Chapter 5

16.3K 551 0
                                    

Yo. Mencari siapa?" tanya Moza pada seorang pria yang ada di hadapannya. Pria tersebut menatap Moza tajam, sehingga Moza risi dibuatnya.

"Saya Ronald," ujar Ronald memperkenalkan diri. "Lalu?" tanya Moza. Moza semakin mengerutkan dahinya saat pria itu memberikan se-buqet bunga mawar merah pada Moza.

"Apa ini?" Moza semakin bingung. "Ini dari seseorang yang sudah mencarimu lama, Nona." ucap Ronald dengan ekspresi datarnya. Jujur saja setelah mendengar ucapan Ronald, membuat Moza menjadi ketakutan.

Siapa yang mencarimu? Apa jangan-jangan ...

Moza menggelengkan kepalanya pelan, mencoba menghilangkan pikiran buruk.

"Lalu di mana tuanmu?"

"Tuan ada keperluan lain, Nona. Jadi Tuan menyuruh saya untuk mengantar bunga ini."

Moza menatap bunga yang saat ini sudah ada di genggamannya, menghirup aroma harum dari bunga itu. Sudah lama dia tidak menghirup aroma harum mawar dan Moza sangat suka dengan ini.

"Siapa nama tuanmu?" tanya Moza mendongakkan kepalanya. Namun, tidak ada siapa pun di depannya. Pria itu telah pergi. Moza bergidik ngeri membayang-kan bila yang dia temukan tadi ternyata bukan manusia, Moza pun bergegas masuk dan menutup pintu cepat. Saat ini Moza masih menatap buqet bunga yang ia letakan di nakas, samping ranjang tidurnya, dan dilihat-nya sebuah kertas kecil di sela-sela bunga.

"Kenapa aku baru sadar ada catatan di sini," gerutu Moza. Moza mengambil notes kecil itu.

Bunga cantik untuk seseorang yang cantik. Maaf!!

M_W_H.

"Siapa, ya? Apa aku mengenalnya?" Akhirnya Moza pun menyimpan bunga-bunga tersebut di vas bunga dan diletakan di nakas. Moza pun memutuskan untuk tidur malam ini.

Pagi ini Moza kembali ke rutinitas sehari-harinya, bersiap dan sarapan sebelum pergi bekerja. Setelah semuanya selesai Moza langsung berniat untuk pergi
kerja, sampai akhirnya ia melihat ada sekeranjang bu-nga mawar putih dan merah berada di depan pintu rumahnya,

"Mawar lagi."Moza pun bergegas mengambilnya dan membaca sebuah catatan pada kertas kecil di sana.

Pagi.

Semangat untuk hari ini.

M_W_H.

Moza terdiam, dalam pikirannya terlintas begitu banyak pertanyaan. Sampai seseorang mengejutkannya.

"Moza!!" Terdengar suara bariton itu memanggilnya. "Lexi. Ah ... kamu mengejutkanku," ujar Moza seraya menyembunyikan catatan kecil di saku jaket yang sedang ia kenakan, Lexi tampak mengernyit heran.

"Kamu melamun lagi? Dengar Mo, jangan terlalu banyak melamun, bagaimana kalau ada hantu yang merasukimu," ujar Lexi mencoba menakuti Moza. Moza bergidik tidak suka.

"Kamu percaya hantu?" tanya Moza.

"Ya, kenapa tidak. Apa lagi ini di Indonesia."

"Kenapa memangnya kalau di Indonesia?" tanya Moza penasaran.

"Hantu di negara ini banyak jenisnya Mo," ujar Lexi. "Kantilanak, tuyul dan ... banyaklah pokonya," lanjut Lexi. "Bukan kantilanak, Lex, tapi kuntilanak," ucap Moza menahan tawa.

"Ya, pokonya begitulah," ucap Lexi seraya meng- garuk tengkuknya yang tidak gatal. Mereka pun tertawa bersama. Dari kejauhan seorang memperhatikan mere-ka. "Tuan, ya. Saya sedang memantaunya. Nona se-dang bersama tuan muda Lexi," ucap pria dengan pakaian serba

hitamnya, tampak menelepon seseorang.

"Baik Tuan." Pria itu tidak lain adalah salah satu kaki tangan Mark yang diperintah untuk memantau Moza.

Di Cafe tempat Moza bekerja.

Saat ini Moza sedang sibuk mengantar pesanan ke meja-meja. Lexi tampak memperhatikan setiap gerak gerik Moza, dari dia mencatat pesanan, sampai Moza mengantar pesanan, terkadang melempar senyum pada pengunjung yang baru datang.

Tanpa Lexi sadari Moza saat ini sudah berada di dekatnya.

"Apa yang kamu lihat?" tanya Moza

"Moza," ujar Lexi tanpa ia sadari.

"Kenapa?" tanya Moza mulai merasa malu.

"Dia cantik," ujar Lexi lagi masih dengan lamunannya.

"Terimakasih," ucap Moza seraya menepuk pundak Lexi.

"Ah Mo, sejak kapan kamu di sini?" tanya Lexi setelah sudah menyadari kehadiran Moza. Moza yang melihat kegugupan Lexi hanya bisa menahan tawa.

"Jangan melamunkanku Lex, nanti kamu bisa jatuh cinta denganku," goda Moza dan berlalu pergi.

"Apa? Hei, Moza aku memang jatuh cinta dengan- mu!" teriak Lexi yang tidak digubris dengan Moza.

Mark, pria itu mengepal tangannya kuat, dirinya me- rasa geram dengan melihat kedekatan Moza dan Lexi. Sedari tadi Mark berada di cafe itu duduk di sudut ruangan, hanya saja Moza dan Lexi tidak menyadari-nya. Penyamarannya yang membuat Moza dan Lexi tak menyadari itu Mark. Mark sengaja menyamar, agar Moza tidak sadar.

Mark tidak ingin bertemu Moza di tempat umum, dan lebih utamanya karena ada Lexi. Ia akan membawa Moza jauh dari Lexi, entah apa yang saat ini ada dalam pikiran Mark. Seakan kebiasaannya buruknya hilang setelah ia mengenal Moza.

"Ah, shit! aku harus cepat membawamu menjauh dari Lexi, Moza. Meskipun dia adikku," ujar Mark geram.

Bastard CEO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang