3 :: WUJUD SURYA SEBENARNYA.

35.4K 4.2K 784
                                    

KAMU BACOT, AKU SAYANG.

***

"Lagi-lagi Quote kosong seperti hatimu."

***

🚐🚐🚐


"Gue mijitnya di mana, nih? Di perpus yang enak, atau di sini aja?"

"Di sini aja." Mily duduk duluan di bangku panjang yang berada di depan kelasnya. Bibirnya terus cemberut dari berangkat sekolah pagi tadi. Setelah membersihkan toilet kemarin, badan gadis itu tiba-tiba terasa sakit semua.

"Kenapa bisa gini, sih? Perasaan kemarin lo nggak kerja sendiri, terus dari luar gue bisa dengar kalau kebanyakan Kak Surya yang kerja?" Tanya Juwita.

Mily tiba-tiba saja tersenyum senang, mengingat kejadian kemarin. Memang selama membersihkan toilet kemarin tenaga Surya lah yang banyak terkuras. Dari Mily yang tidak mampu mengangkat ember yang penuh air, sampai Mily yang mendapat bagian mengepel tapi lagi-lagi Surya yang membantu agar cepat selesai.

"Sebenarnya, gue nggak capek karena itu." Mily tersenyum lagi. "Tapi capek menahan gejolak asmara." Setelah berkata Mily tertawa cukup keras, hingga teman kelas yang ingin keluar sempat berpaling dan memberikan tatapan seolah-olah tengah mendapati orang gila.

Juwita diam saja dengan ekspresi tidak enak. Mily memang begitu, ketika menyukai seseorang otaknya akan menjadi lebih gila, sama hal nya saat mereka pertama kali menonton film Bollywood. Judulnya Kuch Kuch Hota Hai. Pertama kali melihat pemeran utama lelakinya, Mily langsung menyatakan kalau ia jatuh hati dengan Shahrukh Khan. Akibat dari itu, Mily selalu berjoget India, dan mau tidak mau Juwita ikutan bergoyang sampai-sampai pinggangnya ingin lepas dari tempatnya.

Juwita terkekeh pelan. Masa kecil bersama Mily memang sangat membekas. Meski Mily seperti itu, tetapi Juwita bersyukur memiliki gadis itu sebagai teman satu-satunya.

"Pijatnya sekarang, nih?" Juwita mulai mengambil posisinya.

"Enggak! Entar pas gue sama Kak Surya selesai kawin!" Mily mendengus. Pertanyaan Juwita selalu tidak berbobot, padahal ia sudah membelakangi gadis itu yang berarti ia mau di pijat sekarang.

"Pakai minyak gosok, nggak?" Juwita mengalihkan pertanyaan.

"Emang lo bawa?" Mily memutar kepalanya sedikit.

"Enggak."

"Terus gunanya lo nanya kek gitu apa?! Ih, Ta, lama-lama tensi darah gue naik gara-gara lo."

"Gue kan, cuman nawarin, nggak bilang gue bawa minyak gosok," jawab Juwita santai. Tapi memang benar.

Mily menarik nafas dalam-dalam lalu di hembuskan secara kasar. Tiga hari belakangan ia memang sedang berada di situasi warning yang selalu terjadi setiap bulan, makanya emosinya menjadi tidak stabil, di tambah lagi Juwita yang semakin menjengkelkan, membuat mood Mily semakin ganas.

"Terserah, elu, Juwita Bahari." Mily menyerah. "Yaudah, pijitin sekarang."

Juwita nurut, dan mulai memijat bahu Mily sebaik mungkin. Sementara Mily diam saja dengan mulutnya sudah mengunyah permen karet. Sambil menikmati pijatan Juwita yang ketahuan sangat ahli karena sering kali memijat Bapaknya, Mily mengeluarkan ponselnya, dan memainkan game Snakes seperti biasa.

Ketenangan Mily dan keasikan Juwita tidak bisa bertahan lama karena lapangan yang berada di tengah-tengah sekolah—dan juga tepat di depan kelas mereka tiba-tiba memadat. Semua murid satu sekolah terlihat berkumpul di sana. saking ramainya.

Too Easy To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang