18 ; goodbye-hello.

617 58 8
                                    

- Seoul, South Korea
- 2 March, 2015

-
Hari ini, hari pemakaman Hanbin. Aku sedang bersiap-siap sembari menunggu Jaewon.

Rasanya masih hampa, terlalu hampa. Ternyata kehilangan Hanbin benar-benar memengaruhi diriku.

Rasanya setengah dari diriku menghilang jika tidak ada Hanbin.

'tok tok'

Aku mendengar ketukan pintu. Dan kurasa itu Jaewon. Aku segera mengambil payung hitam dan tas hitam milikku lalu keluar dari kamar apartment.

Dan, benar saja, itu Jaewon.

"Hai, nona manis" sapanya, seperti biasa dengan senyuman memukau miliknya.

Aku hanya balas tersenyum. Aku mengunci pintu lalu kami berjalan bersama. Rasanya cukup canggung mengingat ia adalah mantan kekasihku.

Saat sedang berjalan, ia mengambil payung milikku secara tiba-tiba.

"Biar aku saja yang bawa, kau cukup membawa tas saja"

Tadinya aku ingin merebut kembali payung milikku. Tapi itu percuma, toh ia akan mengambilnya kembali.

Lagipula, bukankah itu manis? Tidak membiarkanmu membawa barang yang membuatmu cukup risih, sebenarnya.

Hah, apa yang aku pikirkan.

Ia merangkul bahu mungil milikku, mengusapnya lembut. "Kau kenapa? Sepertinya kau tidak banyak bicara" tanya nya sembari menatapku.

Aku menatapnya, lalu hanya menggeleng dan tersenyum. "Aku, tidak apa-apa kok"

Ia tersenyum, lagi. Oh tidak, bagaimana ini, kenapa jantungku berdebar lebih cepat?

Tidak mungkin kan aku jatuh lagi padanya?

Kami terus berjalan. Hingga sampai di lift pun kami hanya saling diam. Tidak ada percakapan.

Kami memasuki mobil sedan hitam milik Jaewon. Ia menaruh payung milikku di kursi belakang, sehingga aku duduk bersebelahan dengannya.

Alunan musik idfc milik blackbear mengisi kekosongan yang ada diantara kami.

Sejujurnya aku tidak tahu kenapa ia memutar lagu ini. Tapi setidaknya, sekarang tidak terlalu sunyi.

Tak lama kemudian kami sampai di rumah duka. Disana sudah ada mobil yang siap mengantar peti mati milik Hanbin.

Kami berdua segera keluar mobil. Dan ya, peti itu sedang dimasukkan ke dalam mobil tersebut.

Dan sudah banyak teman dekatku dan Hanbin yang datang. Ada yang menangis, ada yang terisak, ada yang diam. Reaksi mereka berbeda, tapi tentu aku tau bagaimana perasaan mereka semua.

Saat peti sudah benar-benar dimasukkan, semua masuk ke dalam mobil mereka masing-masing. Mengikuti mobil yang membawa peti tersebut. Tentu saja aku tepat di belakang mobil tersebut.

Rasanya aku ingin menangis, tapi tidak bisa. Aku sudah terlalu banyak menangis hingga aku tak bisa menangis lagi.

Setelah beberapa lama kami akhirnya sampain. Jaewon membukakan pintu untukku. Mengambil payung lalu memegang tanganku, menuntunku untuk berjalan mendekat menuju tempat Hanbin dimakamkan.

Rasanya sangat sesak. Aku meremas ujung bajuku dengan sangat erat. Jaewon yang berada disampingku langsung memelukku dan mengelus surai hitamku lembut.

"Sudah tidak apa-apa, tolong jangan menangis lagi. Aku tau rasanya berat, tapi aku yakin Hanbin tidak mau kau menangis terus menerus karena dirinya" ujarnya berusaha menenangkan.

Setelah Hanbin selesai dimakamkan semuanya beranjak pergi, kecuali aku dan Jaewon tentunya.

Ia benar-benar menemaniku sepanjang waktu. Entah ia lelah atau tidak, tapi sudah terlalu banyak kalimat penenang yang ia keluarkan untukku.

Sekarang kami terduduk di samping makam milik Hanbin. Aku hanya menatapnya sembari mengusap batu nisan itu berkali-kali.

Jaewon hanya menatapku prihatin.

"Lisa, ayo kita pulang. Kita sudah diam disini selama 2 jam, apa yang kita tunggu?"
Aku mengacuhkan ucapannya.

"Untuk apa kau masih disini? Apa kau masih tidak rela kalau Hanbin meninggalkan dirimu?"

Aku masih mengacuhkannya.

"Lisa, masih banyak orang diluar sana yang menyayangimu. Yang ingin membuatmu bahagia, membuatmu tersenyum lebar"

Ia menghela nafasnya pelan.

"Aku yakin Hanbin ingin kau bahagia, meskipun bukan karena dia"

Entah kenapa, saat ia mengatakan itu rasanya menyakitkan. Dan suaranya yang parau dan pasrah itu, entahlah, ada sesuatu dibalik itu semua.

Jaewon berdiri dari posisinya, "Baiklah, aku akan meninggalkanmu sebentar. Kalau kau butuh sesuatu, panggil aku"

Namun sebelum ia sempat pergi, aku sudah menahan tangannya terlebih dahulu.

"Tunggu, jangan pergi"

Ia berbalik lalu berjongkok untuk menatapku. Ia mengusap pipiku lembut, "Kenapa hm? Apa kau butuh sesuatu?"

Aku menatapnya lalu menggeleng. "Ayo pergi, aku ingin pulang"

Kami berdua segera bangkit. Ia langsung merangkul bahuku.

"Nah, sudah, jangan sedih lagi ya. Aku tidak suka melihatmu menangis, rasanya menyakitkan" lalu ia mencubit pipiku gemas.

"Apa apaan sih kau ini" ujarku lalu aku lanjut tertawa setelahnya.

Saat kami berjalan, aku tidak tau apa yang Jaewon katakan. Tapi aku yakin ia mengatakan sesuatu.

"Apa yang kau katakan barusan Jung Jaewon?"

"Huh? Tidak ada"

Aku menatapnya penuh selidik, "Katakan! Aku yakin tadi kau mengatakan sesuatu"

"Memangnya apa yang kukatakan bae?" ujarnya berusaha menggodaku sepertinya.

Aku sontak mendorongnya hingga ia jatuh tersungkur. "Musnah kau Jung Jaewon!"

Ia hanya tertawa keras melihatku yang mengomeli dan memarahi dirinya.

"Lagipula memang aku mengatakan apa tadi? Katakan apa yang kau dengar" ujarnya.

Aku tampak berpikir. Tapi apa yang kudengar adalah, "I love you"

Ia tersenyum, "I love you too"

Aku hanya membelalakan mataku saat sadar apa yang aku katakan tadi.

"Musnah kau Jaewon! Musnah saja!"

💫💫💫

Ow apa ini? Ahahaha

Have A Good Day • HanLis [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang