"Heh bajingan! Beresin dulu!" teriak Jilian ketika semua udah pada tepar di ruang tengah.
"Kayak gak ada besok aja," ucap Dito yang gak kuat buka matanya.
"Yaudah." Kemudian Jilian ikut tidur di ruang tengah.
Gue membuka mata gue tepat saat Jilian mulai ngorok. Mata gue menyusuri manusia berserakan di ruang tengah ini. Harja yang tidur sebelahan sama Bagas di sofa, Yudhis yang tidur di paha Bagas, Jovian yang ngeringkuk kayak udang di karpet, Jilian yang tengkurep tapi ngoroknya kenceng banget, Dito yang tidurnya pelukan sama Candra. Segera gue ngeluarin ponsel buat ambil foto mereka. Hehe, iseng, buat kenang-kenangan.
Setelah satu jepretan, gue beralih beresin ruang tengah. Buang segala sampah yang ada. Cuci semua piring kotor. Terakhir ambilin mereka selimut.
Pagi datengnya cepet banget disaat gue gak kepengen pagi dateng. Gue turun dari ranjang dan langsung ke kamar mandi. Jam masih nunjuk angka 9. Masih ada waktu buat packing.
Sementara gue sibuk di kamar sendirian, ada 7 manusia yang udah bangun dari tadi. Selimut yang gue pasang semalem udah terlipat rapi di atas sofa. Udah dijadiin bantal sama Bagas. Sebuah ketumbenan mereka semua adem ayem duduk di ruang tamu sambil makanin buah. Gak ada yang ke kamar mandi sejak bangun tadi. Kebelet pun cepet-cepet balik lagi.
"Andai gue hidup kayak patrick," ucap Jilian tiba-tiba.
"Goblok lo kan setara sama dia," sahut Bagas sambil gigitin remot tv.
"Enak aja! Pinter gue lah!" protes Jilian. "Gue pengen jadi patrick tu karena dia hidupnya minimalis. Rumah aja di bawah batu. Barang seadanya. Udah miskin, hidupnya damai setosa pula!"
"Yaudah, keluar aja dari kosan. Dengan senang hati gue persilakan," ucap Jovian.
"Jangan hidup kayak Candra aja pokoknya. Game mulu! Menang kaga, abis listrik banyak iya!" ledek Yudhis.
Candra udah natap Yudhis tajam. Padahal dari tadi dia cuma duduk diem sambil nonton TV, masih aja kena ledekan.
"Sial, gue ada janji hari ini!" pekik Dito sambil garuk kepalanya.
"Batalin aja batalin," ucap mereka gaduh.
"Paling nge-date lagi," ledek Candra.
"Tau nih, mentang-mentang udah dinotis sama mbak gebetan!" tambah Bagas.
"Iri kan lo?!" sahut Dito.
"Gebetan doang ngapain iri? Gue udah punya Oliv yang statusnya pacar!" pamer Bagas.
"Hiyaa! Ke depan sono, gue kasih sabit sama parang! Awas aja lo berdua kaga gelud!" Semua auto diem setelah Jovian nyahut.
"Kok udah pada bangun?" tanya gue yang turun dari tangga sambil angkat koper gue. Harja langsung lari buat bantu gue turun. Bukan jawab, mereka semua malah cengengesan.
"Dijemput apa naik kereta?" tanya Dito.
"Dijemput. Nanti kesini kok."
Tiba-tiba semua pasang muka lucu. Bergantian minta gue buat tetep di sini. Bahkan Jilian minta gw biar gue pindah kampus aja. Suka ngaco emang.
"Kalian jangan lucu-lucu dong, nanti gue gak mau balik," ucap gue pura-pura mewek. Seketika semuanya ikut newek.
"Dibilang gak usah pergi," ucap Bagas.
"Enak aja!" Gue pukul lengan Bagas pelan.
"Fiooo, udah siap?" tanya Tante Tiara yang jalan dari gerbang kosan.
"Udah Tante. Mama udah dateng?" tanya gue. Belum Tante Tiara jawab, ketujuh laki-laki itu langsung masuk kamar masing-masing. Tante Tiara angkat alisnya, minta penjelasan ke gue. Sedangkan gue cuma angkat bahu, gak tau apa-apa.
Gak butuh waktu lama, satu persatu dari mereka balik lagi ke ruang tengah. Cuma dandanannya lebih rapi dan lebih wangi.
"Kalian kenapa?" tanya gue heran.
"Mau ketemu nyokap lo, yakali kita dandanannya kucel," jawab Jilian sambil semprotin parfum.
"Gaya! Padahal biasanya juga buluk," ucap gue sambil nahan tawa.
"Enak aja! Mas Jilian selalu tampil stylish," sombong Jilian sambil bersihin noda di pundaknya. Manusia kayak gini iyain aja biar gak bikin darah tinggi.
Tepat setelah Jilian nyombongin diri, klakson di depan udah bunyi dua kali. Bagas sama Harja gercep lari ke depan buat buka gerbang.
"Selamat siang Tante," ucap mereka barengan sambil nunduk kasih salam.
"Siang, anak Tante mana ya?"
"Mama! Fio kangen!" rengek gue di pelukan Mama.
"Iya Mama juga kangen. Lepas ah, malu tuh diliatin orang ganteng!"
Semua auto berdeham sambil benerin baju kalau gak poni. Dasar sok kegantengan emang. Giliran gini aja pencitraan banget.
"Ti, makasih ya udah jagain Fio. Sorry banget kalau dia ngerepotin. Emang gitu anaknya," ucap Mama sambil ketawa. Tante Tiara cuma ngangguk kemudian cipika-cipiki.
"Gak makasih juga sama anak-anak gue? Mereka bodyguard-nya Fio loh!" ucap Tante Tiara.
"Mau minum teh dulu, Tan?" tanya Harja agak kikuk.
"Tante agak buru-buru nih. Kapan-kapan Tante ke sini lagi deh buat ngeteh sama kalian," jawab Mama ramah.
"Langsung nih, Ma?" tanya gue yang cuma dijawab anggukan sama Mama.
Mereka bertujuh langsung rebutan koper gue buat pembuktian siapa yang jadi gentleman bisa ngangkat koper gue dan masukin ke bagasi. Tentu aja oknumnya si Bagas, tenaganya tenaga kuda.
"Makasih ya," ucap Mama kemudian salaman sama semua anak kosan juga Tante Tiara.
"Tante, Fio pulang dulu ya. Makasih udah ijinin Fio liburan di sini bareng mereka." Tante Tiara tarik gue ke pelukannya. Diciumnya pipi dan kening gue.
"Kuliahnya yang rajin ya, sayang!" Gue mengangguk sebagai jawaban.
"Abang-abang yang ganteng, makasih ya udah jagain Fio di sini. Makasih juga atas segala kebaikan kalian. Karena kalian, liburan Fio bukan sekadar tidur dan main ponsel doang seharian."
"Baik-baik ya Fi," ucap Dito.
"Jangan pernah main game, nanti kecanduan kayak gue," ucap Candra.
"Jangan keluar dari grup ya," ucap Jovian.
"Kuliah yang rajin yak!" ucap Bagas sambil acak kepala gue.
"Baik-baik di sana, jangan telat makan," ucap Yudhis.
"Jangan lupa sama kita pokoknya," ucap Harja sambil rapihin rambut gue yang diacak-acak Bagas.
"Dadah musuh gue," ucap Jilian sambil dadah-dadah.
Setelah perpisan yang bikin gue sesek, akhirnya gue masuk mobil dan pasang sabuk pengaman. Gue tatap lagi wajah-wajah yang akan gue kangenin selama di rumah nanti.
Mobil Mama udah keluar dari halaman. Bagas juga udah nutup gerbangnya. Perjalanan menuju rumah akhirnya dimulai. Ninggalin kenangan yang udah ikut keangkut mobil. Baru beberapa meter aja gue udah kangen. Tiba-tiba ponsel gue bunyi. Ada nama Harja tertera di sana.
Pesan itu gue buka. Menampilkan foto mereka yang lagi gaya sambil hadap kamera. Bahkan Tante Tiara juga ikut gaya lucu di sana.
Harja : We're still in the same sky. Don't forget about us, and about 'us'.
Harja : I love you.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
SUMMER HOLIDAY
FanfictionMungkin kalau bukan karena Mama yang harus pergi ke luar kota sama Papa, gue gak akan dateng ke Jakarta. Mungkin juga kalau bukan karena Tante Tiara yang punya anak banyak, gue gak akan berdiri di depan kosan terbesar di komplek ini. Sayangnya, kata...