🎼|Sajin| Coffee

577 71 27
                                    

"Hari-hari dimana aku teracuni oleh aromamu. Baby, kau adalah caramel machiato-ku. Aromamu masih terasa manis dibibirku."

A Song by BTS - Coffee

BTS Jin X Twice Sana

🎶

Menyesap coffee late dengan sentuhan angin laut juga deburan suara ombak sungguh menjadi pemandangan yang sangat langka bagi Jin. Pemuda bermarga Kim itu meraih kameranya, lantas menekan tombol dan memotret laut dihadapannya.

Bibir tebalnya menyunggingkan senyum manis saat melihat potret yang baru saja ia ambil. Tidak buruk, pikirnya.

Selama dua puluh menit Jin berada disana, kurang lebih sudah ada dua ratus foto yang diambilnya. Pemuda itu begitu menyukai tempat ini, mungkin tempat ini akan menjadi tempat favoritnya setelah taman bunga di jeju.

Tubuhnya berputar, berusaha mencari spot terbaik untuk mengambil gambar terakhirnya. Matanya memicing, sudut bibirnya tersungging kala melihat seorang perempuan yang asik menari dipesisir pantai. Langkahnya yang ringan, senyumnya yang cantik juga parasnya yang menggemaskan membuat pemuda itu tanpa sadar terus memotretnya.

Pemuda itu baru tersadar saat memori kameranya sudah habis. Dengan langkah ragu, Jin mendekati perempuan itu dan bertanya, "Siapa namamu?"

Perempuan itu menoleh, senyumnya langsung terukir dengan sangat cantik. "Aku akan dengan senang hati menjawabnya kalau kau membawaku ke kedai kopi yang ada disana," ucapnya menunjuk salah satu kedai kopi yang baru saja Jin tinggalkan.

Pemuda itu terkekeh, gadis ini sungguh unik dan ... menarik.

Jadi, tepat lima menit setelah gadis itu mengatakan hal tersebut, mereka telah tiba di kedai dan duduk dengan manis di dekat jendela.

"Jadi ... siapa namamu?" tanya Jin-mengingatkan. Gadis itu menyesap caramel machiato miliknya, sebelum menjawab.

"Aku Sana. Minatozaki Sana."

Alis Jin mengerut tidak yakin. "Kau orang Jepang?"

Gadis yang mengaku bernama Sana itu sempat terkejut sebelum kembali mengukir senyum manisnya. "Kau benar, aku dari Jepang."

"Kalau boleh tahu, sedang apa kau disini? berlibur?"

Sana menggeleng. "Aku tinggal disini. Ya-setidaknya sampai akhir tahun aku ada disini," ucapnya kemudian. Gadis itu melirik jam ditangannya, lantas bangkit berdiri dengan raut tegang.

"Ada apa?"

"Aku harus pergi." Sana merapihkan barang bawaannya. "Terima kasih atas caramel machiatonya, aku sangat menikmatinya," ujarnya tersenyum kepada Jin lantas berjalan keluar kedai dengan tergesa.

"Hey! Kau tidak akan menanyakan apapun padaku?!" Jin agak berteriak. Sana menghentikan langkahnya tepat di ambang pintu masuk, ia menoleh ke arah Jin dan tersenyum. "Untuk apa? aku sudah sangat mengenalmu, Jin."

Begitu rambut panjang Sana sudah tidak terlihat, bahkan saat matahari sudah berganti sinar menjadi jingga, Jin termenung. Bagaimana gadis itu bisa mengenalnya? apa ia sudah pernah bertemu dengannya sebelumnya?

🎶

Musim dingin di pertengahan bulan desember. Jin kembali menginjakkan kakinya di kedai itu. Suasananya terlihat sangat indah saat ini namun Jin sama sekali tidak berniat untuk memotretnya. Pandangannya terus berkeliaran, mencari sesosok gadis yang selama berbulan-bulan terus berada dipikirannya.

Hari-hari Jin berlalu dengan tidak tenang. Setiap siang dan malam, ia terus merasa gelisah, bagaimana keadaannya sekarang? apa ia bisa bertemu dengannya lagi?

Satu-satunya hal yang membuatnya tenang adalah caramel machiato. Entah kenapa, aromanya seolah mengingatkannya pada Sana. Rasanya pahit dan dingin, tapi terasa lebih hangat dari coffee late yang biasa ia minum.

"Dengan Tuan Kim Seokjin, benar?" tanya seorang gadis dua puluhan yang memakai apron.

Dengan lambat, Jin mengangguk. Gadis itu langsung menyerahkan sepucuk surat berwarna cokelat kopi kepadanya.

"Sana memintaku untuk memberikannya padamu," ucap si gadis apron.

"Dia ada dimana sekarang?" tanya Jin.

"Dia tak memberitahumu? dia sudah pulang ke jepang minggu lalu." Si Gadis apron menunduk sekilas. "Aku permisi."

Begitu gadis apron itu kembali ke kedai dan melanjutkan pekerjaannya, Jin masih terpaku di tempatnya. Ia mendesah kecewa, pandangannya menatap lesu sepucuk surat di genggamannya lalu membukanya.

"Kim Seokjin-ssi. Nama itu selalu menghantuiku belakangan ini. Bagaimana caramu mengajakku berkenalan, bahkan raut wajahmu yang terkejut karena aku telah mengenalmu, masih terus terlintas di benakku. Ini aku Sana, gadis yang selalu mengikutimu dari belakang, gadis yang selalu mengagumimu sejak sekolah menengah. Kupikir aku lancang karena langsung memintamu mentraktir caramel machiato dijumpa pertama kita tapi itu setimpal dengan upayaku yang sia-sia untuk mendapatkan perhatianmu. Seokjin-ssi, entah kau akan membaca surat ini atau tidak tapi aku hanya ingin mengatakan kalau aku menyukaimu, melebihi rasa cintaku pada caramel machiato."

Kesal, kecewa dan menyesal terasa campur aduk. Kenapa selama ini ia tidak menyadari kehadiran Sana? apa saja yang ia lakukan saat itu hingga tidak menyadari kalau ada gadis secantik Sana yang selalu memperhatikannya.

Angin berhembus lumayan kecang, saat sepasang sepatu dan sebuah koper terlihat dihadapan kakinya yang ia tekuk. Perlahan, Jin mendongakkan kepalanya hingga melihat siapa pemilik sepatu itu.

"Kau sudah membacanya?" tanya gadis itu yang tidak lain adalah Sana, ia melirik suratnya yang telah ada digenggaman Jin.

Sementara itu, Jin masih terdiam bingung ditempatnya. "Bukannya kau sudah pulang ke Jepang?" tanyanya.

Sana mengangguk, "Itu sudah seminggu yang lalu, aku baru kembali ke sini hari ini."

Jin mengangguk-ngangguk, ia bangkit berdiri dan merapihkan penampilannya. "Syukurlah, kupikir aku sudah tidak bisa menemuimu lagi."

Sana menggaruk tengkuknya, entah kenapa ia jadi malu. "Ahh ... kau sudah membaca semuanya?"

Jin mengangguk, tungkainya melangkah ke depan, hingga ujung sepatunya bersentuhan dengan sepatu milik Sana. "Sana-ya, boleh aku memelukmu?"

"Apa?-" tanpa aba-aba, Jin memeluk Sana, menenggelamkan wajah cantik gadis itu di dada bidangnya.

"Bagaimana bisa aku tidak menyadari kehadiranmu? aku minta maaf, seharusnya aku menyadarinya lebih awal. Tapi itu sudah tidak penting, karena kau milikku sekarang." Jin tersenyum, ia melonggarkan pelukannya untuk melihat wajah gadisnya.

"Apa-maksudmu?"

Jin menangkup pipi mungil Sana dengan tangan besarnya. Ia tidak menjawab, wajahnya mendekat hingga kedua belah bibir mereka bertemu.

"Saranghae, Sana."

🎼Aromamu masih sama, seperti caramel machiato yang hangatnya melebihi coffee late. Membuatku ingin terus merasakannya.

Entah ini nge-feel atau engga tapi semoga kalian tetep enjoy bacanya.


Bangtwice Song Fiction Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang