Part 14

42 11 12
                                    

Melvin menggoyangkan gelas winenya terlebih dahulu sebelum meminum isinya. Ia tersenyum, terlihat begitu menikmati minumannya yang tergolong mahal tersebut. Tak jauh dari tempatnya duduk, ada Farel yang kini tengah memperhatikan tabletnya dengan sangat serius.

''Feny tak tahu keadaanmu?'' Melvin membuka suara. Matanya menatap Farel ingin tahu.

Farel segera mengalihkan tatapannya kepada Melvin. Ekspresi wajahnya menunjukkan jika ia tak menyukai pertanyaan yang dilayangkan kakaknya itu. ''Bukan urusanmu.''

''Ah ... jadi belum ya.'' Melvin tersenyum miring, seolah mengejek. ''Dia terlihat baik dan begitu polos, aku jadi menyukainya.''

''Jangan ganggu dia, atau aku yang akan membunuhmu dengan tanganku sendiri. Dengar, ini bukan sekadar gertakan saja.''

''Uuhh ... takut.'' Laki-laki bermata hazel itu kembali tertawa. ''Santai Farel, jangan salah paham begitu. Aku memang menyukainya, tapi aku menyukai Feny sebagai adik iparku, bukan sebagai yang lainnya. Jadi, kau tak usah takut kalah saing seperti itu.''

Melvin berkata dengan cara bicara yang lucu, meski ia berbicara menggunakan bahasa Indonesia dengan sangat fasih, tapi logat yang ia gunakan itulah penyebabnya.

Namun sepertinya sama sekali tak lucu bagi Farel, karena ia kini sedang menahan kesal pada Melvin yang tak ada capek-capeknya untuk mengganggunya.

Farel memilih untuk menyibukkan dirinya pada tabletnya kembali.

''Oh iya, aku ingin bertanya.'' Meski Farel tak menoleh ke arahnya, namun ia yakin adiknya itu mendengarkannya. ''Apa kau tahu jika temanmu yang pirang itu ternyata sudah bukan seorang 'gadis' lagi sebelum kau berikan padaku?''

''Victoria?'' tanya Farel dengan nada tak minat.

''Ya, benar Victoria namanya.''

''Aku tak tahu dan aku juga tak peduli. Aku memberikannya padamu untuk kau enyahkan, bukan untuk mengecek keperawanannya.''

''Sangat disayangkan jika ia langsung mati begitu saja, jadi kucicipi terlebih dahulu.'' Melvin menghabiskan wine yang ada di gelasnya. ''Dan ternyata dia sudah bukan 'gadis' lagi, padahal aku sudah berharap banyak. Ku pikir orang Indonesia masih memegang erat adat ketimurannya.''

Farel tak lagi menyahutinya. Sementara Melvin kembali menuangkan winenya ke dalam gelas, lalu kembali berkata, ''Kau harus tahu saat dia menjerit dan memohon dengan sangat padaku saat aku mulai melukai pergelangan tangannya, sangat menyenangkan.'' Melvin tertawa, kembali mengingat saat-saat itu.

Farel ingat jika Victoria juga pernah menangis dan memohon dengan sangat putus asa kepadanya, namun ia tak bisa merasakan apapun selain marah kala itu.

''Oh, dan laki-laki yang katamu sudah menampar Feny itu juga sudah aku urus. Ia terlihat sok jago pada awalnya, tapi akhirnya ia memohon juga. Bahkan ia sampai berlutut di depanku. Hahaha rasanya sangat menyenangkan saat aku memotong jarinya itu satu-persatu.'' Ia kembali meminum winenya dan menatap Farel sambil menyeringai. ''Aku sudah menghukumnya untukmu.''

''Aku rasa aku tidak perlu berterima kasih di sini, karena kita sama-sama diuntungkan,'' ucap Farel dengan santai menanggapi semua ucapan saudaranya itu.

''Ya, itu benar. Lagipula aku tak meminta kata-kata itu keluar dari mulutmu. Tadi itu aku hanya sedang melapor.''

Farel tersenyum miring. Kakaknya itu memang seorang psikopat gila.

Ia menjadi seperti itu karena saat umurnya menginjak 17 tahun, ia melihat secara langsung ketika keluarganya dibantai dengan sadisnya. Bahkan kakaknya yang berbeda tiga tahun dengannya harus diperkosa terlebih dahulu sebelum meninggal. Kejadian itu ia lihat secara langsung dari tempat ia sembunyi.

I Always Beside YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang