27

38 6 0
                                    

"Masih tidak mau bicara denganku. Dia hanya mau bicara denganmu" ucap Jeon Jungkook yang malam itu menjenguk adiknya.

Malam ini, Rose hendak pulang bersama June yang sudah menunggunya diparkiran. Tapi dokter Jung bersama seorang pria yang memakai pakian serba hitam menghentikan langkahnya untuk pulang. Pria itu, Jeon Jungkook. Yang baru saja mengadu pada Rose yang siang tadi bicara dengan adiknya— Jeon Somi.

"Aku hanya sedikit tau masalah psikologis. Somi… kulihat dia sangat ingin bicara dengan seseorang. Tapi dia merasa tertekan setiap kali ingin bicara. Apa orangtua kalian tidak pernah menjenguknya? "

"Sesekali appa menjenguknya. Tapi bisnisnya sedang mengalami penurunan, appa sangat sibuk. Hanya aku yang akhir akhir ini bisa menjenguknya" ucap Jeon Jungkook, malam itu.

"Ajak dia bicara, selagi kau masih bisa masuk tanpa di usirnya. Dia hanya diam saat kau masuk kan? Kalau begitu jelaskan semuanya disaat seperti itu. Atau basa basi tanyakan kabar atau kegiatannya. Lakukan sesukamu, ajak dia bicara, tapi jangan sampai membuatnya tertekan. Dokter Jung mungkin akan membantumu" ucap Rose kemudian pergi setelah sedikit basa basi dengan Jungkook.

Gadis itu kemudian masuk kedalam mobil yang didalamnya sudah ada June yang menunggu.

"Ck lama sekali sih" protes June setelah menlajukan mobilnya, menuju kejalanan malam.

"Somi tidak mau bicara dengan Jungkook. Dia hanya mau bicara denganku" ucap Rose kemudian memainkan pipinya dengan mengembungkan pipinya.

"Haha…itu seperti hantu" sembari mencubit pipi Rose. "Dia hanya mau bicara denganmu, seperti kau adalah pawangnya"

"Hei. Bukan begitu, tapi bisa juga disebut begitu. Jungkook dan Somi hidup dalam sebuah masalah yang mereka buat sendiri, antara Somi yang terlalu malu untuk mengatakan semuanya, atau Jungkook yang terlalu… merasa bersalah dan menurut saja walaupun disalahkan"

"Hmm… kalau begitu, siapa yang salah sebenarnya?" tanya June kemudian.

"Ng…aku tidak tau. Somi terlalu menyalahkan Jungkook padahal dia tidak tau kebenarannya. Lalu Jungkook, dia seperti ingin berusaha tapi anehnya dia merasa seperti, sangat berat. Dia pria yang mudah tertebak, tapi kadang tebakannya terlalu lama. Karna dia terlalu memikirkannya, dia pria yang lambat tapi sebenarnya dia cerdas. Ahh…entahlah aku tidak bisa mendeskripsikannya-"

"Ck, kenapa juga kau harus mengurusi masalah orang lain" ucap June sembari mengulurkan tangannya dan mengusap rambut Rose. Membuat Rose menaikan sebelah alisnya, heran. "Aku yau kau, sebaiknya membantunya. Tapi jangan terlalu dipikirkan. Dia akan melakukan itu nanti malam atau mungkin besok. Aku yakin Somi akan menemuimu besok" lanjutnya lalu, mematikan mesin mobilnya.

Pria itu berjalan mendahului Rose untuk menyembunyikan degup jantungnya. Akhir akhir ini June merasa ada yang aneh dengan perasaannya. Setiap didekat Rose, pria itu merasa seperti ada kupu kupu berterbangan diperutnya.

"June-ya!" Teriak Rose, begitu masuk kedalam apartement milik June. Gadis itu melempar tas jinjingnya keatas sofa dan berlari kecil kedapur. "Aku mau membuat ramyun, kau mau atau tidak!" teriaknya lagi karna June sudah siap untuk mandi didalam kamarnya.

"Buat pasta saja!" balas June berteriak. Sementara Rose mengembalikan ramyun instan ketempatnya semula dan mulai membuat pasta sesuai dengan yang June katakan.

Setelah beberapa menit bersamaan dengan June yang keluar dadi kamar, pasta yang Rose buat sudah matang.

"Tidak mandi dulu?" tanya June setelah Rose mengikat rambutnya.

"Anniyo, sudah lapar" balas Rose yang langsung makan dengan lahap, seperti tidak makan berhari hari.

June menghela nafasnya, membuat Rose yang ada didepannya meliriknya, "Aku merasa aneh" ucap June membuat Rose bukan lain meliriknya tapi melihatnya.

"Ada sesuatu yang mengganjal- "

"Mengganjal bagaimana? Kau tidak nyaman aku tinggal dirumahmu?"

"Bukan begitu, Rose. Tapi… tsk ini menjijikan- Tapi aku tudak bisa menahannya" ucap June kemudian menatap mata Rose. "Aku tidak tau ini benar atau tudak, tapi aku menyukaimu" ucap June membuat Rose tersedak.

"Apa kau sedang menyatakan- ah anniyo ini benar benar tidak elit, " ucap Rose setelah minum, gadis itu masih bingung dengan ucapan pria didepannya itu. "Sebentar biarkan aku berfikir" lanjutnya. Gadis itu melupakan makan malamnya demi mencerna ucapan June.

"Aku menyukaimu. Bukankah itu sudah jelas?"

"Ya, kau mengatakannya dengan sangat jelas tapi… aku masih kurang paham apa maksudmu- ah begini. Kau menyukaiku, karna kita berteman, aku menyukaimu karna kita berteman, bukan?" tanya Rose ragu, gadis itu luar biasa gugup, merasa maksud dari ucapan June sedikit berbeda.

"Ini berbeda. Aku menyukaimu, aku menyayanyimu, dan mungkin… aku mencintaimu. Akhir akhir ini yang kita lakukan sangat luar biasa. Kita berdua, melakukan semuanya. Menangis, tertawa, tersenyum, bermain, semuanya kita lakukan. Aku dan kau. Tidakkah kau merasakan hal yang sama denganku? Aku merasa gugup setiap kali ada didekatmu, tapi disisi lain aku juga senang, " jelas June sembari menggaruk tekuknya yang tudak gatal, membuat Rose semakin salah tingkah.

Cangung.

Mereka merasakannya sekarang.

Malam sudah larut, Rose memutuskan untuk pergi ke kamarnya setelah pembicaraan yang menurutnya paling sensitif itu. Gadis itu tidak bisa tidur, begitu juga dengan June yang gelisah dikamarnya. Merutuki dirinya, dan mulutnya yang asal bicara.

Sampai akhirnya, pagi itu June bangun dari tidurnya dan keluar, tapi tidak melihat Rose. Kopernya masih ada tapi tidak ada orangnya. Hanya sebuah pesan dimeja makan, dan sereal.

Ini sarapanmu. Aku sudah berangkat lebih awal karna Jaewon oppa menelponku. Jangan sampai terlambat atau kau akan pindah shift malam! :)

Tulisnya membuat June menghela nafasnya. "Kurasa aku harus membicarakan soal semalam, nanti" gumamnya lalu memakan serealnya sendirian.

HappenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang