Awas typo bertebaran!
..
Jangan pernah percaya pada mata karena boleh jadi apa yang kita lihat bisa jadi bukanlah hal yang sebenarnya.
*-*-*-*
Tidak ada percakapan berarti antara Tania dan Dean sepanjang perjalanan. Pria yang tadi menggoda Tania telah turun di halte 5 menit yang lalu. Meskipun begitu, keadaan bus tetap saya ramai. Tania sudah berkali-kali menghela nafas lelah.
"Lo nggak pa-pa?" tanya Dean. Ia khawatir melihat tania yang pucat dan berkeringat.
Tania menoleh lantas tersenyum. "Gue baik-baik aja kok" ujar Tania cepat.
Dean tidak lagi berniat membalas ucapan Tania. Pandangannya fokus pada seluruh penjuru bus. Netranya mengangkap seorang ibu-ibu yang sepertinya hendak turun dari bus. Ia segera meraih tangan Tania untuk mendekati ibu-ibu itu.
Tepat saat ibu-ibu itu turun, Dean menarik lengan Tania dan memaksa gadis iti untuk duduk di bangku yang sempat diduduki ibu-ibu tadi. "Eh, kok cuma gue yang duduk. Lo gimana?"
"Lo aja yang duduk. Gue masih pengen berdiri" balas Dean cepat.
Tania memutar bola mata malas. Ia segera menggeser tempat duduknya. "Duduk!" titah Tania tegas yang sontak langsung dituruti Dean.
"Ehem.." Dean berdeham untuk mengawali percakapan. "Lo.... Beneran masih nggak inget kejadian sebelum lo kecelakaan?" tanya Dean tanpa menoleh.
Tania yang tadinya asyik melihat pemandangan di balik kaca langsung menghela nafas. "Lo udah tanyain itu lebih dari 10 kali sejak pertama kita ketemu kemaren Van" ujar Tania pelan. "Jawaban gue tetap sama. Gue nggak ingat"
Dean menghela nafas "Lo nggak perlu mengingat apa-apa. Itu cuma kenangan masa lalu yang pahit" balas Dean lirih. Ia tersenyum pahit. Sampai kapan Tania akan menyembunyikan hal ini darinya? Apakan kenangan Tania dengannya terlalu menyakitkan hingga Tania bersikeras menutupi kebohongannya rapat-rapat? Haruskah Dean mengatakan bahwa ia sudah tau semuanya?
Hening. Tidak ada satupun diantara Dean dan Tania yang membuka suara setelah percakapan sensitive di dalam bus. Tania dan Dean bersikap seolah tak saling kenal. Lihatlah, Dean bahkan berjalan tiga langkah dibelakang Tania.
"Welcome sir!" sapa salah satu penjaga apartement begitu Dean menginjakkan kaki disana. Tentu saja penjaga itu tau bahwa Dean adalah adik dari pemilik hotel. Dean hanya nembalas sapaan itu dengan senyum tipis lantas kembali melanjutkan langkahnya.
Tiba-tiba saja ia berhenti. Ia menatap Tania bingung. Gadis itu tiba-tiba menghentikan langkahnya dan berbalik. "Terima kasih untuk hari ini, Vanath" ujar Tania sambil menunjukkan senyum manisnya yang jujur saja membuat Dean terpana. "Kejadian hari ini..." Tania menjeda ucapannya. "Gue rasa, mungkin kenangan yang kita buat dulu tidaklah buruk"
Dean tersenyum. Sungguh senyum tulus yang sudah 5 tahun tidak ia perlihatkan. "Kayaknya lo harus istirahat" ujar Dean. Ia khawatir melihat wajah Tania yang pucat. "Perlu gue antar?" Tawar Dean.
Tania menggeleng. "Nggak perlu. Kamar Lo ada di lantai 2,sedang kamar gue Ada di lantai 5. Lo kan nggak—"
Ucapan Tania terpotong karena Dean yang tiba-tiba menyeretnya agar memasuki lift. "Tubuh lo panas. Seharusnya lo bilang aja kalau sakit. Kamar berapa?" tanya Dean cepat.
"1354" jawab Tania.
Hening. Setelah itu tidak ada lagi percakapan diantara mereka. Dean menatap wajah Tania dari pantulan dinding lift. Wajah gadis itu terlihat cantik dan pucat disaat bersamaan. Dean tersentak saat melihat cairan merah yang mengalir dari hidung gadis itu. Selain itu, Tania juga tampak memegang dada sebelah kirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
VANATHEA [END]
RandomWARNING: FOLLOW PENULIS SEBELUM MEMBACA! Tania Despina Galathea, seorang cewek cantik pindahan dari New York yang cerewet dan periang, namun memiliki banyak masalah dan rahasia dalam hidupnya Deandika Vanath Prawisra, salah satu most wanted sekola...