Tolong untuk memberi feedback berupa vote dan komentar. Jadilah pembaca yang dapat mengapresiasi sebuah karya, terimakasih.
"Dylan?!" Panggil Yuta saat dia, Dylan, Dyrin dan Jeanne telah sampai di Bandara Kansai, Osaka. Yuta terus menyebut nama Dylan yang malah sibuk memainkan ponselnya sedari pesawat landing dan bahkan kini mereka telah berjalan keluar dari dalam bandara. "Kamu jangan bikin papa emosi, ya. Kita baru sampai."
"Iya, iya." Dylan akhirnya menyimpan ponsel di saku celana sambil membenarkan letak kacamata hitamnya.
"Kamu gak bisa bantu Jean apa? Barang-barang kamu sama Dyrin kenapa harus dia semua yang bawa?"
"Kan dia pengasuhnya Dyrin."
"Terus kamu sendiri? Kamu juga mau diasuh sama dia padahal kalian seumuran?" Pertanyaan bertubi-tubi Yuta dijawab gelengan oleh anaknya. "Ambil koper kamu, bawa sendiri!"
Sambil berjalan untuk mengambil kopernya Dylan bergumam, "ngomel terus, ngomel terus. Gak bisa apa berhenti ngomel." Dylan meraih kopernya dari tangan Jeannne cukup kasar. "Lo juga, kesel gue lihat lo."
Jeanne sedikit tersentak lantaran ia merasa tidak melakukan kesalahan apa-apa. Jeanne hanya bisa diam sambil mengangkat Dyrin yang meminta untuk digendong. Ketika mereka berempat kembali melangkah, secara tidak sadar Yuta menjatuhkan sebuah benda dari tasnya saat mengeluarkan ponsel. Dylan awalnya ingin meraih benda itu, namun saat mengetahui apa yang terjatuh, Dylan mengurungkan niatnya dan kembali berjalan.
Berbeda halnya dengan Jeanne yang berusaha meraih benda itu untuk diperiksa. Ia takut jika saja benda itu penting. Ternyata, itu merupakan undangan pernikahan Danela, ibu dari Dylan dan Dyrin.
"Kenapa kakak mau ambil itu?" Tanya Dyrin yang sudah hapal dengan bentuk undangan pernikahan ibunya yang berwarna peach.
"Ini penting, Rin. Kalau gak ada ini, papa sama kakak kamu nanti gak bisa masuk ke pernikahannya mama kamu, loh."
"Tapi kan, Kak Dylan emang gak mau pergi."
Dahi Jeanne mengerut. Matanya lantas menatap punggung Yuta dan Dylan secara bergantian. Apa—Dylan benar-benar seperti itu pada ibunya sendiri?
• • •
Setelah melakukan perjalanan dari bandara ke pusat kota Osaka, Keluarga Nakamoto dan Kim Jeanne pun telah tiba pada sebuah hotel ternama tempat mereka akan menginap selama beberapa hari ke depan.
"Lan, kamu sekamar bareng papa. Rin, kamu sekamar sama Kakak Jean, ya?" Ujar Yuta sambil membagikan kartu kunci kamar. Dylan, Dyrin dan Jeanne mengangguk paham. Namun sebelum masuk ke kamar masing-masing, Yuta meminta para anak-anak untuk menunggu di lobby karena ia sedang memesan sesuatu.
Saat Jeanne akan berpijak menuju sofa besar, tiba-tiba ia dihampiri oleh Dylan. Lelaki itu berkata, "lo jangan deket-deket ya sama gue. Gue gak mau dibilang keluarga atau pacar lo." Seraya menyetel sorot mata yang tajam.
Lagi-lagi Jeanne dibuat heran dengan tingkah Dylan. Lagipula siapa yang mau berdekatan dengannya? Lagipula—lagi—Jeanne kan memang tidak ada keperluan dengannya. Dirinya hanya mengasuh Dyrin di keluarga ini.
Bohong jika Jeanne tidak kesal dengan sikap Dylan. Ia tahu, jika dirinya hanya seorang pengasuh yang kebetulan mendapat keberuntungan karena bisa dibawa oleh majikannya berlibur ke Osaka. Namun, kenapa Dylan selalu bersikap menyebalkan seperti itu kepadanya? Yuta dan Dyrin saja tidak masalah dengan kehadirannya sejak lama.
Jeanne kembali berjalan menuju sofa seraya menggenggam jemari Dyrin. Gadis kecil itu berkata jika ia sedang mengantuk, maka dari itu Jeanne sigap membereskan keluhan Dyrin. Sewaktu menidurkan Dyrin dipangkuannya, Jeanne melihat Dylan sedang melakukan video call di sofa seberang.
Dylan sengaja menelepon Jung Jonathan yang masih berada di mansion bersama dengan Reyjune dan Richene.
"Wah, lo jahat! Gue kira penerbangan kita sama?"
"Yeee, penerbangan gue mah oke-oke aja. Masa pesawat lo bermasalah, pesawat gue juga? Solid sih solid, tapi kalo gue nungguin lo, itu namanya bucin."
Jonathan memperlihatkan eyesmile-nya."Gue cuma bercanda kali. Mana Yaheskiel ikut nikung penerbangan. Gue kira liburan kali ini dia gak kemana-mana."
"Lah? Yaheskiel kemana emang?"
"Jerman."
"What the fー" Dylan sontak menutup mulutnya saat sadar jika ia baru saja meninggikan nada bicaranya dan mengundang perhatian beberapa orang. "serius lo? Ih, geli. Belagu banget itu bocah."
"Hahaha, lo kenapa dendam banget sama dia?"
"Orang sombong kayak Yaheskiel pantes disimpan sama dendam."
"Woi abang! Bawain Naruto ya dari sana!" Seruan Richene yang secara tiba-tiba membuat Dylan terkejut. "Bawa oleh-oleh! Jangan pelit, bedebah!"
"Lo aja minta banyak ke Om Tyrese gue gak komplain tuh."
"Hehehe."
Sayup-sayup terdengar suara Reyjune yang menyerukan, "eh eh, Marcel sama Dean bertengkar."
"Ah, yang bener?"
"Dimana?"
"Woy, woy, jangan bikin gue ketinggalan beritw dong!"
Kini Jonathan mengambil alih ponsel dari tangan Richene. "Lan, udah dulu, ya. Marcel sama Dean berantem di depan mansion."
"Rekamin dong—yah dimatiin."
Melihat video call-nya yang diputuskan sepihak oleh Jonathan, Dylan pun memutuskan melempar ponselnya yang otomatis terkunci pada permukaan sofa yang kosong. Tak lama kemudian Jeanne datang, menyodorkan sesuatu kepada lelaki Nakamoto itu.
Sodoran tersebut merupakan undangan pernikahan ibunya. Awalnya Dylan ingin marah, sangat marah. Namun karena melihat Dyrin yang kini terlelapa dalam dekapan Jeanne, Dylan berusaha meredam emosinya.
"Selancang itu lo buat gue marah?" Ucap Dylan dengan nada bicara yang semakin mendingin.
"Lo gak akan bisa masuk ke dalam pernikahan dia kalau lo gak punya ini." Jeanne terlihat tenang agar Dylan mau menerima kembali undangan tersebut. Jeanne hanya tak tega mengingat kebaikan Danela yang kerap menceritakan kerinduannya pada Dylan yang lama. Dia hanya ingin berusaha agar Dylan dapat berlapang dada terkait pernikahan ibunya.
Dylan memang menerima undangan yang diberikan Jeanne. Namun ketika bangkit, Dylan melempar kembali undangan tersebut pada lantai dan menginjaknya tepat di depan Jeanne. Kelakuan Dylan lantas dikritik Jeanne. "Lo hanya akan menyakiti hati dia, tolong sedikit dewasa."
"Gue gak peduli. Lagian ini bukan urusan lo, ya. Jangan pernah ikut urusan keluarga gue. Tugas lo cuma urusin Dyrin." Dylan meraih Dyrin dari dekapan Jeanne, yang membuat adiknya itu terbangun. "Kesel gue lihat lo yang jadi pengasuh Dyrin."
Dylan berbalik dan meraih gagang kopernya, meninggalkan Jeanne di lobby tanpa memperdulikan bahwa beberapa menit yang lalu Yuta memberi pesan kepada mereka untuk tetap menunggunya disana. Jeanne menghela nafas berat, menatap punggung Dylan yang semakin menjauh.
Aoki Danela memang benar. Dylan itu sama seperti papanya yang dapat diumpamakan seperti sebuah batu keras, mereka semua akan sangat sulit untuk dipecahkan jika memiliki satu pendirian. Namun tetap saja, mereka akan luluh jika itu menyangkut si gadis kecil mereka, Nakamoto Dyrin.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUPERIOR MANSION ✓
FanficNever mess with families in this superior place! 2019.