apa yang dia inginkan.

Mengenal bagaimana sifat Benayu, membuat Angkasa hanya diam. Percuma saja dia dihentikan, tidak akan berhasil. Benayu bukan orang egois sebenarnya, hanya saja kadang dia sangat menjengkelkan pada sesuatu yang dia seriuskan.

"Jadi, gimana kamu bisa deket sama Mentari."

"Serius kamu nanya itu?"

Benayu mengangguk, dia melemparkan satu kaleng coca cola yang langsung ditangkap oleh Angkasa. "Ya itu alasan utama selain alasan pendukung kenapa saya ke sini."

Angkasa menggelengkan kepala. "Enggak deket."

"Awalnya." Benayu terkekeh, meneguk coca cola sedikit. "Tapi, sekarang? Saya pikir kamu kenal dia dari awal. Kamu tahu tentang dia, iya kan?" Dia masih mengingat kejadian di mana mereka makan bersama, dan Angkasa memesankan makanan untuk Mentari. Ketika dia yang memesankan, tidak sesuai dengan selera Mentari.

Kening Angkasa mengernyit. Dia menerka-nerka apa yang sekarang ada di kepala Benayu. Karena dia bingung dan merasa pertanyaan itu konyol, dia menyibukkan diri dengan membuka kaleng.

"Kamu pernah bilang kan, kalau dia udah punya pacar."

Gerakan Angkasa berhenti. Otaknya langsung mengambil ingatan tentang percakapan itu. "Ya." Ia meneguk coca colla. "Dia memang udah punya pacar." Dia menatap Benayu lurus.

"Siapa?"

Angkasa terdiam. Aksa. Dia tahu laki-laki yang ingin dia tahu itu adalah Aksa. Ia berdeham. Menghilangkan sesuatu yang mengganjal. "Aksa."

"Laki-laki di sebelahmu ini."

"Sejak kapan kamu megang figura itu?"

"Berarti benar." Benayu memperhatikan laki-laki yang menggunakan baju basket sama dengan Angkasa. "Dia pacar Mentari. Kamu tahu tentang Mentari, dari dia."

"Ya. Dia selalu cerita tentang Mentari. Apa pun."

"Dia di mana?"

"Siapa?" Angkasa menggoyangkan sedikit kaleng ditanganya. Seharusnya dia tidak semarah ini ketika membicarakan Aksa.

"Aksa." Gerakan Angkasa terhenti. "Pacar Mentari."

"Buat apa kamu mau tahu?"

"Hanya ingin tahu." Benayu menyilangkan tangannya di depan dada. "Selama mengenal Mentari, saya enggak pernah melihat dia. Jadi, saya belum percaya seratus persen."

"Dia sudah meninggal."

"Meninggal?" Benayu kaget. Dia mengira pacar Mentari yang sering disebut oleh Angkasa itu terlalu sibuk.

"Ya. Beberapa tahun silam."

"Dan kamu ... jangan bilang kamu disuruh jagain dia."

MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang