Manusia bukan barang yang bisa dibeli saat butuh dan di buang begitu saja ketika Ia tidak lagi dibutuhkan.*-*-*-*-*
Hening... Hanya itu yang terjadi sepanjang jalan, baik Dean maupun Tania terlampau larut dengan urusan masing-masing. Hal itu terus terjadi hingga Dean menghentikan motornya di depan sebuah cafe."Kok kita ke sini sih?" tanya Tania.
"Gue laper. Lagipula kita belum sempat makan siang tadi" kata Dean datar sambil melepas sarung tangannya.
Tania hanya bisa menuruti apa kata Dean, toh Ia juga lapar. Mereka memutuskan untuk mengambil tempat duduk di bagian pojok agar terhindar dari keramaian.
Tania menatap sejenak Dean yang sejak tadi memainkan ponselnya. Mereka sedang menunggu pesanan."Vanath..."
"Hm" Dean berdeham tanpa mengalihkan tatapannya pada ponsel.
"Lo punya masalah apa sama Malvin?" Pertanyaan Tania sukses membuat perhatian Dean teralihkan. "Kalau lo nggak mau cerita nggak pa-pa kok" kata Tania cepat.
Dean menegakkan posisi duduknya. "Kenapa lo pengen tau?"
Tania dibuat bingung. "Ya.... Aneh aja. Malvin kan baik meskipun playboy, lo juga jarang ngomong, gue heran sebesar apa masalah yang kalian punya sampai musuhan kayak gitu"
"Permisi..." salah satu pelayan cafe tersenyum ramah. Ia meletakkan pesanan di atas meja lalu pergi.
Dean menghela nafas, ia mulai memakan makanannya. "Makan! kita harus pulang sebelum langit gelap" ujar Dean datar tanpa menatap Tania.
Tania segera mengalihkan tatapannya dari Dean dan mulai memakan makanannya tanpa banyak komen.
_
_
_
Sementara itu, dirumah, Gia tengah bosan menatap TV yang menampilkan acara tidak menarik menurutnya.
"Kalau nonton TV itu yang bener, jangan diganti-ganti kayak gitu" tegur Virga yang tengah menikmati susu hangat di mini bar. Mereka hanya berdua karena Bi Nanik sedang pergi ke mini market untuk membeli beberapa keperluan rumah.
"Bacot lo! Nyesel gue turutin kemauan lo supaya Tania pulang bareng Dean. Sekarang, giliran gue yang sendirian" kesal Gia.
"Sendirian? Lo pikir gue apaan?" Virga merasa tersinggung.
"Setan" balas Gia ketus.
Virga mendengus kasar. "Untung gue sabar. Nggak Tania, nggak lo, sama aja"
Gia mematikan TV dan beranjak menuju arah tangga. Ketika hendak membuka pintu kamar Tania, tidak sengaja penglihatannya menemukan sebuah piano yang diletakkan tak jauh dari kamar Tania.
Karena penasaran Gia mendekati piano tersebut dan menatap setiap tuts-tutsnya.
"Gila, kok gue baru tau kalau ada piano disini?" gumam Gia.
"Ngapain lo disitu?" tanya Virga.
Gia menoleh, seketika ia salah tingkah. "Em.. Gue penasaran aja. Sejak kapan ada piano disini?" tanya Gia.
Virga berdecak. "Lo sering ke sini tapi nggak tau ada piano disitu? Lo lupa kalau Tania suka main piano?"
"Ya... Gue kan nggak lihat sampai kesini"
Virga hanya menggeleng-gelengkan kepala. Ia duduk didepan piano dan mulai memainkan piano tersebut. Sedangkan Gia hanya bisa menatap kagum. Ia akui permainan piano Virga cukup hebat.
KAMU SEDANG MEMBACA
VANATHEA [END]
RandomWARNING: FOLLOW PENULIS SEBELUM MEMBACA! Tania Despina Galathea, seorang cewek cantik pindahan dari New York yang cerewet dan periang, namun memiliki banyak masalah dan rahasia dalam hidupnya Deandika Vanath Prawisra, salah satu most wanted sekola...