Pukul 10:00 pagi waktu setempat, Seo Marcel tampak berjalan masuk menuju area gedung utama sekolahnya yang terasa sunyi. Maklum saja, karena sekarang para siswa seharusnya masih libur. Maksud kedatangan Marcel kesini adalah untuk mengurus kasus yang dituduhkan kepadanya beberapa waktu lalu, kasus narkoba.
Kesejajaran langkah Marcel dengan Dean berubah begitu ia tiba di depan ruang komite sekolah. Marcel menghela nafas saat melihat Johnny memasuki ruang komite lebih dulu. Tiba-tiba lengannya dicegat oleh Dean membuat Marcel menoleh dan mendengar si bungsu berkata, "gue yakin lo gak melakukan hal itu. Lo pasti bisa menjelaskan semua di dalam sana, lo gak salah."
Setelah terdiam, Marcel mengangguk dan meraih tangan Dean. "Sambil menunggu gue diluar, lo doain gue."
"Of course, bro."
Marcel melangkah dengan keyakinan yang pasti, mendudukkan dirinya tepat di samping Johnny sebagai siswa tertuduh. Ia berdehem sesaat, merasakan dirinya ditatapi oleh beberapa guru dan staf. Lagi-lagi terdapat hal yang kembali terulang, yakni Johnny sang ayah tergeraj menggenggam tangannya.
"You can do it, Cel. Daddy believe in you."
"Thank you, dad."
Dukungan keluargalah yang mampu membuat remaja tersebut siap menghadapi tuduhan ini. Awal mendengar dirinya menjadi sasaran empuk kasus narkoba membuat jiwa dan raganya jatuh-sejatuh-jatuhnya. Saat itu rasanya Marcel ingin lari untuk menghilang dari semua masalahnya. Bukan hanya namanya yang terseret, sebagai salah satu pemegang marga Seo, tentu keluarganya akan ikut terkena dampak.
Namun nenek berkata kepada Marcel, jika kamu sedang dihadapkan dengan keadaan sulit, berarti Tuhan sedang mempercayakan skenario dengan akhir terindah hanya untukmu.
Sembari melamunkan beban pikiran yang sedang menghampirinya, orang-orang dihadapan Marcel menjelaskan masalah apa yang sebenarnya terjadi. Dan sialnya narkoba jenis marijuana-lah yang menyebabkan kasus ini terbuka, dan barang ilegal itu ditemukan dalam loker milik Marcel.
"Saudara Seo Marcel?"
"Ah, ya."
"Tolong perhatikan secara seksama."
Marcel mengangguk, melihat layar monitor yang menunjukkan foto letak lokernya. Entah kenapa ini benar-benar membuat Marcel mematung, tak tahu harus melakukan apa. Jika itu benar-benar lokernya, maka...
"Tu-tunggu." Cegat Marcel yang tak sengaja memotong penjelasan yang masih berjalan. "Maaf, tapi—apa bisa foto lokernya di-zoom out sedikit?"
Gambar di layar sedikit di perkecil, membuat mata Marcel menyipit. Ya, benar. Hal yang mengganjal batinnya benar-benar terjadi.
"Kenapa, Cel?" Tanya Johnny.
"I got this, dad." Bisik Marcel sebelum berdehem sebentar, lalu berkata dengan suara yang sedikit lantang kepada semua orang. "Itu bukan loker saya."
Seluruh hadirin terkejut, tentunya heran dengan pengakuan remaja Seo itu.
"Kenapa anda bisa berkata jika ini bukan loker anda, Seo Marcel?"
"Loker saya seharusnya bersampingan langsung dengan loker milik adik saya, bu. Dan bisa dilihat, nama pemilik loker disamping saya gak ada nama Seo Dean. Malah saya gak kenal dengan kedua pemilik loker yang ada di samping loker saya."
Semua orang kembali memperhatikan gambar loker, dan benar. Tidak ada nama Seo Dean di sekitar nama Seo Marcel.
Kerja bagus, Cel!
• • •
Seorang maid yang bekerja di mansion Jung mendadak dikejutkan oleh kedatangan Jonathan tanpa ayahnya. Ia terlihat sangat kelelahan dengan wajah yang memucat, masih dengan menarik kopernya yang berukuran besar. Sontak saja maid yang sudah cukup lama menjadi bagian dari pekerja mansion Jung itu menghampiri Jonathan yang baru saja memijakkan kakinya di dekat pintu utama.
"Tuan Nathan, seharusnya belum pulang hari ini, kan?" Tanya maid buru-buru meraih gagang koper Jonathan namun dicegat oleh pemiliknya sendiri.
"Biar aku yang bawa sendiri, bi. Nanti bibinya capek bawa koper aku." Balas Jonathan dengan senyum tipisnya. Tapi aneh, keringat Jonathan semakin mengucur mengaliri wajah pucatnya.
"Jo." Panggil seseorang di ambang pintu mansion yang masih terbuka. Orang itu adalah Dylan, sepertinya ingin melarikan diri ke mansion Jung seperti kebiasaanya. "Kebetulan banget lo udah pulang. Numpang wi-fi sebentar, dong. Lagi males di rumah."
"Iya, sini masuk."
"Lah." Dylan segera mendekat pada Jonathan. "Lo sakit?"
"Tuan mau makan?" Tanya maid.
"Gak apa-apa, saya—"
Jonathan mendadak terjatuh karena sudah tak cukup kuat menahan kondisinya yang memburuk.
30 menit kemudian
Ditemani oleh Reyjune, Richene, Yaheskiel, Jinan serta Keenan, Dylan kini tengah menjaga Jonathan yang belum sadar dari pingsannya. Lagi-lagi kondisi ini tidak kondusif, maksudnya sedikit canggung diakibatkan kehadiran Keenan. Dylan berbisik pada Yaheskiel yang duduk di sampingnya agar Keenan tidak tahu rasa penasarannya.
"Jadi ini kakaknya Jinan?"
"Iya, jangan absurd ya. Jangan bikin malu."
Mulut Dylan terlihat membentuk huruf O seraya mengangguk ringan.
"Kak Dylan sampai di mansion jam berapa?" Tanya Jinan.
"Tadi malam, sekitar jam 8. Soalnya harus antar Jean dulu."
Dahi Richene mengerut. "Jean? Pacar Om Yuta?"
"Enak aja."
"Dia pengasuh Dyrin." Sanggah Reyjune yang kini membuat giliran Dylan yang mengerutkan keningnya menatap Reyjune. "Kok lo bisa tahu?"
"Kan waktu itu kita main bareng di rumah lo sama Jonathan. Terus kebetulan dia ada, lagi ngajar Dyrin. Itu loh, yang waktu lo lagi sakit." Jelas Reyjune membuat Dylan akhirnya mengangguk ingat pada ucapannya.
"Dedek lucu mana?" Tanya Yaheskiel dengan wajahnya yang berbinar.
"Dyrin? Ada di mansion. Palingan dia lagi main bareng papa gue."
"Bawa kesini dong."
"Nanti, tunggu Jonathan sadar dulu."
Saat Dylan dan yang lainnya terus berharap agar Jonathan akan segera siuman, putra Jung Jeffrey itu akhirnya mengerjapkan mata secara perlahan. Mereka buru-buru mengerubuni Jonathan dengan semakin mendekat, membentuk setengah lingkaran demi melihat dan memastikan kondisinya. Jonathan sedikit terkejut dengan kehadiran teman-temannya yang tiba-tiba.
"Astaga—uhuk, uhuk, hm! Lo semua ngapain disini?" Tanya Jonathan berusaha duduk.
"Bombardir mansion lo." Jawab Reyjune. "Ya nengokin lo, Jo. Lo pingsan tadi, untung ada Dylan."
'Jo' merupakan panggilan dari teman-teman mansion Jonathan. Ah, sebenarnya itu semua berasal dari Dylan yang merasa tidak cocok jika memanggil sahabatnya itu dengan nama panggilan yang dibuat oleh Tuan Jung.
"Kak, masih pusing?" Pertanyaan Jinan diangguki Jonathan. "Sedikit."
"Itu—" akhirnya Keenan-lah bersua dan membuat lelaki lainnya menoleh. "Itu siapa?"
Richene paling awal mengikuti tatapan mata Keenan yang mengarah pada ambang pintu kamar Jonathan. Ia reflek membulatkan matanya, menepuk-nepuk pundak Reyjune terkejut.
"Kak, kak. Itu yang pernah gue bilang, yang nyari mansion Om Jeffrey!" Bisik Richene.
Wanita yang masih berdiri di ambang pintu itu merekahkan senyuman tipis, menyebabkan matanya ikut tersenyum manis. Itu—sama dengan eye-smile milik Jonathan.
![](https://img.wattpad.com/cover/176032850-288-k629722.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Superior Mansion
Fanfiction[✓.] Superior Mansion, tempat di mana para pria-single-parent mapan dan berkelas tinggal bersama para buah hati yang beranjak dewasa. © HATESTRAWBERRY