تِسْعَةٌ

1.9K 135 0
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

9. Jumat Bersama Al-Kahfi

Rutinitas yang tidak pernah terlewat santri di setiap malam dan hari Jumat, yaitu membaca surah Al-Kahfi. Bagi Veli, itu adalah hal baru yang dicintai. Mendengar nama surahnya, gadis itu langsung suka, setelah membaca artinya, tiba-tiba jatuh cinta. Selesai membaca sampai akhir, satu per satu santri mulai mendirikan salat dhuha.

Kegiatan selanjutnya bebas, karena lembaga sekolah di bawah yayasan pesantren Darul Ulum Al Baar menetapkan hari Jumat dan Ahad diliburkan. Sebagaian santri ada yang kembali ke asrama, ada juga yang melanjutkan tadarus dan menambah hafalan.

Veli tidak ada salah satu sekumpulan itu. Dia memilih menelusuri jalan setapak menuju rumah Ustadzah Emil yang berada di sebelah utara kantin asrama. Buku iqra yang di tangannya sedikit disembunyikan, karena itu adalah hal memalukan. Tapi semangatnya untuk belajar tidak pernah pudar.

"Assalamuaikum, Ustadzah." Tidak lama kemudian, pintu terbuka, menampilkan sosok wanita berkepala tiga dengan gamis lebarnya. Disambut dengan senyum dan jawaban salam membuat Veli juga ikut melengkungkan sudut bibir ke atas.

Veli sadar akan keterlambatannya. Di saat sudah remaja seperti ini, dia baru belajar mengaji. Dia ingin memaki, tapi pada siapa? Tidak ada yang harus disalahkan. Orang tua Veli tidak menuntutnya harus bisa mengaji, lingkungan dulu tidak mendukung untuk belajar mengaji, dan Veli tidak ada kemauan belajar mengaji.

Saat tes masuk pesantren, di kartu privat mengaji tertulis bahwa Veli iqra 5. Kelas sebelas, mengaji masih iqra, itu memalukan. Namun, hal itulah yang menjadi semangatnya untuk belajar, sampai meminta Ustadzah Emil menjadi guru privat di luar jadwal pesantren.

"Itu ikhfa," ujar Ustadzah Emil sambil menunjuk huruf nun mati bertemu huruf tsa.

Veli mengulang apa yang dibaca, bedanya sekarang didengungkan. Kesalahan adalah hal wajar dalam belajar. Teguran itu juga faktor utama Veli untuk lebih hati-hati dalam membaca, supaya kesalahan bisa diminimalisir. Pencapaian yang hebat, Veli berkembang pesat. Gadis itu mengaji dari iqra 6 halaman empat sampai tiga belas. Di rasa Veli sudah mampu, Ustadzah Emil membuka halaman tiga puluh. Beliau menyuruh Veli membacanya dengan tartil.

"Ini apa, Veli?" Ustadzah Emil menunjuk huruf ya yang sebelumnya ada kasrah.

Veli sempat mematung sejenak, mengacak-acak isi otak untuk mencari jawaban. "Mad ...." Telunjuknya menggaruk pelipis yang tidak gatal. Perlu beberapa detik untuk Veli berpikir, meski matanya sudah membulat penuh mengamati apa yang ustadzah itu tunjuk. "... asli?" jawabnya dengan penuh keraguan.

"Atau?"

Senyum kakunya ditunjukkan, berharap wanita di depannya mau memberi jawaban. Namun hasilnya kesia-siaan. Membuat Veli harus berpikir lagi. Sampai akhirnya Ustadzah Emil memberi bocoran.

"Alif ba'da fathah, ya ba'da--"

"Matthabi'i," jawab Veli dengan antusias. Kepalanya ditepuk sendiri, merutuki diri yang bodoh. Gitu aja jawabnya susah, Vel! Bodoh kamu.

"Coba satu halaman ini kamu cari tajwidnya."

Satu per satu dia temukan hukum tajwid. Setelah memberi tahu namanya, Veli ditanya lagi harus diapakan bacanya. Beruntunglah di kamar sering belajar tajwid dengan teman sekamar, jadi Veli tidak merasa kesulitan.

Dinamika Hati [SELESAI ✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang