Lexi tampak tidak tenang menunggu kabar dari dokter, sesekali ia berdiri dari duduknya, hatinya berke-camuk. Lexi mengingat lagi saat melihat Moza terkulai lemas dengan perut yang ia pegangi.
Moza seperti melindungi area perutnya. Jelas-jelas dahinya terluka, batin Lexi.
Terdengar suara langkah kaki seseorang dari ujung koridor, Lexi menoleh. Tampak Mark berlari dengan wajah cemas.
"Bagaimana Moza?" tanya Mark dengan nalas tersengal. Lexi sangat bingung melihat Mark berada di sini. Pasalnya tadi Mark menghubungi Lexi menanyakan keberadaannya. Saat Lexi menjelaskan keberadaannya di mana karena Moza. Telepon pun mati. Dan sekarang Mark berada di sini.
"Mark, kau di sini?" Alih-alih menjawab, Lexi balik bertanya. Mark menatap Lexi kesal. Sedangkan yang dilihat tertawa geli.
"Kenapa kamu tertawa? Apa kamu tidak bisa melihat suasana sedang genting," ketus Mark.
"Bukan begitu Mark, kau kemari? Maksudku, kau datang sangat cepat hanya karena mendengar Moza terjatuh dan sedang berada di rumah sakit. Mark, kau khawatir sekali dengannya, ada apa ini?" tanya Lexi dengan wajah yang penuh kecurigaan.
"Mengapa Moza bisa jatuh Lexi? Di mana memangnya kau? Di mana Lezzi? Seharusnya kalian menjaga seorang wanita yang sedang ham-" ucapan Mark terpotong saat seorang dokter keluar dari ruangan di mana ada Moza sedang diperiksa.
"Dokter bagaimana keadaan teman saya?" tanya Lexi. Mark memutar bola mata tidak suka. Masih berpura-pura saja, batin Mark.
"Apa Anda bukan suaminya?" Lexi menggeleng pelan sebagai jawaban.
"Lalu di mana suaminya?" tanya dokter. Mark menarik nafas dalam.
"Suaminya sudah meninggal 3 hari yang lalu. Bilang saja apa yang terjadi?" jawab Mark asal yang hanya ditanggapi anggukan dengan dokter tanda mengerti. Sedangkan Lexi mengernyit bingung.
"Sungguh ini mukjizat terbesar dari Tuhan. Kandungan Nona Moza masih bisa kami selamatkan," ujar dokter.
Tampak Lexi maupun Mark menanggapi berbeda, Mark menghela nafas lega, sedangkan Lexi menatap dokter tidak percaya.
"Untung saja tadi Anda segera membawanya cepat kemari. Kalau tidak! Kemungkinan besar janinnya tidak akan selamat," lanjut Dokter.
"Tunggu, tunggu Dokter ... Moza hamil?" tanya Lexi meminta penjelasan.
"Ya, saat ini sudah jalan 16 minggu."
"Anda yakin?" tanya Lexi yang hanya dijawab anggukan dengan dokter.
"Tapi...."
"Kalau begitu terima kasih Dokter. Apa kami bisa melihat keadaan Moza?" potong Mark.
"Tentu, tapi setelah Nona Moza dipindahkan ke ruang rawat inap." Setelah itu dokter pun pamit dan meninggalkan Mark dan Lexi.
"Maksud yang diucapkan dokter tadi apa, Mark? Moza hamil?" tanya Lexi masih tidak percaya.
"Jangan berpura-pura bodoh kau, Lexi. Aku sudah tahu Moza sedang hamil anakmu, apa kamu ingin membuat ayah kecewa? Mana tanggung jawabmu sebagai pria? Apa ayah mengajarkan kita seperti itu? Aku memang brengsek, aku sering mempermainkan wanita, tapi setidaknya aku tidak sepertimu yang berani menghamili wanita, tapi tidak ingin bertanggungjawab, bahkan deng- an enaknya kamu bertanya seakan-akan kamu tidak tahu apa-apa!" Suara Mark meninggi deng-an rahang yang mengeras.
"Anakku? Aku ...."
"Diam brengsek!"
Bugh!
Satu pukulan berhasil mendarat mulus di wajah Lexi. Lexi yang tidak terima segera membalas Mark, Namun, sebelum ia berhasil memukul Mark, Mark sudah mencekal kuat tangan Lexi.
"Kau masih bisa mengelak?" tanya Mark.
"Sungguh Mark, aku berani bersumpah, aku tidak pernah sekalipun tidur dengan Moza, bahkan untuk bergandengan tangan saja kami jarang. Aku memang mencintai Moza, tapi aku tidak pernah senekat itu melakukan hal yang buruk dengannya."
"Jangan berbohong Lexi." Mark mengepal tangannya kuat.
"Kalau begitu, kita tes DNA saja Mark. Kita buktkan siapa ayah dari anak itu," usul Lexi. Mark melepaskan cekalan tangannya pada Lexi.
"Apa kau gila? Tes DNA pada bayi yang belum lahir itu sangat bahaya," ujar Mark marah.
"Tapi bagaimana caranya untuk aku membuktikan kalau aku memang bukan ayah dari anak itu?"
"Kita tunggu sampai anak itu lahir," jawab Mark final. "Tapi, Mark ...."
"Aku tidak ingin membahayakan Moza maupun janinnya, Lexi."
"Apa kau menyukai Moza?" tanya Lexi tanpa berpikir panjang. Namun tak ada jawaban apa pun dari Mark. Mark terdiam.
"Aku akan mencari tahu penyebab Moza terjatuh," ujar Mark lalu pergi meninggalkan Lexi. Lexi memandang kepergian saudaranya yang semakin menjauh.
"Diammu itu artinya ya, Mark. Aku tahu itu. Aku sudah tahu jawabannya," gumam Lexi.
Mark mengambil benda pipih di samping bangku pengemudi dan mengetikan sesuatu.
***
"Periksa rekaman CCTV sekitar 3 sampai 4 jam yang lalu di mansion-ku, terutama di ruang utama," perintah Mark pada seseorang di seberang telepon. Lalu memutuskan panggilan, dan menyimpan kembali ponselnya, Mark menggeram kesal.
"Kau berani membohongiku Moza. Aku tahu! Kau mengandung anakku, sebesar itukah kamu membenciku? Sehingga kamu tidak menginginkan aku tahu tentang ini."
![](https://img.wattpad.com/cover/167696702-288-k401293.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bastard CEO
Romance18+ Cerita ini ganti judul ya .. (Handsome CEO bastarad) Jangan di copas ya,karna cerita ini hasil mikir sendiri,bukan plagiat.. _______/////________ moza gadis sederhana dan polos yang memiliki berjuta impian .. . . tapi apa jadinya bila impian it...