Feny berdehem. Kini ia hanya berdua dengan Farel di ruang tamunya. Ya, hanya berdua karena Farel sudah mengusir teman-teman Victoria dengan teganya. Walau dalam hati ia berterima kasih pada Farel karena sudah melakukan itu. Karena jujur saja, keberadaan mereka membuatnya tak nyaman.
Farel menenggak minumannya sampai habis dan meletakkan gelasnya di atas meja. Ia melirik Feny yang sedari tadi hanya diam.
Ya, wajar saja jika Feny mendadak berhenti cerewet, mengingat dirinya yang menghilang dan muncul secara tiba-tiba di hadapan gadis itu. Tapi mau bagaimana lagi, ia begitu disibukkan dengan pembelajaran bisnis di negara ayahnya tersebut, hingga memegang ponsel pun nyaris tidak pernah.
Ayahnya memang sangat keras dalam mendidik anak-anaknya. Harus sempurna, tanpa cacat sedikitpun. Hal tersebutlah yang membuatnya harus 100% fokus pada pembelajaran yang diberikan ayahnya.
Ia lelah, secara fisik dan juga psikisnya. Kembali ke Amerika sama saja dengan membuka kembali kenangan pahit yang ingin ia lupakan. Bahkan ia tak bisa tidur lebih dari dua jam saat di sana. Membuatnya begitu merindukan kesehariannya di Indonesia bersama gadis yang berada di sampingnya tersebut.
Ia bahkan langsung ke rumah gadis itu tanpa istirahat di rumahnya terlebih dahulu.
Tapi yang ia dapatkan malah adanya beberapa hama yang mendatangi rumah Feny. Membuat moodnya menjadi buruk. Rasanya ia ingin menyingkirkan mereka juga seperti Victoria, agar hidup Feny menjadi lebih tenang. Tapi ia tak bisa, Feny bisa curiga padanya.
''Ada apa mereka kemari?'' tanya Farel setelah keheningan yang cukup lama.
''Mereka hanya berkunjung.'' Feny menjawab dengan suara yang sangat pelan, seolah tak ingin didengar orang lain selain dirinya.
''Kau benar-benar tak pandai berbohong.'' Farel terdengar begitu santai. Ia bahkan menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa seraya memejamkan mata dengan nyaman.
Feny menggaruk kepalanya merasa serba salah. Ia tak ingin berbohong, tapi ia juga tak ingin mood Farel kembali buruk. Apalagi ini pertama kalinya ia bertemu dengan Farel setelah kejadian malam itu.
''Mereka datang karena ingin tahu soal Victoria. Sepertinya Victoria sempat memberi tahu soal rencana buruknya kepada mereka. Jadi karena itu mereka datang kemari.''
Farel sudah menduga itu. ''Kau merasa terganggu?''
''Hanya merasa sedikit tak nyaman. Tapi aku memaklumi apa yang mereka lakukan. Mereka seperti itu karena begitu menyayangi Victoria, tentu saja mereka tak bisa diam begitu saja setelah sahabat mereka meninggal dengan tiba-tiba seperti itu.''
Farel membuka matanya dan melirik Feny. Setelah dihina seperti itu, gadis itu malah memakluminya? Ia tak habis pikir dengan cara berpikirnya.
''Tapi tadi aku sempat tersinggung karena mereka mencurigaimu sebagai pembunuh Victoria. Mereka pikir kau punya kuasa melakukan itu, karena kau orang kaya yang begitu berpengaruh di sini maupun di negara besar seperti Amerika, dan juga kau sempat murka pada Victoria.
Jika mereka kembali menuduhmu, jangan didengarkan ya... Mereka hanya kalut karena sahabat mereka meninggal dengan cara bunuh diri. Jadi mereka butuh seseorang untuk disalahkan. Memang seperti itu sifat manusia.''
Farel tertegun mendengarnya. Gadis ini, gadis sebaik ini... akankah selamanya seperti ini padanya? Walaupun ia sudah tahu segala keburukan seorang Farel Aristo Smith?
Ia menghela napas dengan berat. Laki-laki tampan itu merebahkan tubuh panjangnya, dengan menjadikan kedua paha Feny sebagai bantalnya. Matanya pun ia biarkan kembali terpejam.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Always Beside You
Fiksi RemajaPENGUMUMAN!!! Cerita ini awalnya berjudul ''Love and Loyalty''. Dan sekarang mengalami perombakan, ada banyak bagian yang berbeda, namun inti cerita tetap sama. ***** Berawal dari rasa penasaran, hingga akhirnya kini ia merasa harus terus berada di...