16 ; can't

685 78 8
                                    

- Seoul, South Korean
- 11.58 pm KST

-

Kepalaku terasa sangat pening dan pandanganku buram. Aku tidak ingat ini ada dimana, tapi bau obat-obatan sangat pekat menusuk hidungku.

Aku perlahan bangun dari posisi tidurku yang kurang nyaman. Setelah beberapa menit menatap ke sekeliling aku baru menyadari kalau aku berada di rumah sakit. Aku memeriksa seluruh tubuhku, tapi tidak ada luka apapun.

Aku diam termenung, berusaha memikirkan kenapa aku bisa ada di rumah sakit. Tapi memikirkan nya begitu keras hanya membuat kepalaku semakin pening. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu ruanganku lalu masuk.

Ia duduk di sisi kiri kasurku, "Ah, kau sudah sadar rupanya, baguslah. Bagaimana? Apakah sekarang sudah lebih baik?" tanya nya tiba-tiba. Aku yang tidak mengerti apapun tentu hanya memasang muka bingung. Dia tersenyum kecil, "Keadaanmu, bagaimana?" tanya nya lagi. Aku hanya tersenyum sembari memegangi kepalaku, "Kepalaku terasa pening" ia hanya mengangguk.

Ia bangkit dari posisinya lalu beranjak pergi keluar, "Minumlah air putihnya, itu ada di nakas disamping-mu" titahnya, lalu ia benar-benar meninggalkan ruanganku.

Aku menatap termos dan gelas yang terletak diatas nakas. Aku segera mengambilnya dan ternyata itu berisi air hangat, baguslah. Setidaknya apa yang kubutuhkan sekarang ada disini.

Aku masih bertanya-tanya kenapa aku bisa ada disini. Aku berusaha mengingat kembali apa yang mungkin terjadi beberapa jam yang lalu. Semuanya terputar kembali dalam otakku dengan kilat dan tidak beraturan bagai sebuah film. Setelah mengingatnya, itu bagaikan sebuah hantaman yang sangat keras menusuk jantungku dengan hebatnya.

Suhu ruangan ini terasa naik dengan drastis, padahal temperatur AC nya sudah rendah. Rasanya tubuhku tiba-tiba mual dan pusing. Aku berusaha menenangkan diriku yang setengah panik. Mengatur nafasku agar teratur, berusaha untuk tidak panik.

Setelah tenang, aku berusaha bangkit dari kasurku lalu mengejar dokter tadi. "Dok! Dok!" panggilku dengan setengah berteriak. Ia berbalik menghampiriku, "Hey, kenapa kau tidak istirahat saja? kondisimu belum sepenuhnya pulih" aku berusaha mengatur nafasku terlebih dahulu. Ia kembali bertanya "Apa ada yang ingin kau katakan? kalau ada cobalah untuk tenang" aku hanya mengangguk.

Bibirku rasanya bergetar, "Tuan Kim Hanbin, bagaimana keadaannya?" tanyaku tergugup. Ia hanya menatap mataku dalam "Tuan Hanbin, dia-" ucapnya memberi jeda, "Aku tidak begitu yakin, tapi tetaplah berdoa dan memohonlah pada tuhan agar ia mendapat mukjizat" jelasnya. Aku hanya terpaku mendengar penuturan nya, apa maksudnya 'mendapat mukjizat'?

Dokter itu menepuk bahuku lalu beranjak meninggalkanku yang masih termangu. "Dok!" panggilku sebelum ia benar benar pergi, ia menoleh. "Apa maksudmu mendapat mukjizat?" tanyaku, lalu ia tersenyum kecil, "bukan apa apa, mulailah belajar untuk mengikhlaskan, ya?" setelah itu ia benar benar pergi.

Aku pergi melangkahkan kakiku untuk kembali ke kamar. Aku terduduk di tepi ranjang, berusaha menyerap semuanya, menjernihkan pikiranku. Rasanya pikiranku tidak bisa fokus, tapi entah kenapa semua penjelasan tadi membuat dadaku terasa sesak. Air mataku perlahan kembali menetes, aku mulai menaiki ranjang itu dan bersandar pada bantal menatap pada langit-langit kamar rumah sakit ini.

"Cobaan apalagi yang engkau berikan? tidak tahukah kau bahwa rasanya sangat tersiksa melihat orang yang aku sayangi terbaring tidak sadarkan diri dengan luka luka yang aku tidak tahu seberapa menyakitkan nya itu?"

"Tuhan, tolong, aku rasa aku tidak sanggup" ucapku lalu tangisku makin pecah. "Tolong hentikan semua ini, jangan membuatku malah menderita seperti ini" lalu aku hanya menenggelamkan wajahku pada lipatan tanganku. Tak sadar aku pun terlelap.

~~~

Aku terbangun dengan posisi tidur yang kurang nyaman, entahlah, tapi aku tertidur dalam keadaan duduk. Aku menggosok pelan mataku, ah rasanya mataku perih dan bengkak setelah menangis semalaman suntuk. Saat aku sudah sepenuhnya tersadar aku melihat melalui jendela kecil yang ada pada pintu ada beberapa dokter dibalik pintu ruanganku dan kalau aku tidak salah lihat ada Bambam, Rose dan uh- kekasihnya, June.

Perlahan aku melangkah keluar lalu membuka pintu, semua orang yang tampak khawatir tadi menyadari bahwa aku sudah membuka pintu. Rose lantas memelukku dengan erat. Aku yang tidak tahu apapun lantas memeluknya khawatir.

"Hey, ada apa Rose?" Ia lalu meneteskan air matanya yang membasahi pundakku, suara isakannya pun terdengar pelan dan itu membuatku semakin khawatir. "Hey Rose jangan menangis, katakan ada apa?" tanyaku lagi. "H-Hanbin" tuturnya dengan suara pelan, tentu saja itu membuatku kebingungan dan kekhawatiranku bertambah. June perlahan menghampiri Rose dan memberi aba aba pada Bambam. Rose perlahan melepas pelukan nya dariku dan Bambam berusaha merangkul pundakku.

Bambam mengelus pundak dan pipiku, "Hey aku akan memberitahu sesuatu. Tapi berjanjilah apapun yang aku katakan jangan menangis, aku tidak suka melihat sahabat terbaikku sedari kecil menangis" ucapnya diiringi dengan senyuman tipis dan suara yng bergetar. Aku hanya mampu menunjukkan mimik wajah bingungku.

Ia lantas memelukku dan membisikkan ku sesuatu, "Hanbin, tolong relakan dia. Ia sudah ada ditempat yang lebih baik bersama tuhan" tuturnya pelan dengan suara yang bergetar dan perlahan menghilang. Aku menggeleng tidak percaya, ia tentu hanya bercanda kan?!

Aku melepas pelukanku dan menatap Bambam lekat lekat, "Kau bercanda kan?! katakan pdaku kau hanya bercanda!" bentakku dan mengguncang-guncang bahunya. Ia menggeleng, "Nyawa seseorang tidak sepatutnya dijadikan bahan lelucon, Lisa" aku menatapnya tidak percaya, aku mengalihkan perhatianku pada June "Koo Junhoe, katakan bahwa ia hanya bercanda kan?!" ia menggeleng. "Rose?!" dan lagi lagi ia hanya menggeleng, "Bambam benar, kematian seseorang bukanlah bahan lelucon, untuk apa kami berbohong?" jawabnya dengan suara bergetar.

Aku masih tidak percaya, aku melihat dokter Donghyuk dan menghampirinya "Dok, mereka bercanda kan?" ia hanya menghembuskan nafas berat, "Dengar Lisa, segala sesuatu yang hidup pasti akan mati bukan? begitupun dengan manusia, tidak ada yang kekal di dunia ini" ia mengelus bahuku berusaha menenangkanku.

Perlahan aku mundur dan menabrak dinding, bersandar dan tubuhku perlahan jatuh. Ada beberapa perawat yang membawa pasien yang tertidur dengan kain putih yang ada diatas tubuhnya. Aku segera bangkit, untuk memastikan dan beberapa perawat itu menyingkap kain tersebut. Betapa terkejutnya aku saat melihat kalau itu adalah Hanbin. Ya, Hanbinku, si pria idiotku.

Aku perlahan mendekatinya, mengamati wajahnya yang benar-benar pucat. Mengelus kulitnya, dan itu benar benar dingin. Merasakan bahwa darahnya tidak ada lagi yang mengalir, sistem tubuhnya sudah berhenti bekerja.

Aku menggenggam tangannya erat, "Hanbin, maafkan aku tidak bisa selalu ada disisimu. Tolong, maafkan aku" ucapku dengan suara yang terputus-putus akibat menangis. Kakiku rasanya tidak sanggup bahkan untuk berdiri.

Rose menghampiriku dan memelukku dengan erat, "Sudah, ia sudah lebih bahagia disana. Ia juga tidak akan suka melihatmu menangis begini, jadi jangan menangis lagi ya" ucapnya tapi tangisanku malah makin menjadi. Ia mengelus-elus rambutku dan membantuku untuk bangkit lagi. "Maafkan aku dan, aku benar benar mencintaimu sampai kapanpun" tuturku sebelum aku melepas genggaman tanganku padanya. Lalu kami semua pergi, dan Rose membawaku untuk menginap di apartemen nya.

~~~

halo, maafkan ya kalo banyak typo, nggak nyambung, gak jelas atau apapun itu plis maafin. otak aku gak mau diajak kerja sama ini, hiks

Have A Good Day • HanLis [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang