#12

385 18 0
                                    

Manda POV

Gue ngerasa ada yang aneh dengan semua ini, mulai dari abang gue yang menurut gue terlalu posesif dan sekarang ditambah Maxy yang sedikit aneh dalam kata lain berubah.

Gue mau ngelarin dulu masalah kesalahpahaman gue ke abang gue, tapi gue nggak punya keberanian. Karena gue sendiri tahu kalau yang salah itu gue.

Gue dan abang gue sekarang satu sekolah, bahkan satu kelas. Pasti nggak bakalan dong kalau saling diam.

Sebenernya kita berdua tahu kalau kita salah, tapi kita susah buat ngelakuin atau sekadar minta maaf.

"Bang,"

"Iya, ada apa?"

"Lo marah ya sama gue?"

"Emang kenapa?"

"Yang kemarin itu loh"

"Owh"

Lah ada apa sekarang sama abang gue?

"Lo nggak marah?"

"Ngapain?"

"Bukannya lo marah?"

"ngapain gue marah, itu hak lo kalo suka sama orang"

"Gue cuma mau ngingetin aja"

"Gue nggak mau kalau adek gue yang sakit nantinya"

Ya ampun, bang! Please deh, kenapa lo harus jadi abang gue.

Gue berharap kehidupan gue kaya di novel ataupun di film, dimana adek dan kakak ternyata bukanlah saudara kandung. Kan bahagia gue.

Gue seneng punya abang yang super perhatian. Yang mungkin itu bisa dibilang berlebihan.

Jujur gue seneng, ternyata abang gue nggak marah sama gue. Tapi tentang suka, gue nggak pernah suka sama siapapun. Kenapa abang gue bisa nangkep kalau suka sama orang?

Okey, jadi kesalahpahaman antara gue dan abang gue, gue anggep ini kelar. Dan sekarang tinggal satu permasalahan lagi, Maxy.

Gue nggak tahu kenapa si emak gue yang satu ini tiba-tiba berubah. Mungkin gue ada salah, tapi seharusnya dia bilang kenapa biar gue bisa tahu dimana letak kesalahan gue.

Di saat jam istirahat, seperti biasanya kita semua berkumpul di kantin. Gue sengaja milih berdua sama Maxy, biar bisa kelarin masalah gue dan dia.

"Mak"

"Hm"

"Sebenernya lo kenapa?" gue langsung to the poin.

"Gue nggak papa." jawabnya singkat.

"Nggak mungkin nggak papa"

"Kan gue udah bilang gue nggak papa! "

"Bohong"

Ya ampun, kenapa sih lu harus bohong.

"Kok lo jadi main rahasiaan gini sih?"

"Oh rahasia ya!"

Kini nada suaranya mulai naik. Gue bener-bener nggak tahu kenapa?

Gue diam, ngebiarin nih anak buat ngomong semuanya.

"Siapa yang mulai main rahasia duluan?"

"Siapa yang udah mulai lupa sama sahabat lamanya"

"Jangan lo pikir, lo udah dapet temen baru dan lo lupa sama temen lama!"

Apa maksudnya? Gue nggak paham apa yang dia omongin.

"Gue nggak paham mak?"

"Jangan pura-pura nggak paham deh lo!"

"May, gue beneran nggak paham"

"Siapa yang bilang nggak papa padahal lagi ada apa-apa?"

Gue masih belum nemu titik terang permasalahannya.

"May, coba lo bilang yang jelas. Gue nggak paham"

"Ck, jelas lah. Nggak mungkin lo paham sama omongan gue yang nggak jelas ini kan?"

Mak, ada apa sih lo?

"Bukan gitu maksud gue. Gue cuma minta coba aja lo bilang inti permasalahannya apa."

"Oke, permasalahannya adalah lo udah punya temen baru dan lupain temen lama lo ini"

Apa? Emang iya sih semenjak gue kenal sama Airin gue jadi lebih sering bareng dia, tapi bukan berarti gue lupa sama Maxy.

"Lo pikir gue nggak sakit nda, pas lo ada masalah dan bukan gue yang jadi pundak lo."

"Gue tahu lo nangis di kamar mandi kan?"

Dan kini dia tahu ternyata kalau waktu itu gue nangis.

"Tapi, Kenapa lo nggak samperin gue."
Gue coba tanya.

"Gue mau kesana tapi lo udah ada Airin, jadi gue pikir lo udah nggak butuh gue lagi."

Kini mata gue mulai memanas.

"Maaf"

Dia berlalu pergi, dan gue mau permasalahan ini kelar hari ini juga. Gue kejar Maxy sampai di taman, tempat dia biasa menyendiri atau sekedar menemukan kenyamanan.

"Mak"

"Nggak usah panggil gue gitu, gue bukan emak lo!"

"Okey, May tenangin diri lo dulu. Gue mau ngomong"

Gue berharap kesalahpahaman ini nggak ngerusak persahabatan yang udah dibangun sejak lama.

"Iya, gue minta maaf May. Gue salah, gue yang salah disini."

"Tapi tolong percaya sama gue, lo adalah sahabat gue dan akan tetap begitu."

Dan akhirnya gue nggak bisa nahan air mata gue.

Gue memeluk Maxy, kemudian kita berdua menangis bersama.

Hanya ada kata maaf diantara kita, saling menyalahkan diri sendiri.

Kesalahpahaman itu menyakitkan,
Menjauhkan hubungan,
Tanpa sebab yang memungkinkan,

Kesalahpahaman tidak akan terjadi,
Jika kita saling mempercayai,
Itulah yang menjadi sebuah kunci,
Dalam keutuhan sebuah hubungan.

"Maaf"

Kita berdua melepaskan pelukan dan saling menghapus air mata satu sama lain.

Alhamdulillah, gue bersyukur kesalahpahaman ini bisa berakhir.

"Kita ke kelas?" Ajak gue setelah memastikan tidak ada lagi air mata dan di jawab dengan anggukannya.

********
Alhamdulillah bisa UP lagi nih, meski cuma sedikit sih.

Jan bosen-bosen buat nunggu lanjutannya ya, intinya Author udah nyiapin lanjutan ceritanya cuma jaringannya aja yang nggak lancar.

Terus baca lanjutannya oke😅

Hijrah With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang