Ye Eun berjalan masuk ke dalam rumah megah Yuta sambil menyeret kopernya. Gadis itu benar-benar sudah dalam mode pasrah sekarang. Dia sama sekali tak tahu apa yang direncanakan Yuta, atau apakah pria itu punya rencana. Tapi setidaknya, Ye Eun sudah menuliskan semua yang ia inginkan di surat perjanjian kemarin dan entah mengapa, hanya dengan secarik kertas itu saja, ia merasa lebih aman melangkahkan kakinya di rumah ini.
Perjanjian
Kami yang bertanda tangan di bawah ini, sepakat dan berjanji bahwa, selama pernikahan berlangsung, Tuan Nakamoto Yuta akan mematuhi hal-hal yang ditulis oleh Nona Shin Ye Eun sebagai berikut:
- Tidak boleh menyentuh
- Tidak boleh melarangku bertemu Ji Won (atau temanku yang lain, jika suatu saat temanku bertambah)
- Tidak boleh melarangku kuliah
- Tidak boleh mengatur hidupku (dalam artian luas)
- Tidak ada jam malam (aku bebas pulang kapan pun aku mau, atau bahkan tidak pulang sekalipun)
- PRIVASI!!!
- Aku tidak punya kewajiban untuk bangun pagi apalagi memasak sarapan untukmu
- Aku tidak punya kewajban untuk mencuci atau menyetrika baju-bajumu
- Tepati janjimu untuk membiayai sekolah Ye Ah
- Tepati janjimu untuk membantu perekonomian keluargaku (berikan aku uang kapan pun aku minta)
- Tidak boleh mengomel apalagi memukulku
- Tidak boleh jatuh cinta padakuSeoul, 26 Agustus 2018
Nakamoto Yuta - Shin Ye Eun
"Datang juga akhirnya." Ye Eun tersadar dan langsung berbalik. Entah dengan kekuatan magis apa, Yuta sudah berdiri dekat sekali di belakangnya sampai gadis itu harus mundur.
"Kutunjukkan kamarmu," katanya datar, lantas memimpin menaiki tangga menuju lantai dua.
Ye Eun merasa rumah ini menjadi lebih besar dibanding kunjungan pertamanya. Ia mengekor di belakang Yuta, ditemani dengan suara koper yang diseret serta derap langkah yang menggema.
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam saat itu. Tak ada suara apa pun di bangunan ini selain roda koper dan langkah kaki mereka. Sesaat Ye Eun merasa sedang membintangi film horor. Suasananya persis sekali. Rumah yang luas, kosong nan sepi, dengan lampu-lampu besar berwarna merah jingga. Semua dekorasi di rumah ini terlihat amat elegan dan berkelas saat dilihat di pagi hari, tapi sekarang, Ye Eun benar-benar berubah pikiran. Dia baru saja mengalihkan pandang dari patung laki-laki setengah badan yang matanya seolah hidup. Karena semua pikiran nyelenehnya itu, Ye Eun jadi sedikit tertinggal.
"Heh, jangan cepat-cepat, dong," teriaknya. Namun Yuta tak menghiraukan.
Yuta terus berjalan naik, sementara di belakangnya, Ye Eun nyaris terguling karena tak kuat mengangkat koper besarnya menaiki anak tangga.
Yuta yang mendengar suara berisik dari koper Ye Eun yang terus-menerus beradu dengan teralis tangga pun akhirnya mendesah dan berhenti. Pria itu menoleh memandangnya, nampak tak sabar sekaligus geram. Ye Eun masih di anak tangga kelima tapi dia sudah terengah-engah seperti sedang mendaki gunung Everest.
Ye Eun melirik Yuta, mengharapkan pria itu menawarkan bantuan. Namun yang dilirik nampaknya sudah mati rasa. Alih-alih menunjukkan simpati, dia malah bersandar di tembok sambil menghela napas, memandang Ye Eun dengan pandangan 'dasar cewek lambat' dan menggelengkan kepala.
"Aku akan tunggu di atas," katanya dengan nada lelah, kemudian lanjut berjalan.
Ye Eun benar-benar tak habis pikir. Yuta sudah meninggalkannya. Gadis itu melirik sekitarnya dan lagi-lagi merasa semua perabot di lantai satu tengah memerhatikannya. Alhasil, Ye Eun memaksa dirinya sendiri untuk mengangkat koper itu dan memeluknya sambil berjalan naik pelan-pelan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Vampire Bride
VampirKetika seorang vampir masuk ke dalam hidupmu dan mengubah segalanya... Author : Salsa