Semenjak kejadian menumpahkan kopi panas ke pangkuan rekan kerja ayahnya, Moza menjadi gugup bila harus mengantarkan pesanan ke pelanggan, hingga Moza memutuskan untuk membiarkan karyawannya yang melakukannya. Sebenarnya pria tampan itu tidak mempermasalahkannya, hanya saja Moza masih merasa tidak enak hati dengannya.
"Maaf, Tuan aku tidak sengaja ..." lirih Moza. "Tidak apa-apa," jawab Mark dengan tersenyum tipis. "Aku akan membersihkannya," ucap Moza penuh penyesalan, tapi Mark menolaknya lalu berpamitan pada Philip dan berlalu pergi meninggalkan Cafe.
Saat itu, Moza baru tahu ternyata pria itu bukan orang biasa. Ayahnya menjelaskan pada malam harinya pada Moza, bahwa Mark adalah pewaris dari Eson Group. Moza sempat terkejut dan takut mendengar cerita ayahnya, tapi Philip berkata bahwa Mark tidak memper- masalahkan kejadian itu, tapi ucapan Philip selanjutnya seperti khawatir dengan putrinya, Philip mengingatkan bahwa Moza tidak boleh terpengaruh dengan Mark, karena Mark bukanlah pria yang baik. Sebenarnya Moza bingung dengan ucapan ayahnya, tapi menurutnya itu suatu hal yang wajar, bila seorang ayah mengkhawatirkan putrinya.
Terlalu lama Moza tenggelam dalam lamunannya sehingga ia tidak menyadari ada seseorang yang memperhatikannya dari meja yang berada di sudut ruangan. Pria itu tersenyum kecil melihat wanita yang sedang asyik melamun.
"Kau sangat terlihat cantik sayang, aku sangat tidak sabar untuk merasakan bibirmu."
Ya. Pria itu adalah Mark, hari ini Mark sengaja datang hanya sekedar minum kopi di Cafe milik Moza, sebenarnya letak kantor dan Café Moza cukup jauh, entah apa yang telah ia rencanakan. Mark mengangkat tangannya memanggil seorang pelayan, tidak lama pelayan itu pun sudah berada di hadapannya.
"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya seorang pelayan memandang penuh kagum pada pria di hadapannya.
"Ya, saya boleh minta kertas dan pinjam pulpenmu, Nona?" tanya Mark seraya tersenyum manis pada pelayan yang ada di hadapannya, tentu saja pelayan itu tidak bisa menolak, bahkan saat ini wajah pelayan itu sangat merah bagaikan tomat matang karena tersipu malu.
"Bo-boleh." Seraya memberi kertas dan pulpen kepada Mark.
Mark pun menulis sesuatu di kertas kecil itu, tidak lama ia menyerahkan pada pelayan itu.
"Bisakah kamu membantuku untuk memberi catatan ini kepada nona yang duduk sendiri di sana?" Dengan mengarahkan tatapannya kepada Moza, pelayan itu pun mengikuti arah tatapan Mark.
"Oh, Nona Moza?" Pelayan itu memastikan. Mark hanya membalas anggukan memelas.
"Tentu," jawab pelayan itu.
"Terimakasih." Seraya tersenyum manis dan mengedipkan satu matanya kepada pelayan wanita di hadapannya, lagi-lagi pelayan itu tersipu malu. Dalam hati Mark tertawa melihat tingkah pelayan itu, sebenarnya wanita itu bukan tipenya, tapi Mark hanya suka saja menggodanya.
Dari tempatnya duduk, Mark bisa melihat pelayan tadi menyerahkan catatan yang ia titipkan tadi, Moza tampak heran dan bertanya-tanya menerima surat itu, sepertinya Moza bertanya siapa pengirim catatan ini, karena sesaat kemudian pelayan itu menunjuk ke arah meja yang sedang Mark duduki. Moza tampak kaget dengan apa yang ia lihat, dengan ragu Moza pun melangkahkan kakinya menuju Mark. Sesampai di meja Mark, sebisa mungkin Moza menenangkan dirinya walau- pun Mark masih bisa melihat kegugupan Moza.
"Tuan, ka-" ucapan Moza terpotong karena Mark langsung menyerah ucapannya.
"Mark, Mark Wilson Vehilly," ucap Mark memperkenalkan diri.
Sebenarnya Moza tahu nama pria itu, tapi Moza berpura-pura tidak tahu. Moza tersenyum.
"Iya, benar Tuan Mark, ada yang bisa saya bantu?"
tanya Moza kepada Mark.
"Sebelumnya jangan panggil aku Tuan, itu terdengar tua. Panggil aku Mark saja, dan jangan terlalu formal!"
"Em... sepertinya...."
"Ayolah, apa wajahku terlihat tua?" tanya Mark pada Moza.
"Ti-tidak, tentu tidak!" ucap Moza seraya mengibaskan tangannya.
"Kalau begitu duduklah!" kata Mark mempersilahkan Moza untuk duduk. Moza tampak ragu, tapi lagi dan lagi Mark meyakini.
"Sebenarnya ada apa, Tuan?" tanya Moza seraya mendudukkan diri di kursi berhadapan dengan Mark. Mark memutar bola matanya.
"Sudah kubilang panggil aku Mark saja!"
"Oh iya, aku lupa, maaf." Seraya menepuk dahinya dan tersenyum polos kepada Mark. Mark terpesona melihat kecantikan Moza yang natural itu.
Ingat, Mark! Dia hanya mangsamu, ucap Mark dalam hati
"Baik Ma-Mark, ada apa kau memanggilku? Apa pelayanan kami tidak baik atau kopinya tidak enak? Atau kamu tidak nyaman?" tanya Moza panjang lebar, wajah Moza tampak khawatir. Mark tersenyum tipis melihat gadis di hadapannya.
Ternyata bibir mungil Moza sangat cerewet.
"Satu-satu bertanyanya, Nona," ucap Mark. Moza pun langsung membungkam mulutnya dengan kedua tangannya.
"Aku hanya ingin mengobrol denganmu apa itu salah?" tanya Mark.
"Ah, ti-tidak, hanya saja ini jam kerja, apa kamu tidak bekerja?" tanya Moza.
"Ya, aku tahu, tapi aku baru bertemu dengan clienku tadi di dekat sini, setelah itu aku memutuskan untuk mampir ke sini, karena kemarin aku belum sem-pat merasakan kopi di cafemu," ucap Mark berbohong.
Moza tampak tidak percaya dengan ucapan Mark, tapi dia mengingat kejadian kemarin, dan sungguh itu membuat Moza merasa tidak enak dengan Mark. Moza kira Mark tidak akan mengungkit dan tidak mengingatnya lagi.
Mark yang menyadari perubahan sikap Moza berdehem kecil.
Ehem... Moza kembali melihat ke arah Mark.
"Maafkan aku Mark, sungguh aku tidak sengaja dengan itu, aku sangat lelah saat itu, sehingga aku menjatuhkan...." Moza tidak meneruskan ucapannya.
Mark menggenggam tangan Moza yang saat ini berada di atas meja. Tentu saja Moza sangat terkejut dengan hal itu. Moza pun langsung menarik tangannya. Mark yang melihat itu hanya tersenyum.
Baru permulaan Mark, ini bahkan belum dimulai, batin Mark.
"Tidak perlu diungkit Moza, aku sudah melupakan- nya." Seraya melempar senyum kepada Moza.
Tidak diungkit? Jelas-jelas dia dulu yang memulai pertama, ternyata pria di depanku ini tidak terlalu pintar, gerutu Moza dalam hati.
Moza hanya tersenyum kepada Mark, mungkin Mark tidak tahu apa yang dipikirkan Moza.
"Bagaimana kalau malam ini kita dinner?" ajak Mark. "Apa?" Moza terpekik kaget mendengar apa yang diucapkan Mark.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bastard CEO
Romance18+ Cerita ini ganti judul ya .. (Handsome CEO bastarad) Jangan di copas ya,karna cerita ini hasil mikir sendiri,bukan plagiat.. _______/////________ moza gadis sederhana dan polos yang memiliki berjuta impian .. . . tapi apa jadinya bila impian it...