26

724 87 2
                                    

"Wih, rapi amat Bang!" heboh gue natap Bagas yang lagi rapi-rapi kemejanya.

"Ganteng gak?"

"Gantengan gue sih," jawab gue sambil nyengir. "Mau kemana? Ngapel? Mentang-mentang udah punya cewek ih."

Bagas ketawa kecil, "Ya iya dong. Emangnya elo, gak jelas hubungannya sama Harja."

"Kok Bang Harja sih. Fio gak suka sama Bang Harja."

"Udah, ngaku aja. Gak ada yang gak baper dipeluk sama Harja." Kemudian Bagas cekikikan.

"Siapa suka gue? Lo?" tanya Harja yang tiba-tiba dateng sambil nunjuk gue.

"Ngaco nih Bang Bagas." Gue ninggalin kamar Bagas sambil nutupin muka gue. Malu laaah.

"Yah, kabur bocahnya!" ledek Bagas sambil ketawa-ketawa.

Harja langsung jalan ngedeketin Bagas. "Eh, gue emang jelek ya?"

Bagas langsung deketin bibirnya ke telinga Harja. Kemudian ngebisikin, "Punya kaca, 'kan? Ngaca sana!"

Harja langsung ngacakin rambut Bagas yang udah rapi. Bagas auto ngomel, "Susah ini rapiinnya, bajingan!!"

Setelah semuanya beres, Bagas langsung ngambil ponsel sama kunci mobil. "Gue pulang malem, kunci aja gerbangnya!" teriaknya ke Harja yang asik duduk di teras. Harja yang mager nanggepin Bagas cuma ngacungin jempolnya doang.

Gue pening banget diem di kamar gara-gara pada ngumpul di kamar Jilian. Apa lagi Jilian suaranya kayak toa. Ekspektasi baper sama drama malam ini semakin tipis. Akhirnya gue memutuskan buat turun ngambil eskrim di kulkas. Ngeliat halaman depan yang sepi, bikin kaki gue melangkah ke sana dan berhenti di ambang pintu utama. Saat itu juga gue baru sadar kalo ada Harja lagi diem sambil numpu kepalanya pake tangan.

"Hutang itu harus dilunasin, Bang, bukan dipikirin," kata gue sambil nahan senyum.

Harja yang emang ngelamun langsung nengok ke gue, "Ngagetin aja lo."

"Lagian mikir hutang sampe tengkleng begitu kepalanya." Gue berakhir duduk di bangku sebelah Harja.

"Siapa bilang gue lagi mikir hutang?"

"Jadi, mikir cicilan?"

"Apa lagi cicilan." Muka Harja langsung kesel gitu. Gue malah ketawa liat dia.

"Berarti lagi mikir balikan sama mbak mantan," tebak gue asal.

"Ngaco dah!" sahut Harja sambil buang pandangan. Gue gak bisa berhenti ngakak buat yang satu ini. "Gak cocok lo jadi peramal."

"Emang gue bilang kalau gue peramal?"

"Bodo deh, Fi!"

Gue semakin ngakak liat Harja kesel. Gak bisa diajak bercanda emang dia. Kaku banget kayak kawat. Akhirnya kita berdua diem, gue sibuk makanin eskrim, Harja sibuk ngelamun lagi. Gak ada yang terganggu sama keadaan ini. Bahkan gue ikut ngelamun sambil makanin eskrim.

"Fi."

"Ya? Ada apa?"

Ada sedikit jeda sebelum dia ngomong. "Lo udah bener-bener sembuh?"

"Kalau gue makan eskrim, berarti udah sembuh, Bang," jawab gue enteng.

Harja ketawa kecil, "Bocah sih, makannya eskrim."

"Mau?" tawar gue.

"Boleh."

"Dasar bocah!" ledek gue kemudian bangkit ngambil eskrim di kulkas. Harja malah ketawa denger ledekan gue.

"Sampai mana tadi?" tanya Harja waktu udah nerima eskrimnya.

"Nyampe depok kali, atau udah nyampe Jogja?"

"Oh iya, lo kenapa gak bilang kalau punya alergi?"

"Alergi bukan hal yang bisa dibanggain, Bang. Ngapain juga gue bilang. Toh, gue bisa ngehindarin itu sendiri."

"Ya karena lo gak bilang, kemarin jadi salah makan, 'kan?"

Gue ketawa gitir, "Iya sih. Namanya juga gak sengaja." Gue ngebuka kertas eskrim lebih lebar. "Kata Tante Tiara, lo ... sering ke RS ya?"

Bisa gue lihat Harja berhenti makan bentar, "Ya kan gue presiden di sini, jadi gue tanggung jawab."

Gue tau muka dia panik waktu jawab. Tapi gue pura-pura gak tau, karena pasti dia malu banget. "Iya deh, pak presiden!" ucap gue sambil menekankan kata 'pak presiden'.

Gue teringat lagi apa yang terjadi sama Harja kemarin, "Kemarin lo beneran di culik, Bang?" tanya gue.

Harja ngangguk, "Iya, diculik Papa sendiri."

"Syukur deh," jawab gue.

Harja nengok ke gue, natap gue bingung, "Kok syukur?"

"Orang mah milih kalau mau nyulik. Palingan kalau nyulik elo, malemnya langsung dibalikin. Galakan elo dibanding penculiknya."

Harja ketawa kecil, "Tapi bener kok, gue diculik sama Papa gue sendiri."

"Masalah keluarga, Bang?" Harja ngangguk.

"Udah kelar?" Harja ngangguk lagi.

"Syukur deh kalau udah kelar." Lagi-lagi Harja nengok ke gue dengan muka bingung. "Apaan sih, Bang? Gue seaneh itu apa? Atau jawaban gue salah?"

"Yang gue sering temuin itu pada nanya dulu masalahnya apa, kok lo gak nanya?"

"Gue tau kali batas kepo itu sampe mana. Gue bukan orang yang tertarik sama privasi orang."

"Kalau gue mau cerita?"

"Yaudah cerita, gak gue tarik pajak juga perkalimatnya."

Harja jadi ketawa denger jawaban gue. "Sekarang keliatan ngeselinnya, ya?" Gue malah menanggapi Harja dengan muka sok imut. Bukan sok sih, emang imut kok gue.

Setelah itu Harja cerita dari awal dia diculik, debat sama ayahnya, nyari informasi kakaknya, hampir kecelakaan sama Bagas, sampai akhirnya masalahnya selesai di kontrakan kakaknya. Gak ketinggalan juga soal minta motor gak dikabulin. Entahlah gue menikmati banget ceritanya Harja. Cara dia ngomong, intonasinya, tangannya yang gerak-gerak deskripsiin adegan, gue menikmati semua itu langsung di depan mata gue.

"Jadi, di sini sekarang gue berada," ucapnya mengakhiri cerita sambil senyum lebar. Gue cuma ngangguk-ngangguk doang nanggepin cerita Harja. "Ekspresi lo biasa banget, cerita gue belibet ya? Atau gak menarik?"

"Menarik kok. Gue suka," jawab gue kemuian melahap eskrim gue untuk terakhir kalinya.

Ada keheningan lagi setelahnya. Gak ada yang bicara. Gue menimang-nimang kalimat gue. Haruskah gue ngomong sekarang?

"Bang." Harja langsung nengok ke gue. "Sabtu gue balik."

Harja langsung ngelepasin eskrim dari mulutnya. "Udah sebulan emang?"

"Belum sih, tapi kan gue harus persiapan juga, Bang. Balik kuliah nanti dosen gue langsung ngadain praktik semester kemarin."

Harja cuma diem sambil terus makanin eskrimnya. Keadaan canggung ini pecah waktu Yudhis dateng sambil makanin jajan. "Besok Bagas ulang tahun," katanya.

"Jangan pecah telor lagi, udah pada bangkotan juga," ucap Harja tanpa nengok ke Yudhis.

Yudhis cuma ngerutin alisnya, ngelirik ke gue meminta penjelasan. Gue cuma ngangkat bahu sambil bilang, "Gak tau," tanpa suara.

"Besok aja dah diomongin," ucap Yudhis kemudian masuk lagi.

[]

SUMMER HOLIDAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang