9 :: PASAR.

24.6K 3.2K 548
                                    

"Just to see you everyday my days will be amazing."


🚐🚐🚐🚐

Juwita melirik malas Mily yang sedang guling-guling di kasur. Sudah hampir setengah jam gadis itu terus begitu. Setelah pulang sekolah Mily baru pusing harus bagaimana karena sudah terlanjur menyetujui tantangan dari Violin. Oleh karena itu, Juwita harus menghadapi Mily yang sudah jungkir balik, meremas rambutnya, memukul-mukul kepalanya, dan kemudian menanduk-nanduk dinding kamar.

Semua perlakuan Mily bertujuan agar otaknya encer dan bisa mendapatkan jalan keluar.

"Kalau lo gini mulu kita bukannya dapat jalan keluar tapi malah dapat kabar duka dari seorang Mily yang kini tinggal nama doang karena tewas di kamarnya setelah menganiaya dirinya sendiri."

Perkataan panjang lebar sekaligus menyakitkan berhasil menghentikan Mily. Gadis itu merubah posisi lebih baik dan duduk di hadapan Juwita yang tengah memasang wajah bosannya. Sebelum Mily memperlihatkan wajah menyedihkannya, Juwita duluan beranjak, berjalan sedikit untuk sampai di depan lemari yang sudah lengkap dengan cermin. Ia memperhatikan wajahnya dengan seksama, tetapi belum cukup semenit, Juwita tiba-tiba mendelik tidak tertarik.

"Ih, Mil, kok, muka gue jelek banget?"

Mily berjalan mendekat. "Bukannya dari lahir lo emang udah jelek, Ta? kok baru nyadar?" katanya santai sambil ikut bercermin.

Juwita memutar bola matanya kesal. "Lo udah ngaca tapi masih nggak sadar diri juga, ya?"

Mily tertawa, tidak menjawab. Ia memilih semakin berpaling pada cermin, ikut memperhatikan wajahnya secara seksama.

"Kayaknya, waktu pembagian wajah kita belakangan, deh, Ta. Makanya dapat muka kek gini. Ketahuan banget kita dapat bagian dari sisaan yang udah hampir habis."

Juwita mengangguk setuju. "Kalau gini, mah, sudah pasti kemenangan kita di event itu berada diambang kemustahilan."

"Enggak gitu juga." Mily mengelak, "tapi kemenangan kita itu seperti ini," ia membentuk pola kecil dari jari jempol dan telunjuknya.

"Sekecil upil?"

"Upil masih gede. Yang lebih kecil lagi."

"Sekecil tai kuku?"

"Nah!" Mily berseru.

"Tapi, kalau tai kuku di gabungin bisa gede, Mil."

Mily seketika terdiam. Mengambil posisi berbalik pada Juwita yang memasang wajah seriusnya. Mily menghela napas, entah kenapa takdirnya harus seperti ini hingga bisa berteman dengan Juwita yang kelewat pintar.

Mily tidak menjawab, malah berjalan naik kembali ke atas kasur yang di ikuti Juwita. "Tadi, gue baru baca baik-baik kertas pendaftarannya, waktu kita cuman ada empat hari. Di mulai dari sekarang."

"Serius?!"

Mily mengangguk. "Jadi kita harus bergerak cepat, Ta."

"Jadi, langkah awal kita harus gimana?"

Mily tersenyum. Tangannya meraba-raba, mencari ponsel Mamanya yang tadi sudah ia ambil.

Too Easy To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang