Sebuah Rasa 1

7.1K 349 1
                                    

Byuuuuuur ....

Bau menyengat menyeruak kala air comberan itu disiramkan ke tubuh Nadia. Semua santri yang menyaksikan eksekusi itu, sontak menutup hidungnya. Kasak kusuk menggunjingkan pelaku mulai terdengar.

"Rasain kamu Lia, ini belum seberapa! Liat saja nanti ... akan kubuat kau menyesal telah berusaha mendekati Kang Yusufku," ucap salah seorang diantara mereka. Bibirnya tersenyum miring dan matanya menyeriang penuh kebencian.

Nadia bersikap biasa saja, tak ada kesedihan dan ketakutan dari sorot matanya. Ia pasrah menjalankan hukuman ini. Ia duduk bersimpuh di tengah halaman yang dipenuhi oleh semua santri,  dengan 2 ember air comberan dan beberapa pengurus keamanan di sampinganya. Takziran diberlakukan supaya memberi efek jera kepada pelaku sekaligus peringatan bagi yang lainnya.

Nisa dan Fitria menatap iba sahabatnya, dadanya begitu sesak, air mata pun luruh membasahi pipi. Mereka saling menguatkan satu sama lain, menerima kenyataan bahwa memang ini yang diinginkan sahabatnya meski itu bukan salahnya. 

Setelah eksekusi berakhir pengurus membajakan tata tertib pondok beserta takziran-takziran yang akan diterima apabila melanggar.

********

"Mas Usup, tahu cerita tentang pasukan gajah pas sebelum  Nabi Muhammad lahir? Mbak Asna suibuk banget sampek lupa janjine sama Obeth." Wajah Gus Robeth cemberut dengan kedua tangannya bersedekap.

Sudah tiga minggu berlalu sejak kasus itu, Yusuf mengundurkan diri dari tugasnya di kelas Nadia. Akan jauh lebih baik ia tidak mengajar lagi di kelas itu untuk menghindari fitnah. Santri ndalem itu juga tidak mau terlalu larut dengan perasaannya yang mulai ada rasa berbeda kepada muridnya.

"Oh ... Raja Abrahah ya, Dek?"

Tapi seiring berjalannya waktu raja ini tergiur akan sifat kematrealitisannya ..."

"Eh, ma-tle-a-li-tis iku apa?" sela Gus Robeth sambil mengeja kata yang terdengar asing baginya.

"Mata duitan, Gus."

"Berati matanya raja itu ada uangnya gitu?" tanya Gus Robeth polos.

"Ya nggak juga to ..." Yusuf menertawakan kepolosan Gusnya itu. Tapi yang ditertawakan langsung memasang wajah cemberut. "Dilanjut mboten?" Gus Robeth kembali menganggukan kepalanya.

"Dulu kan Mekkah itu sudah terkenal sebagai tempat ziarah. Tiap tahun banyak orang dari daerah lain berkunjung kesana. Sehingga raja itu berfikir jikalau peziarah itu datang ke Yaman pasti sungguh besar keuntungan yang ia peroleh. Singkat cerita dia membangun sebuah geraja yang sangat mewah dan megah di kota Shan'a, untuk menyaingi Kakbah, nah disini tepatnya." Yusuf menunjuk ke peta negara Yaman yang bertuliskan kota Shan'a.

"Lalu rencana itu lambat laun terdengar oleh salah satu penduduk Makkah yang sedang berada di Yaman. Ia sangat geram,  langsung saja ia mendatangi geraja itu dan buang air besar disana. Kotorannya ia oleskan di dindin gereja. Raja yang mendengar kabar ini langsung naik pitam dan bersumpah akan menghancurkan Kakbah."

"Ooo begitu sebabnya, terus akhirnya?"

"Lanjutannya besok ya. Ayo tilem rien, Gus ... mpun dalu lo ...."

Hoaaaam

"Iya wes, Obeth juga sudah ngantuk."

******

Malam semakin larut semakin sunyi. Saat semua orang tengah larut dalam mimpinya, para malaikat turun membawa rahmat bagi mereka yang menyempatkan dirinya untuk sejenak menghadap kepada penciptanya. Ikut mengaminkan segala permintaan hamba yang terjaga di tengah tangis aduannya.

MAHLIGAI CINTA SANTRI NDALEM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang