Sisi Lain

112 3 1
                                    

Hari ini para murid kembali bersekolah setelah menyelesaikan kegiatan berkemah.

Aku dan teman-temanku sedang bersantai di taman sekolah.

"Kenapa kamu ngga jadian aja sih sama Kak Egy?" tanya Ilsa
"Lah, kenapa jadi bahas Kak Egy sih?"
"Kalian berdua cocok tau, sama-sama baik, yang satu cantik dan yang satu ganteng" terang Yulia
"Sudah ah, jangan bahas kayak gitu lagi"

Aku pun meninggalkan teman-temanku di taman karena aku tidak ingin mereka tahu kalau pipiku sudah terasa sangat panas menahan malu.

Aku berlari menuju kelas dengan kepala tertunduk lalu tanpa sengaja menabrak seseorang.

"Kamu tidak apa-apa?"
"Ah, iya, aku baik-baik saja" ucapku sambil mendongakkan kepala

"Loh, Kak Egy"
"April, aku antar ke UKS ya, lututmu berdarah"
"Ngga usah kak, ini cuma luka kecil kok"
"Ngga usah ngeyel deh"

Tiba-tiba Kak Egy menggendongku ke UKS. Di sepanjang koridor sekolah banyak murid yang melongo karena ulah Kak Egy.
Tidak sedikit murid perempuan yang melihatku dengan tatapan mengintimidasi, mau itu murid satu angkatanku atau kakak kelas.

"Kak aku malu"
"Kenapa harus malu?" tanya Kak Egy dengan heran
"Banyak yang melihatku, turunkan aku disini saja kak"
"Baiklah, aku akan memapahmu saja"

Kak Egy memapahku sampai UKS. Kebetulan yang jaga UKS adalah temanku sekelas.

"Terima kasih kak"
"Iya sama-sama, kalau gitu kakak ke kantin dulu ya"
"Iya kak"

Kak Egy pergi ke kantin dan aku diobati di ruang UKS.
Kalau seperti ini terus aku bisa jatuh hati pada Kak Egy.

"Kamu kenapa April? Kok bisa luka seperti ini?" tanya Rahmi
"Tadi aku lari mau ke kelas tapi nubruk kak Egy" terangku
"Makanya hati-hati, btw kak Egy ganteng ya, baik lagi" ucap Rahmi
"Biasa aja tuh"
"Biasa tapi kamu suka kan" ledek Rahmi
"Ihh, apaan sih, engga lah"
"Ngaku aja deh, keliatan tau dari tatapan kamu tadi" ledek Rahmi sambil mencubit pipiku
"Engga Rahmi, kalau aku suka sama Kak Egy mana mungkin dia juga suka sama aku? Udah ganteng, baik, pasti banyak yang suka sama dia" terangku
"Siapa tau jodoh" ucap Rahmi
"Ngga mau berharap terlalu tinggi"

Setelah jam istirahat berakhir, aku pun kembali ke kelas bersama Rahmi. Rahmi bercerita banyak tentang Kak Egy karena dia adalah tetangganya. Kepribadian Kak Egy tidak jauh berbeda dengan di sekolah, dia baik, selalu menolong orang, bijaksana, dan masih banyak lagi. Aku membayangkan jika aku menjadi kekasihnya pasti sangatlah menyenangkan. Namun, di tengah jalan ada saja seseorang yang menghalangiku, siapa lagi kalau bukan biang kerok yang selama ini senang sekali mencari masalah denganku.

"Apaan lagi sih kak?"
"Ikut aku" ucapnya dengan lembut
"Tumben ngga ngomong kasar ke aku?"
"Udahlah jangan berisik, ayo ikut" ucap kak Dimas sambil menarik lenganku

Aku pun menurut dan memilih untuk mengikutinya.

"Loh, mau kemana kak?"
"Ngga usah banyak tanya, buruan naik"
"Tapi kan ini masih jam pelajaran, nanti kalau aku di alpha gimana? Repot nanti orang tua harus datang"
"Tadi aku udah minta izin, nih buruan pakai dan naik" ucap kak dimas

Aku menurut saja, segera ku pakai helm dan naik ke atas motornya daripada nanti malah ribet urusannya jika aku menolak.

Sebenarnya di kepalaku ini banyak sekali pertanyaan, kenapa dia tiba-tiba tidak kasar? kenapa dia tiba-tiba sabar? dan mau dibawa kemana aku sekarang?
Tapi pertanyaan itu hanya ada dalam pikiran dan benakku saja.

Setelah 15 menit telah berlalu dan kini aku dan kak Dimas sampai di suatu tempat, yaitu Rumah Sakit Jiwa Gradua.
Aku tambah bingung karena diajak ke tempat ini.

"Kak, ngapain ke sini?" aku pun memberanikan diri untuk bertanya
"Ayo masuk" ucap kak Dimas sambil menarik lenganku

Aku benar-benar bingung dibuatnya, tiba-tiba mengajakku ke tempat ini tanpa memberitahu alasannya.

Kami pun tiba di depan sebuah kamar.

"Aku ingin menjenguk ibukku" ucap kak Dimas dengan lirih

Aku pun terkejut dengan apa yang di ucapkan kak Dimas.
Tapi masih saja banyak pertanyaan yang menggangguku. Kenapa aku yang diajak? Ini sungguh aneh untukku. Biasanya dia bersikap tidak ramah padaku dan kali ini dia tiba-tiba menunjukkan sisi yang lain.

"Ibu kakak disini?" tanyaku dengan hati-hati agar tidak menyinggung
"Iya, semenjak ibu dan ayah berpisah, ibu jadi seperti ini" jelasnya

Terlihat jelas jika dia sedang menahan air matanya untuk keluar. Aku menenangkannya dengan menepuk bahunya.

Kak Dimas mengajakku masuk ke dalam kamar ibunya.
"Ibu, Dimas datang" ucapnya dengan gemetar karena menahan tangisnya

Namun siapa sangka, reaksi yang diberikan oleh ibunya diluar dugaan. Ibu kak Dimas langsung berteriak dan melemparkan barang-barang yang ada di dekatnya.

Kak Dimas menarikku keluar, dan dia memanggil perawat untuk ke ruang rawat ibunya.

Kami pun berjalan menuju sebuah taman yang terletak di belakang rumah sakit.

"Maaf pril" ucap kak Dimas dengan lirih
"Santai aja kak tidak apa-apa" ucapku sambil tersenyum padanya

Setelah sampai di taman, kak Dimas hanya diam dan menundukkan kepalanya. Aku bingung harus bagaimana, masih canggung untukku bersikap biasa pada kak Dimas karena kebiasaanku dengannya yang tidak biasa.

Beberapa menit kemudian aku mendengar isak tangis, dan itu pasti kak Dimas.
Setelah ku lihat, memang benar dia sedang menangis. Aku memberanikan diri untuk berbicara dengannya.

"Jangan menangis kak" ucapku dengan mengelus bahu kak Dimas
"Maaf pril kakak mengajakmu ke tempat seperti ini" ucap kak Dimas yang masih terisak
"Tidak apa-apa kak, aku senang kok bisa diajak kakak kesini, aku jadi bisa lihat sisi lain dari kakak"

Tiba-tiba kak Dimas menatapku, aku jadi salah tingkah karenanya. Apakah ada yang salah dengan ucapanku? Apakah ucapanku menyinggung perasaannya? Hanya itu yang ada di pikiranku sekarang.

Terkejut, jantung berdetak dengan cepat. Itu yang aku rasakan saat ini.
Kak Dimas tiba-tiba memelukku dengan erat.

Sekian dulu, maaf ya kalau ngga nyambung😁 masih dalam tahap belajar 😊
Maaf juga lama tidak update karena Minggu lalu sibuk dengan unbk dan usbn.
Jangan lupa like dan komen readers tercinta 😊❤❤❤

Senior's (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang