Scroll-scroll
Gue mulai scroll sampai bawah, hati gue mulai gelisah.
Ternyata banyak banget dosa yang udah gue perbuat.
Banyak banget yang gue dapat dalam waktu yang singkat.
"Seburuk inikah gue?"
Gue ngaca, gue nangis. Bahkan gue nggak sanggup buat ngeliat pantulan gue dicermin.
Apakah gue salah satu kaum yang mempermalukan kaumku sendiri?
Seperti RA. Kartini yang berusaha keras untuk memperjuangkan hak para wanita, justru gue sebaliknya.
Sekilas gue berpikir untuk membuka hijab.
'mungkin lebih baik gue sempurnain dulu akhlak gue sebagai wanita.'
Sekali lagi aku salah.
"Hijab itu wajib bagi wanita nda, kita diwajibkan untuk menutup aurat." Kata Airin,
"Jangan sangkutkan dengan akhlak jelas itu berbeda." Sambungnya.
Oke, untuk itu gue paham dan mengurungkan niat. Gue berusaha untuk istiqomah dijalan Allah.
Tapi bagaimana dengan Radit?
Apakah gue harus udahin semuanya? Tapi gue udah terlanjur sayang.
Keesokannya gue ketemu sama Radit, gue langsung cerita dari awal sampai akhir.
Selama bercerita dia cuma manggut-manggut, entah paham atau tidak.
"Emm...dit." Panggil gue ragu.
Radit justru cuma menoleh, sekejap bola mata kita bertemu. Gue jadi makin ragu buat ngungkapin semuanya.
"Gue minta maaf"
"Buat?" Tanyanya.
"Gue udah banyak dosa dit, gue takut bokap gue yang kena imbasnya. Gue nggak mau nambah lagi..." Gue sempat terhenti.
"Gue mau kita udahan ya dit" Kata itu akhirnya terlepas dari mulut gue.
Radit justru tidak kaget sama sekali.
"Nda, apa yang lo lakuin udah bener."
"Oke nggak papa, gue terima."
"Gue yang harusnya minta maaf, udah buat lo masuk dalam lubang dosa yang cukup dalam. Tapi satu hal yang harus lo tahu...." Katanya.
Gue menunduk tak kuasa menahan tangis. Tangannya menangkup wajah gue dan menegakkannya membuat mata kita saling beradu.
"Gue masih sayang sama lo." Katanya.
Cuma itu batas terdekat yang udah kita lewati selama pacaran, nggak lebih. Nggak ada istilah kecup tangan, kening, atau yang lainnya.
Bisa merasakan kehangatan yang mengalir dari tangannya membuat gue lebih tenang.
"Lakuin apa yang menurut lo dan agama lo bener." Katanya kemudian beranjak pergi.
Gue cuma bisa liat punggungnya yang mulai menghilang.
Tempat itu lenggang, menyisakan gue yang masih terisak.
Tak lama berselang, gue mengusap air mata yang nggak bisa berhenti.
Baru gue beranjak, gue lihat kedua sahabat gue udah berdiri didepan gue.
Kita bertiga berpelukan. Air mata yang gue usap udah nggak bisa ditahan, meluncur bebas ditengah dekapan sahabat gue.
Disaat gue rasa cukup, perlahan kita melepas pelukan.
"Apa yang lo lakuin udah bener nda" Kata Airin disusul anggukan May.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah With You
Teen FictionHijrah itu mudah, yang susah istiqomah. Namun bersamamu aku mampu melewatinya. "Dulu gue belum terlalu paham arti berhijrah. Hampir gue jauh dari sang kuasa, hingga akhirnya Allah mengirim seseorang untuk membantu gue berhijrah."