Part 4

33 11 5
                                    

Saat ia persis duduk di kursinya, gadis itu langsung membuka buku matematika dan mempelajarinya dengan wajah yang terlihat gelisah. Itu kebiasaannya ketika merasa gugup, begitu tak terkendali dengan tangan yang gemetar. Ia juga seperti itu ketika pertama kali mengajak Farel berkenalan.

Farel yang baru datang tak terkejut melihat kondisi Feny saat ini. Seolah ia sudah memprediksi hal ini akan terjadi. Ia menghela napas dengan perlahan lalu mendaratkan bokongnya tepat di sebelah Feny.

Ia melirik Feny dengan kondisi yang masih sama, sepertinya kedatangannya tak memberi dampak apapun. Ini bukan pertama kali ia melihat Feny seperti ini, tapi tetap saja ia bingung harus melakukan apa. Meskipun di dalam hati, ia begitu ingin membuat gadis bermata cokelat gelap itu untuk tenang.

''Bisakah kau lebih tenang?'' Farel memejamkan mata setelah mengatakan itu, tak menyangka jika mulutnya malah mengeluarkan nada begitu pedas di saat seperti ini. Meski dirinya tak bermaksud begitu.

Feny yang mendengar itu lantas menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arah Farel. ''Oh maaf, aku mengganggu ya?'' ia segera menunduk dan mencoba bersikap tenang.

Farel yang melihat itu merasa marah dengan dirinya sendiri, tapi memang ia tidak bisa bersikap manis. Ia sudah mencoba, tapi lihat, hasilnya nihil. Jadi ia akan menggunakan caranya seperti biasa. Dan berharap Feny mengerti dengan maksudnya.

''Kau sudah belajar dengan baik. Dan kau tidak memiliki alasan untuk bersikap berlebihan hari ini.'' Farel mengucapkan seolah tak peduli dan mulai belajar sebelum bel masuk terdengar.

Feny menyandarkan punggungnya dan mengambil napas dengan perlahan. Apa yang diucapkan Farel benar, ia tidak perlu bersikap berlebihan dan terlalu takut dengan sesuatu. Itu malah akan menghancurkan konsentrasinya. Dan itu semakin bahaya untuk beasiswanya.

Ia memang begitu membenci dirinya yang begitu penakut dan pesimis. Berbanding terbalik dengan Farel yang selalu santai dan tak kenal takut. Well, memang sampai sekarang ia tidak tahu apa kelemahan Farel. Terkadang ia merasa begitu jauh dengan laki-laki itu.

Murid-murid berhamburan duduk di tempatnya masing-masing ketika bel masuk berbunyi. Pelajaran pertama adalah matematika, itu tandanya mereka harus siap dengan ujian hari ini.

Feny menepuk pundak teman sebangkunya, dan itu membuat sang empunya segera menoleh.

''Semangat mengerjakan ujiannya,'' ucapnya sambil mengangkat kedua kepalan tangannya ke udara, menyemangati Farel. Dan memberikan senyuman lebarnya sebagai bonus.

''Siapa yang butuh semangat sebenarnya di sini,'' gumam Farel dengan pelan. Sangat pelan hingga ia yakin gadis di sampingnya itu tak akan mendengarnya.

Kelas menjadi sangat hening ketika guru matematika mereka yang terkenal killer memasuki kelas. ''Selamat pagi anak-anak,'' sapanya dengan nada riang. Tapi jangan terkecoh, ia bisa menjadi sangat galak kapanpun dia mau.

''Selamat pagi Pak.''

''Bagaimana? Sudah siap kan ujiannya?'' tidak ada yang menjawab. Karena semuanya tahu jika pertanyaan tersebut tidak membutuhkan jawaban. ''Tentu saja kalian siap, kalian murid unggulan di sini.''

''Pastikan tidak ada barang apapun selain alat tulis di atas meja. Karena kita akan memulai ujiannya.''

*****

5 hari telah berlalu sejak ujian matematika yang berhasil membuat Feny merasa gugup. Dan hari ini, rasa gugup dan takut kembali menghantui gadis cantik itu. Hal itu dikarenakan hari ini ada mata pelajaran matematika lagi dan itu artinya hasil ujian minggu kemarin akan dibagikan.

Semua pelajaran memang penting, namun matematika merupakan mata pelajaran yang sangat penting untuk kelanjutan beasiswanya. Nilainya tak boleh menurun. Jika nilainya tidak bisa lebih tinggi dibandingkan yang sebelumnya, setidaknya ia harus mempertahankan nilai yang sudah ia capai.

I Always Beside YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang