''Mit.'' Andi menyenggol bahu gadis yang baru saja ia panggil itu.
Namun yang dipanggil enggan untuk sekadar melirik. Gadis itu masih sibuk menghitung uang di kasir dengan bibirnya terus komat-kamit.
''Woy Mit.'' Andi kembali memanggil dengan suara yang lebih keras. Ia tak peduli jika gadis itu malah berbalik marah padanya.
''Astaga, kau itu sangat mengganggu ya. Kau tak lihat aku sedang apa sekarang?!'' sesuai dugaan Andi, gadis itu berbalik marah padanya. Tak lupa dengan tatapan yang seolah ingin memakannya hidup-hidup.
''Tentu saja aku melihat apa yang kau lakukan sekarang,'' balas Andi santai sambil menganggukkan kepalanya.
Hal tersebut membuat Mita meliriknya sinis. ''Lalu kenapa masih menggangguku, bodoh?!''
Andi memutar bola matanya jengah. ''Kau itu yang bodoh! Ini sudah terhitung keempat kalinya kau menghitung uang-uang itu. Mau kau hitung berapa kali pun uang itu tak akan bertambah dengan sendirinya.''
''Aku kan takut salah hitung,'' gumam Mita dengan suara yang sangat kecil seolah ia tidak mau ada orang yang mendengarnya.
''Kau sudah menghitungnya tiga kali dan tidak ada yang salah. Lebih baik kau melihat adik kesayanganmu saja.''
Mita mengerutkan keningnya. Adik kesayangan? ''Maksudmu Feny?''
''Tentu, memangnya siapa lagi jika bukan dia.''
''Ada apa dengan Feny memangnya?''
''Kau lihat di sana.'' Andi menunjuk ke arah Feny yang tengah mengelap meja yang sudah bersih sambil melamun. ''Dia sudah seperti itu dari tadi. Untungnya dia tak melakukan kesalahan apapun hingga kini.''
''Aku sudah sadar jika dia bersikap aneh hari ini, tapi aku belum sempat menginterogasinya.''
''Ya sudah, interogasi sekarang saja. Kebetulan sekali cafe tidak terlalu ramai, aku juga ingin tahu alasan seorang Feny bisa seperti itu.''
Rencananya Mita akan memanggil Feny dari tempatnya berdiri sekarang, tapi ia sadar jika itu akan membuat pengunjung cafe merasa tak nyaman akibat suaranya yang keras. Akhirnya ia pun memilih untuk menghampiri Feny.
''Fen,'' panggil Mita.
''...'' Namun tak ada jawaban. Ia menatap gadis yang sudah ia anggap adik sendiri itu dengan tatapan aneh karena terus mengelap meja yang sudah bersih. Apa ia memiliki masalah yang berat?
''Feny,'' panggil Mita lagi, namun kini disertai tepukan pelan di bahu. Hal itu berhasil membuat Feny terperanjat kaget.
''Iya? Kenapa kak?''
Mita menghela napasnya dengan perlahan. ''Seharusnya aku yang bertanya seperti padamu.''
''Maksudnya?'' Feny mengerutkan keningnya bingung, tak mengerti dengan maksud Mita.
''Ada apa denganmu? Seharian ini kau terlihat murung dan sering melamun. Ada masalah?'' Feny mengangguk. Wajahnya terlihat semakin murung. ''Masalah apa?''
Feny menghembuskan napasnya dengan berat. ''Farel.''
Mita mengangkat sebelah alisnya. ''Temanmu yang tampan itu?''
Feny kembali mengangguk.
''Kau mau cerita denganku?''
Lagi-lagi Feny mengangguk. Feny nampak seperti orang sedang dugem sekarang, sedari tadi ia banyak mengangguk-anggukkan kepalanya.
Tanpa berkata apapun lagi, Mita pun menarik tangan Feny menuju ruangan pegawai. Tempat yang selalu digunakan untuk para pegawai cafe menikmati jam makan siang mereka. Tak lupa juga dengan Andi yang mengikuti keduanya dari belakang. Seolah tak ingin ketinggalan berita.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Always Beside You
Novela JuvenilPENGUMUMAN!!! Cerita ini awalnya berjudul ''Love and Loyalty''. Dan sekarang mengalami perombakan, ada banyak bagian yang berbeda, namun inti cerita tetap sama. ***** Berawal dari rasa penasaran, hingga akhirnya kini ia merasa harus terus berada di...