9. apa yang terjadi?

15.1K 2.9K 196
                                    

Pada rutinitas akhir pekan, biasanya keluarga Jung akan berolahraga dengan berlari ringan mengitari kediaman mansion. Jeffrey sebagai seorang ayah yang ingin anaknya tak hanya sekedar bermain ponsel di dalam rumah atau bermain dengan teman jika sedang libur. Maka dari itu Jeffrey selalu mengajak Jonathan untuk berlari-lari di pagi pada akhir pekan, sekaligus mengeratkan kebersamaannya dengan sang putra.

Seraya memacu pijakan kakinya, Jonathan sesekali membuat obrolan dengan Jeffrey agar tidak merasa kosong. Walaupun sebenarnya Jonathan masih menyimpan rasa kesal pada Jeffrey karena telah berbohong menutupi keberadaan ibunya.

Saat melewati kediaman Moon, para Jung melihat Taeil dan Yaheskiel tengah bersiap-siap bersama dua buah koper berukuran besar di samping mobil. Jonathan mengerutkan kening, lantas membelokkan arahnya menghampiri Yaheskiel.

"Kiel!" Panggilnya dari jauh sebelum menghampiri Yaheskiel. Jonathan melanjutkan, "mau kemana?"

"Oh ini, gue sama ayah mau ke Jerman, kan mau libur musim panas nih. Biar gue gak diejek gak punya kampung halaman." Jelas Yaheskiel mengakibatkan Taeil dan Jonathan terkekeh mendengarnya. Tak lama berselang, Jeffrey tiba di hadapan ketiganya.

"Baik-baik di Jerman, bro." Pinta Jeffrey pada Taeil yang membuatnya mengangguk. Kedua ayah tunggal ini saling mengobrol di samping Jonathan dan Yaheskiel yang akhirnya memilih untuk sedikit menjauh.

"Lo beneran liburan disana?" Jonathan menyeka keringatnya.

Yaheskiel mengangguk, "emang lo kira gue mau jadi gembel disana?"

"Enggak gitu. Kan baru banget lo—eh gak juga sih. Ini kesekian kalinya lo liburan keluar negri. Tapi, tumben ke Jerman?"

Yaheskiel mengendikkan bahu, "mungkin ayah gue emang mau kesana."

Jonathan mengangguk paham setelah mendengar jawaban remaja lelaki bermarga Moon itu.

• • •

Mansion Nakamoto

"Jadi, Rin harus selipin poni kesini, ya. Nah abis itu, Rin pilih deh mau pake jepitan warna apa."

"Kakak Jean suka warna apa?"

"Kalau jepitan kayak gini, kakak suka warna putih."

"Oke aku mau itu."

Telinga Dylan terus mendengar obrolan Jeanne—gadis si pengasuh adiknya—yang sedang duduk di atas karpet tebal bersama Dyrin. Keduanya tak jauh dari lelaki yang sedang sibuk bermain game itu. Akhir-akhir ini Dylan memang selalu bertemu dengan Jeanne. Namun sayangnya mereka berdua tidak akrab sama sekali. Dylan juga berpikir bahwa tidak begitu penting jika harus dekat dengan pengasuh Dyrin. Toh yang dijaga itu Dyrin, bukan Dylan.

"Kakak Dylan." Panggil Dyrin yang dijawab deheman oleh Dylan. "Papa kok belum pulang?"

"Papa lagi beli barang-barang kebutuhan buat kita ke Osaka nanti."

"Oh, gitu. Nanti Kak Jean juga ikut, kan?" Jeanne menggeleng. "Kenapa? Kenapa kakak gak ikut? Kalau Kak Jean gak ikut, Dyrin juga gak mau ikut."

"Loh, jangan. Kan kamu udah bareng Kak Dylan." Balas Jeanne lembut membuat Dylan menoleh.

Sembari menyilangkan kedua tangannya Dyrin berujar, "Kak Dylan tahunha cuma main game terus!"

"Eh, mana ada?" Jawab Dylan berniat membela dirinya. "Kalau kamu minta cium, kakak cium. Minta ditemenin main dandan-dandanan kakak temenin. Fair, kan?"

SUPERIOR MANSION ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang