#14 (Days in Jeonnam-2)

86 6 0
                                    

Yuta benar-benar mengira dia akan mati. Pria itu berdiri di samping tiang, memuntahkan semua makanan yang sempat masuk ke dalam mulutnya di selokan. Ia sudah muntah berkali-kali, tapi perutnya masih tak berhenti bergejolak perih. Pria itu berusaha muntah lagi, tapi tak ada yang keluar. Perutnya sudah kosong. Lalu kenapa masih sakit?, batinnya. Yuta berpikir mungkin perutnya sedang balas dendam, mungkin marah padanya karena sudah dengan tololnya makan sembarangan. Ia mencengkeram perutnya yang semakin sakit itu sambil meringis. Berharap ia segera pingsan saja.



Tangan Yuta masih gemetar tak keruan saat Ye Eun menemukannya. Gadis itu berlari ke arahnya. Kelihatan panik sekali.



"Y-yuta, kau baik-baik saja?"



Yuta menoleh pada gadis itu dengan wajah murka dan mata memerah, "Apa di matamu aku terlihat baik-baik saja?" desisnya menggeram. Ia merebut teko di tangan Ye Eun dan menuangkan air ke mulutnya untuk berkumur. Ia menggunakan sisa air di dalamnya untuk membasuh muka lalu melempar teko kosong itu ke aspal di depan Ye Eun.



Ye Eun berjengit kaget.



"Yah! Kenapa kau melemparnya padaku!" seru gadis itu tak terima.

"Sudah bagus tak kulempar ke mukamu!" Yuta menggerung sengit. "Sekarang pergi!" Lututnya lemas luar biasa dan perutnya serasa dicincang dari dalam.



"Yuta, aku minta maaf. Dari mana aku tahu kalau kau punya alergi makanan kalau kau tak bilang? Memang apa susahnya sih bilang padaku kalau..."



"Kau puas sekarang, huh?" bentak Yuta marah. "Puas melihatku begini?"

"Yuta, berhenti!"

"Kau yang berhenti!" Napasnya tersengal-sengal. Wajahnya yang basah tampak amat mengerikan di bawah sinar lampu jalan yang temaram. Di balik rambut hitamnya yang kuyu, ia menatap Ye Eun dengan matanya yang merah tajam, berkilat penuh kebencian, kemudian berkata dengan nada mengancam dan gigi bergemelatuk, "Pergi dari hadapanku sekarang atau kubunuh kau."



Ye Eun mencelos.



"PERGI!"



**********



Rasa sakit di perut Yuta belum sepenuhnya sembuh saat ia terbangun di kamar Ye Eun keesokan paginya. Yuta berbaring telentang di kasur busa setinggi empat inci dan mengerjap memandang langit-langit. Bagaimana bisa dia di sini? Kerutan muncul di keningnya selagi ia mencoba mengingat-ingat. Memorinya berputar samar. Yuta ingat dia mengumpat dan melempari Ye Eun dengan teko. Dia ingat betapa buruk sikapnya semalam dan benar-benar menyesal. Tapi setelah kejadian itu, ia tak tahu lagi. Yang Yuta tahu, dengan kondisi seperti semalam, ia tak mungkin punya cukup tenaga untuk berjalan pulang, jadi kemungkinan paling masuk akal adalah teleportasi.



Memikirkan itu, Yuta langsung meringis, dalam hati berharap tak ada yang melihatnya teleportasi. Dia benar-benar tak mau berurusan dengan asosiasi. Tapi kalau benar teleportasi, kenapa malah teleportasi ke sini?, batin Yuta. Harusnya dia ke dunia vampir saja, minta diobati. Atau teleportasi ke kamarnya di Seoul, istirahat, menyendiri. Sekarang dia harus apa? Setelah kejadian semalam, bagaimana mungkin ia bisa menemui Ye Eun dan keluarganya tanpa canggung? Bagaimana caranya ia bersikap normal setelah kabur tiba-tiba di tengah makan malam dan membuat panik semua orang? Yuta merinding membayangkan akan secanggung apa nantinya jika ia bertatap muka dengan Ye Eun lagi.



Setelah berbaring cukup lama, Yuta pun bangkit ke posisi duduk. Kepalanya terasa berat luar biasa. Yuta mengusap wajahnya dan merasakan perutnya dikoyak dari dalam. Dia tak mengerang atau mengeluh, justru bersyukur karena rasa sakitnya bisa berkurang sesignifikan ini tanpa obat-obatan dari asosiasi. Kejadian semalam akan menjadi pengalaman sekali seumur hidup untuknya. Yuta kapok sekali. Apa pun yang terjadi, dia bersumpah tak akan menyentuh makanan manusia lagi.



Vampire BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang