Pagi ini suasana dirumah Sasa gak beda jauhi dri sebelumnya. Sepi, walaupun banyak orang didalamnya. Zidan ngelirik sekilas dua bangku yang udah lama kosong. Bangku yang dulu sering dipake sama si kembar kesayangan dia.
"Pah.." Panggil Zidan, sang kepala keluarga langsung mengalihkan atensinya kepada si sulung.
"Zidan boleh ngomong sesuatu?" Tanya zidan ragu.
"Gak ada yang boleh ngomong sebelum makan selsai Zidan."
Zidan mengeratkan pegangan tangannya pada sendok yang dia pegang. Mamahnya selalu tau apa yang akan dibahas Zidan jika sudah begini.
"Tapi mah..."
"Zidan, makan dan abisin sarapan kamu." Mutlak sang ibu.
Zidan hanya mendengus lalu menghentakan sendok dengan kencang.
"Sampai kapan? Sampai kapan kalian anggap Adek aku mati? Shaffa itu gak pernah salah mah, pah. Tapi kalian seolah tutup mata dan megang teguh persepsi kalian kalo Shaffa salah. Shifa sendiri buktinya masih..."
"Cukup Zidan." Sergah sang kepala keluarga.
"Apa pah? Shiffa sampai sekarang masih bernafas!!! Kalian marah kepada Shaffa karena menganggap Shaffa penyebab dari kecelakaan yang terjadi dulu? Kalo Zidan ada diposisi Shiffa Zidan juga akan ngelakuin hal yang sama dan sekarang apa? Setelah Shifa yang kalian asingkan dirumah Oma , dan selama delapan tahun ini Shaffa yang kalian asingkan dirumah sendiri? Zidan udah cukup kecewa sama kalian."
"Shiffa berobat Zidan, kita gak pernah mengasingkan dia." Tegas sang papah. Zidan hanya berdecih.
"Terus tujuan kalian nyembunyiin Shiffa dari saudara kembarnya sendiri apa? Supaya Shaffa lebih ngerasa bersalah?"
"Kami hanya tak ingin Shiffa dilukai oleh anak itu. Adik kamu cuma satu Shifa."
Zidan kembali menatap nyalang sang ibu. "Nyatanya kalian sendiri yang bikin mereka luka. Inget mah, selapar-laparnya seekor harimau dia tak akan pernah memangsa anaknya sendiri. Kalo Zidan boleh jujur, Mamah belum pantes dipanggil seorang ibu."
"ZIDAN!!!"
Zidan menarik nafas dalam lalu mengeluarkannya secara perlahan. Jika boleh jujur tak ada kata menyesal sedikitpun saat mengucapkan hal kasar seperti itu kepada sang ibu.
"Zidan berangkat." Pamit Zidan lalu meninggalkan kedua orangtuanya yang masih terdiam di tempat makan.
Sasa udah asik nongkrong di halte gak jauh dari kompleks nya. Jam masih Nunjukin angka 6 masih terlalu pagi buat berangkat sekolah. Waktu lagi asik nikmatin pagi, tiba-tiba dia ngerasa kalo ada orang yang lagi merhatiin dia. Dan bener aja pas buka mata, didepan udah ada sesosok yang Sasa tau itu anak SMA Cempaka.
"Pagi."
Sasa ngernyit waktu disapa sama tuh cowok. Lucu, matanya ikut senyum waktu tuh cowok senyum.
"Ck!! Padahal gue lagi pengen nyapa orang tapi malah dicuekin. Gak enak ternyata yah?" Gumam tuh cowok lagi.
"Pagi." Jawab Sasa ogah-ogahan, nih cowok lucu tapi sok kenal bikin kesel aja.
"Arga Mahetra, anak SMA Cempaka. Wakil ketua ekskul dance, anggota ekskul basket juga, hobi maen game dan kegiatan un faedah lainnya, warna kesukaan biru sama kuning, anak tunggal, suka banget sama kucing. Lo siapa?"
Sasa melongo waktu ngedenger ocehan cowok narsis didepan dia ini. "Sasa."
"Nama lo kek merek Micin."
Sasa Mukul pelan tangan Arga. "Asu lah."
"Wow!!! Cewek cantik gak boleh ngomong kasar oy!!" Ucap Arga. Sasa ngedelik terus diem.
YOU ARE READING
School love affair
FanficCerita klasik tentang gimana kehidupan anak sekolah yang diiringi sama drama percintaan dan keluarga. Lebih jelasnya silahkan membaca!!!