Chapter 15

12.8K 388 19
                                    

Mark tampak tersenyum lembut saat melihat Moza menuruni anak tangga, ia tampak cantik menggunakan dress hamil berwarna merah Maroon.

Dia sangat cantik. batin Mark.

Sedangkan Lexi menatap curiga ke arah Moza. Selama ini ia memperhatikan bentuk tubuh Moza yang semakin berisi. "Aku rasa kamu semakin gemuk, Mo," ucap Lexi,

membuat Moza dan Mark saling menatap.

"Ya, aku rasa seperti itu. Lezzi sangat mengurusku dengan baik," jawab Moza seadanya. Mark tampak berpikir, namun kembali berkutat dengan laptopnya.

Mark yang sibuk dengan laptopnya, dan Lexi yang sedang sibuk dengan ipad_nya harus menghentikan aktivitas mereka masing-masing, saat melihat Moza berlari cepat ke toilet dengan menutup mulutnya.

Sontak Mark mengejar Moza dengan raut wajah khawatir. Begitu pun juga dengan Lexi, yang semakin curiga, juga menyusul Mark dan Moza.

"Ada apa Moza? Kamu tak apa?" tanya Lexi khawatir.

"Ya, aku tak apa," jawab Moza pelan, tubuhnya terasa lemas. Mark dan Lexi menatap khawatir pada Moza.

"Aku rasa kamu sakit. Aku akan memanggilkan dokter," usul Lexi.

"Tak perlu, Lex! Aku baik-baik saja, aku hanya butuh istirahat," ujar Moza. Lexi mengangguk ragu.

"Kalau begitu, aku akan mengantarmu."

"Tidak perlu, ada Lezzi yang akan mengantar dan menjaga Moza," ujar Mark ketus.

Lezzi pun datang dengan tergopoh-gopoh.

Apa Lexi belum tahu tentang kehamilan Moza? Kenapa Lexi seakan tidak tau apa-apa? Apa dia berpura-pura karena ada aku saat ini?? batin Mark.

"Istirahatlah Moza, biar Lezzi mengantarmu, jangan terlalu kelelahan ingat dengan keham-"

Drtt! Drtt!

Ucapan Mark terpotong saat ponsel miliknya ber- dering, Mark pun mengambil ponselnya yang berada di saku celananya.

"Halo, Anna," jawab Mark seraya melenggang pergi dari hadapan Lexi dan Moza.

Moza menghela napas panjang. Anna lagi, batin Moza.

"Ayo, Nona kau harus istirahat," ucap Lezzi seraya memapah Moza. Lexi pun menyusul Moza dan Lezzi, sesampai di kamar Lexi dan Lezzi membantu Moza untuk berbaring.

"Lezzi, kau boleh keluar!" perintah Lexi terhadap Lezzi. Lezzi pun keluar setelah "Kau sakit apa Moza?" tanya Lexi kepada Moza.

"Sakit?"

Apa Lexi belum tahu tentang kehamilanku? Apa Mark tidak menceritakannya, batin Moza.

"Akhir-akhir ini aku perhatikan, kamu selalu terlihat mual saat pagi hari, seperti sedang hamil saja, Em...." Lexi mencoba mengingat-ingat. "Ah ya, morning sickness, iya seperti itu," lanjut Lexi.

Jadi benar Mark belum memberi tahu kehamilanku? Apa Mark kira kalau Lexi sudah tahu? Apa aku harus berkata jujur dengan Lexi?

"Moza, kau melamun?" tanya Lexi.

"Lexi, bisakah aku istirahat? Aku lelah sekali."

"Ya, tentu. Istirahatlah, aku akan keluar." Moza pun tersenyum lembut. Lexi mengelus puncak kepala Moza, lalu pergi meninggalkan Moza sendiri di kamar.

Beberapa hari ini Moza sangat merindukan Mark. Hormon kehamilan, yang selalu ingin manja dengan Mark.

Moza ingin merasakan dipeluk dengan Mark, tapi itu semua hanya angan-angan, pasalnya sudah 3 hari ini Mark tidak pernah pulang.

"Apa kamu merindukan ayah, Nak? Ya, Ibu juga sama denganmu, ayah. Doa'kan saja agar ayahmu selalu sehat dan cepat pulang." Dengan tersenyum getir, Moza mengelus perutnya yang sudah mulai mem-buncit. Tanpa disadari oleh Moza, Anna telah mendengar perkataan Moza dari balik pintu kamar Moza yang separuh terbuka.

"Aku akan memulainya Moza," ucap Anna senyum liciknya.

Sudah lama Anna menginginkan Mark. Mark adalah obsesinya, Anna hanya ingin dirinyalah yang menjadi milik Mark. Status hubungan mereka sendiri pun hanya sebatas mantan, Mark-lah yang mengakhiri hubungan dengan Anna saat itu. Setelah lamanya Mark tidak menghubungi Anna, sekalinya Mark menghubungi Anna hanya untuk berpura-pura menjadi tunangannya. Dan Anna tidak menyangka bahwa Mark melakukan ini hanya karena seorang wanita muda yang kini telah mengandung anaknya.

Flashback**

"Aku ingin minta bantuanmu," ujar Mark tiba-tiba saat Anna baru saja sampai.

"Apa pun sayang," jawab Anna dengan tersenyum menggoda kepada Mark.

"Aku ingin kamu menjadi kekasihku," ucap Mark dingin. Anna tersenyum bahagia.

"Ini hanya sandiwara Anna, aku tidak serius. Aku akan membayarmu."

"Apa? Kenapa? Sampai kapan?" tanya Anna.

"Kamu tidak perlu tahu alasannya. Hanya sampai adikku menikah dengan wanitanya," ujar Mark.

Flashback off**

Moza yang merasa bosan berada di kamar memutuskan untuk berkeliling mansion. Saat ini Lexi belum kembali pulang dari kantornya, dan Mark masih berada di luar kota. Tinggallah dirinya, Anna dan para maid serta beberapa penjaga yang berada di luar mansion. Sedangkan

Lezzi izin untuk berkunjung ke rumah orang tuanya. Suasana sore hari yang cerah membuat Moza tertarik untuk berlama-lama di taman mansion. Di sana terdapat banyak tumbuhan bunga. Sesekali Moza melirik pintu gerbang yang menjulang tinggi di kejauhan sana, berharap Mark akan pulang hari ini.

Moza menghela nafas panjang, memikirkan Mark membuat hatinya menjadi resah, Moza sendiri tidak tahu akan perasaannya terhadap Mark. Apakah ia mencintai Mark atau tidak hanya saja Moza merasakan kehilangan bila tak ada Mark. Moza pun memutuskan untuk kembali masuk saat melihat langit yang tiba-tiba mendung.

Moza berjalan penuh hati-hati seraya mengusap perutnya, sampai akhirnya Moza melawati tangga, me- nginjak anak tangga pertama... kedua... ketiga.... keempat, Moza tergelincir, lantai yang ia pijak sangat licin, belum sempat berpegangan dengan pegangan tangga Moza sudah terjatuh, itu membuat Moza sangat kesakitan di seluruh tubuhnya.

"Aah perutnya. tolong!!" Moza merintih seraya memegang

"Tolong!! Sakit ...," rintih Moza.

Lexi menghentikan mobilnya di pelataran mansion, wajahnya tampak lelah. Tetapi ia mendengar suara jeritan dari dalam mansion. Lantas membuat Lexi bergegas berlari masuk. Di sana, tampak Moza sedeng terkulai lemas.

"Moza, apa yang terjadi?" tanya Lexi khawatir. Tapi penglihatan Moza mengabur dan berubah menjadi gelap, setelah itu Moza tidak sadarkan diri. Lexi yang khawatir segera membawa Moza ke rumah sakit.

Bastard CEO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang