Operasi berjalan dengan cukup lama untuk Jiyeon, dia duduk didepan ruang operasi dengan sangat cemas dan air mata yang tidak berhenti keluar, Minho tidak kembali sejak tadi menambahkan beban dihatinya. Bagaimana jika Minho tidak bisa menerima keberadaan Yoogeun? apa yang harus ia lakukan? ini semua kesalahannya sejak awal, harusnya ia memberitahu namja itu tentang keadaan anaknya dan harusnya ia-
"Makanlah." Jiyeon menghapus air matanya dan mengangkat kepalanya, seorang namja dengan wajah dingin mengulurkan sebungkus makanan untuknya yang bahkan tanpa ia sentuh, ia tahu makanan itu masih hangat. Jiyeon tidak tahu harus mengatakan apa sekarang, Minho terlihat sangat tenang namun ia tahu namja itu butuh segala penjelasan. Minho tidak pernah berubah, harusnya ia sadar itu. Minho namja yang sangat tenang menghadapi masalah besar, namun bukan berarti namja itu tidak begitu marah besar saat ini.
"T..Terimakasih." Jiyeon mengambil makanan itu dengan tangan bergetar dan ia menunduk sangat dalam. Mereka diam dalam waktu yang lama dan Minho hanya diam duduk disampingnya sambil bersidekap dan melamun, mereka masing-masing memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Kemudian suara langkah yang ramai berjalan kearah mereka, seorang pria paruh baya diikuti oleh beberapa namja dan yeoja dengan jas dokter berjalan kearah mereka dan membungkuk memberi hormat pada Minho.
"Kami tidak tahu anda ada disini, seharusnya kami bisa menyambut anda dengan baik sajangnim."
"Tidak masalah, lagipula aku tidak datang untuk mengawasi rumah sakit ini. Aku percaya rumah sakit ini baik ditanganmu." Minho bicara to the point seolah ia tahu kekhawatiran namja dihadapannya, Jiyeon dapat merasakan beberapa pasang mata itu mulai meliriknya dan kemudian melirik kearah pintu ruang operasi.
"Apakah ada yang dapat kami bantu sajangnim? aku mendapatkan pesan bahwa anda ingin membuka ruangan lantai atas, ruangan itu sudah lama tidak digunakan sejak anda-"
"Ya, aku ingin ruangan itu dibuka dan aku ingin dokter-dokter yang sudah aku berikan namanya melalui pesan bisa turun langsung untuk membantu."
"aku sudah membawa para dokter berpengalaman dan sesuai pesanmu sajangnim, namun apakah boleh aku tahu siapa yang-"
"Putraku." Jawab Minho dengan suara yang berubah serak. "Kalian akan mengobati putraku." Jiyeon tidak perlu mengangkat kepalanya untuk melihat betapa terkejut dan bingungnya wajah orang-orang itu karena untuk beberapa detik mereka diam mencerna apa yang baru saja diberitahu oleh Choi Minho.
"Putra?~ ah... baik sajangnim saya akan dengan berusaha semaksimal mungkin agar Tuan Muda mendapatkan pelayanan yang baik."Mereka pasti kebingungan namun siapapun tahu Minho tidak akan senang jika mereka bertanya lebih jauh dari apa yang sudah ia katakan dan cukup sampai situ saja.
'Tuan muda' Jiyeon merasa nyeri dihatinya, Yoogeun biar bagaimanapun bentuknya adalah anak dari pengusaha kaya raya sukses dan biar bagaimana pun buruknya kehidupan yang Jiyeon berikan, Yoogeun adalah anak yang seharusnya bisa menikmati kehidupan nyaman yang jauh dari kesusahan semua karena keegoisannya.
"Terimakasih direktur lee."
"Baik Sajangnim."
***
"Kita perlu bicara."
Hanya itu kata yang Minho ucapkan setelah mereka sudah berada dikamar rawat yang luasnya luar biasa dengan Yoogeun yang masih tertidur dengan tenang setelah melewati operasi panjangnya, anak itu terlihat sangat pucat dan juga terlihat begitu kelelahan namun Jiyeon tahu anaknya adalah anak yang sangat kuat dan Yoogeun akan melewatinya dengan mudah, Yoogeun adalah anak Minho dan dia seperti ayahnya tidak pernah menyerah dengan keadaan apapun.
Minho membawanya kesebuah ruangan yang berada disebelah kamar rawat, ruangan itu seperti tempat kerja yang sudah lama tidak digunakan namun masih tampak sangat bersih. Jiyeon duduk dengan kaku dan menatap tepat ke mata Minho yang kini juga menatapnya.