#13 (Days in Jeonnam-1)

96 7 0
                                    

Sinar matahari menerobos masuk lewat jendela-jendela besar, menimpa kepala Yuta yang tengah menunduk di atas kopernya, berkilau hitam dalam cahaya.



"Taksinya sudah di depan. Kau sudah siap?" tanya Ye Eun, baru saja turun dari lantai dua sambil menggotong koper dengan bantuan Ji Won.



Yuta terkejut dan langsung menutup koper miliknya, seolah-olah ia menyembunyikan sesuatu. "Ya."



Ji Won memicing curiga padanya sebelum mendekatkan wajah pada Ye Eun, berbisik, "Aku bersumpah aku tak lihat warna selain hitam di kopernya. Jangan-jangan celana dalamnya juga hitam."



Ye Eun melirik Ji Won menyuruh gadis itu diam. "Kau ikutlah dengan kami. Aku bisa menurunkanmu di restoran."



"Tidak usah. Aku wanita mandiri."

"Kau yakin tak mau ikut?"

"Tentu saja. Aku duluan. Kalau bisa pulanglah lebih cepat. Mau apa sih lama-lama di Jeonnam."

"Kuusahakan."

"Sampaikan salamku pada orangtuamu dan serius, cepat pulang."



Ye Eun tersenyum dan mengangguk. Ia mengawasi Ji Won sampai gadis itu keluar, baru kemudian mengarahkan fokusnya kembali pada Yuta. Dia mengenakan jaket hitam yang sama dengan yang kemarin dan bahkan tak mau repot-repot menyisir rambutnya. Ye Eun mendesah. Dengan penampilan seperti itu, siapa yang akan percaya kalau dia orang kaya.



Yuta yang merasa dipandangi praktis menoleh pada Ye Eun, namun hanya sekilas, karena detik selanjutnya ia sudah berbalik memunggungi gadis itu dan menyeret kopernya keluar dengan langkah malas.



**********



Tak ada yang terjadi selama perjalanan menuju Jeonnam. Yuta tak banyak bicara, malah mungkin sama sekali tak bicara. Entah karena gugup atau memang karena sebenarnya ia tak pernah menginginkan perjalanan ini. Ye Eun tak bisa berhenti memikirkan betapa kukuhnya Yuta memaksa untuk ikut, apalagi saat melihat betapa tidak menyenangkannya sikapnya sekarang. Mungkin jika Ye Eun pergi sendiri, ia bisa menikmati perjalanan ini lebih baik.



Sesampainya di bandara tujuan, mereka kembali menaiki taksi untuk mencapai rumah orangtua Ye Eun di Selatan. Sepanjang perjalanan, Yuta terus memandang ke luar jendela dengan gusar. Ladang yang luas terhampar di mana-mana. Dan dalam waktu dekat, ia tentunya akan berada di suatu tempat di sana... dengan topi jelek dan cangkul.



Satu jam kemudian, mereka pun sampai. Ye Eun dan sang sopir taksi bahu-membahu menurunkan koper di bagasi, sementara Yuta hanya berdiri di samping mobil, memandang rumah panggung di hadapannya dengan tampang merana. Kenangan terakhirnya dengan rumah ini tidak terlalu baik. Saat meminta tanda tangan persetujuan menikah, ia sempat dilempari ember oleh ayah Ye Eun karena dituduh berbohong. Ia juga disuruh mencangkul tanah keras dan menebar pupuk di ladang maha luas sampai pinggangnya rematik, lalu dipaksa menelan kue beras sebesar kepalan tangan yang nyaris membuatnya pingsan. Yuta bisa merasakan keringat dingin mengalir di punggungnya hanya dengan mengingatnya saja.



Saat pria itu tersadar dari lamunannya, taksinya sudah menghilang dan Ye Eun sudah berdiri di sebelahnya sambil menyeret dua buah koper di masing-masing tangan, menganggukkan kepala mengajaknya masuk.



Mereka disambut oleh teriakan nyaring ibu Ye Eun dan pelukan meremukkan-tulang dari sang ayah. Ye Ah yang berdiri di ambang pintu dapur melambaikan tangannya yang berlumuran bumbu pedas—rupanya sedang mengaduk Kimchi. Ye Eun memaksa untuk ikut membantu tapi sang ibu bersikeras menyuruhnya istirahat saja. Jadi di sinilah mereka sekarang. Di kamar Ye Eun semasa SMA.



Vampire BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang