بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم ِ
12. Aku Takut
Laki-laki berkacamata minus itu keluar dari mobil, disusul oleh seorang gadis berpakaian seragam putih abu. Kedua anak remaja tersebut berlalu masuk ke rumah kado. Mereka lengket sekali, seolah ada perekat sampai terus berjalan beriringan. Orang mengira mereka itu sepasang kekasih, karena cara pandangnya begitu dalam, tawa kompaknya sangat renyah. Sesekali laki-laki itu merangkul gadis di sampingnya. Terlihat romantis, layaknya remaja pacaran pada umumnya. Namun nyatanya, mereka tidaklah lebih dari sekadar sahabat. Iya, hanya sahabat.
"Jea, ini bagus, nggak?" tanya laki-laki itu menunjukkan sebuah kotak musik bola salju kristal.
"Bagus, kok," jawab Jea disertai seulas senyum. "Buat siapa?"
"Veli."
Seketika senyum gadis itu luntur. Untuk mengalihkan perhatian, Jeani sengaja memisahkan diri dengan laki-laki itu. Dia mencoba menyibukkan diri meraba-raba benda apa saja yang menarik. Risiko menyimpan rasa dalam diam adalah harus bisa menahan cemburu dalam diam juga.
Jeani suka laki-laki itu. Dari segi fisiknya sudah tentu, tinggi, putih, ditambah gigi gingsulnya. Ciptaan Tuhan yang sempurna. Cerdas, romantis, dan setia. Siapa yang tidak tergila-gila? Sayangnya hanya seorang gadis bernama Velicia Navvirel Aulia yang beruntung mendapatkannya.
Di tengah sibuknya melihat-lihat jajaran buket bunga, tiba-tiba sebuah tangan menutupi wajahnya. Dia berbalik, matanya terpaku pada laki-laki yang membiusnya dengan senyum lebar.
"Lo mau buket bunga?" tanyanya sambil menaikkan sebelah alis. Tangan kanannya mengambil asal sebuah buket, lalu memberikannya pada Jeani. "Nih, gue kasih. Lo kan jomblo, jarang-jarang kan dibeliin yang beginian? Paling terakhir dibeliin buket itu pas graduation SMP, ya?" Dia tertawa, beda lagi dengan gadis di hadapannya yang malah mencerutkan bibir.
Jangan baper, Jea! Please, jangan terbang.
"Cieee pipinya merah." Laki-laki itu semakin puas tertawa. "Gitu aja baper. Dasar kamu."
Makanya jangan terbang. Dijatuhin lagi, kan.
Jeani berusaha menarik kedua sudut bibirnya. Meski napasnya sesak, jantungnya berdetak lebih cepat, perutnya dipenuhi kupi-kupu, dia harus terlihat baik-baik saja. "Rese!" Refleks gadis itu mencubit lengan atas laki-laki di depannya.
"Ih, kok dicubit, sih?" tanyanya minta dikasihani sambil mengelus jejak cubitan.
"Gue terima buketnya, ya! Makasih my best friend," ucapnya untuk mengalihkan pembicaraan.
Usai kotak musiknya dibungkusi kertas kado, laki-laki itu menenteng hadiah untuk Veli dengan senyum mengembang. Lama tidak bertemu, pasti gadis itu akan marah padanya dan menuntut penjelasan kenapa hari Ahad yang lalu tidak ke pesantren.
"Eh, Vid! Kita ke pesantren pake seragam? Nggak salah?" Jeani menatap David yang fokus menyetir.
"Nanti gue gantilah. Kan dari rumah udah bawa baju ganti."
"Ish ... terus gue?" Kedua telunjuknya menunjuk diri sendiri disertai kening yang melipat.
"Derita lo itumah. Siapa suruh mau ikut gue ke pesantren."
"Dasar cowok resek! Selalu nyebelin!"
Respon David hanya menggeleng, lalu kembali fokus pada jalanan. Sesekali dia melirik Jeani sedang mencium buket bunga darinya. Rasa bahagianya terlihat dari seulas senyum. Baru sekarang dia menyesal kenapa tidak beli buket untuk Veli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinamika Hati [SELESAI ✔]
SpiritualKemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penya...