3

2.4K 306 90
                                    


Melihat pemandangan dan matahari terbit diatas gunung adalah hal yang sangat indah dan menyenangkan, aku tidak bisa menahan senyuman ku dan mengabadikan momen dimana aku berfoto dengan pemandangan indah dibelakangku. Minho sejak tadi sibuk dengan kamera miliknya dan beberapa kali ia mengarahkan kameranya padaku dan meminta aku untuk berpose. Setelah bangun tidur , kami kembali baik walaupun ada terasa sedikit kecanggungan diantara kami dan Minho kembali seperti dirinya yang penuh sopan santun dan baik hati.

Kami duduk bersebelahan sambil menatap matahari pagi.

"Minho-ah."

"Apakah aku egois jika aku memintamu untuk jangan menikah? dan memintamu untuk memilihku?" Aku tidak tahu mengapa aku bisa mengatakan hal seegois itu padanya, padahal semalam aku berpikir untuk menjadikannya suami yang baik untuk Jihyun dengan memberikan nasehat dan sekarang aku memintanya untuk membatalkan pernikahannya.

Minho diam.

"Jihyun adalah duniaku." Ucapnya sambil tetap menatap kearah pemandangan didepan kami membuat rasa sakit yang selalu kurasakan perlahan muncul. Aku tersenyum kecut karena berpikir bahwa ciuman semalam akan merubah perasaannya kepadaku, dia menggenggam jemariku dan memberikan belaian lembut disana membuatku ingin menangis.

"Dia membuatku ingin menjadi lebih baik dan dia mengerti tentang kesalahan yang selalu ku lakukan hingga selalu menyakitinya. Semenjak mengenalnya, aku tahu bahwa aku sangat mudah untuk menyayanginya." Dia menolakku dengan sangat manis, ini penolakan manis dan paling tragis yang pernah ada.

Aku menangis karena aku sudah tidak bisa menahannya lagi.

"Aku-"

Aku dengan segera memotong ucapan nya dengan tertawa yang kupaksakan.

"Aku sangat memalukan dengan memintamu untuk meninggalkan kekasihmu, memangnya siapa aku? mengapa aku jadi egois begini." ucapku.

"Kau salah-"

"Tidak, aku tidak mau kita membicarakan hal ini lagi. anggap saja aku tidak pernah mengucapkan hal itu padamu." Aku mencoba menenangkan diriku dengan mengambil napas dalam beberapa kali. Kami cukup lama diam dan tenggelam dalam pikiran kami masing-masing, aku selalu seperti ini dengan memaksa Choi Minho menerima perasaanku dan aku berakhir dengan menyedihkan.

Saat hari mulai siang, kami memutuskan untuk turun dengan menggunakan tali yang tersambung ke bawah, tidak seperti saat mendaki kami hanya membutuhkan waktu beberapa menit untuk tiba dibawah dan ini adalah pengalaman yang cukup menyenangkan, aku dan Minho berjalan menuju tempat penitipan barang dan mengganti sepatuku.

Minho berlutut untuk membantuku memasang sepatu, aku hanya diam dan mencoba melepaskan suasana tidak nyaman yang kurasakan, bahkan ia masih baik padaku setelah aku dengan tidak tahu diri memintanya untuk tidak menikah saat hari pernikahannya tinggal sebentar lagi.

Dari tempat mendaki, kami menempuh jalan beberapa menit untuk pergi ke stasiun kereta. Tidak ada pembicaraan yang nyaman antara kami karena tiba-tiba saja rasa tidak nyaman yang muncul semakin besar. Minho terlihat sibuk dengan ponselnya dan kemudian ia terlihat menghubungi seseorang.

Aku duduk sambil memperhatikan dirinya yang berdiri dan terlihat tersenyum saat berbicara dengan seseorang diseberang telepon yang ku yakini adalah Jihyun karena beberapa kali aku mendengar Minho menyebut namanya, saat kereta datang Minho terlihat masih berbicara di telepon dan kemudian menggenggam tanganku untuk sama-sama masuk ke dalam kereta.

Minho melepaskan tanganku saat kami berada diatas kereta dan ia kemudian berjalan lebih dulu untuk mencari kursi, sedangkan aku tetap berdiri didekat pintu sambil menatap punggungnya yang semakin menjauh. Entah mengapa seperti hembusan angin , aku merasa dadaku seperti terhimpit dan ucapan yang kukatakan padanya tadi seperti berputar dikepalaku, aku membayangkan apa yang tadi Minho pikirkan tentangku.

PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang