Aku terbangun tanpa sedikit pun mengetahui siapa diriku. Satu-satunya hal yang kutahu adalah aku bangun, aku hidup, aku berhasil melalui sesuatu yang besar, tanpa tahu sesuatu itu apa. Aku merasa lega sekaligus sedih. Merasa puas sekaligus kecewa. Dan aku sama sekali tak tahu alasannya. Jika aku menyingkirkan semua perasaan itu, aku baru bisa merasakan perasaan yang lain, yang lebih jasmaniah. Aku bisa merasakan rasa sakit secara merata di sekujur tubuhku. Aku bisa merasakan sesuatu mengentak-entak di kepalaku.
Aku membuka mata dan menemukan diriku berada di gedung tua yang nampak sudah bertahun-tahun diabaikan. Aku baru sadar bahwa saat ini aku tengah berdiri-berjinjit tepatnya, telapak kakiku tak mampu menjejak di lantai. Punggungku menempel pada dinding bermaterial papan dan tanganku merentang ke atas, diikat dengan tali di kedua sisi.
"Kau mimpi indah?" tanya seorang pria sepuluh meter di depanku. Dia menghadap meja, membelakangiku. Aku tak mau repot-repot berpikir bagaimana bisa ia mengetahui aku sudah bangun. Kepalaku sudah cukup sakit tanpa harus ditambah-tambah beban pikiran lagi.
Setelah berkata demikian, pria itu berbalik sambil menyesap kopi yang baru dibuatnya. Dalam perjalanannya menghampiriku, ia menyeret serta sebuah kursi kayu dan menghelanya setengah jalan, lantas mendudukkan diri di sana. Menyesap kopinya lagi dan memandangku seolah aku adalah guci antik di pameran seni.
"Jadi," mulainya, meletakkan gelasnya di lantai semen di sebelah kaki kursi. "Siapa kau dan apa yang kau inginkan dariku?"
Aku tak tahu. Aku tak tahu siapa aku dan aku tak tahu apa aku bahkan menginginkan sesuatu darinya. Aku cuma ingin entakkan rasa sakit di sekujur tubuhku pergi. Aku ingin... tunggu, aku mungkin memang menginginkan sesuatu darinya. Ya, aku ingin dia melepasku. Karena nampaknya setengah dari rasa sakit yang kurasakan ini disebabkan oleh posisiku sekarang.
"Aku mau kau melepasku," kuberi tahu dia.
"Aku akan melepasmu kalau kau menjawab pertanyaanku," balasnya ketus, kemudian mengulangi pertanyaannya. "Siapa kau? Dan kenapa kau ada di halamanku?"
"Aku tak tahu."
"Jangan main-main dengan kesabaranku!" hardiknya. "Siapa kau!"
"Sudah kubilang aku tak tahu!" Aku balas berteriak.
Dia menatapku dengan pandangan mencela sebelum berdiri dan melangkah ke salah satu sudut. Mengambil sebuah kotak kayu lalu membukanya sambil bersiul.
"Heh, kau!" seruku padanya. "Kenapa kau mengikatku? Kenapa aku ada di tempat ini? Apa yang terjadi? Apa aku sedang diculik?"
"Kenapa aku mengikatmu?" ulangnya, kemudian menjawab dengan tenang, "karena kau berani masuk ke teritoriumku, tentu saja."
"Teritorium?"
"Yeah, jadi siapa namamu?" Dia menanyaiku sembari menatap isi kotaknya seolah sedang memilih.
"Ya ampun, aku sudah bilang padamu. Aku tak tahu."
Dan persis setelah itu sebuah pisau melesat dari tangannya dan menancap persis di samping kepalaku. Aku terkesiap syok, nyaris terkena serangan jantung, lantas membelalak dan menjerit ke arahnya, "APA KAU SUDAH GILA!!!"
Suiiiing!!
Pisau kedua menancap di samping kepalaku yang lain.
"Hentikan!!!"
"Aku akan berhenti jika kau menjawab pertanyaanku!"
"Aku bersumpah padamu aku tak tahu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Vampire Bride
VampiriKetika seorang vampir masuk ke dalam hidupmu dan mengubah segalanya... Author : Salsa