Lari ah sebelum diserbu netijen, hehe.
Happy reading guize 👋
***
V baru saja bisa bernapas lega setelah membersihkan apartemennya. Sehabis membersihkan tubuhnya yang telah bermandikan keringat seharian ini, V merebahkan tubuhnya di atas ranjang tempat tidurnya sambil menatap langit-langit ruangan.
Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan. Entah mengapa, bagi V apartemen milik kakaknya ini terasa semakin luas saja. Memang, apartemen yang ia tinggali kini terletak pada kawasan yang cukup elit di ibukota Negeri Gingseng. Cukup luas, membuat V kecil kala itu berdecak kagum pada kali pertama Seokjin membawanya kemari.
Namun, agaknya bukan itu alasannya. Ketiadaan sang pemilik asli apartemen ini-lah yang membuat apartemen luas ini terasa semakin lengang. Rupanya, kesepian yang ia rasakan kini akan berlangsung hingga kedepannya, atau bahkan selamanya.
V masih bisa mendengarkan sayup-sayup suara Seokjin yang memanggilnya untuk makan malam, atau suara mereka berdua yang berteriak heboh ketika sedang berduel memainkan playstation di ruang tengah. Mengenang hal-hal kecil yang ia lalui bersama kakaknya di tempat ini membuatnya senang sekaligus sedih. Hingga saat ini ia masih tak menyangka bahwa kakaknya akan menyusul kedua orang tuanya di surga secepat itu.
V bangkit dari rebahannya dan melangkahkan kaki menuju pintu kaca yang membawanya menuju balkon apartemen. Dari sana ia bisa melihat pemandangan indah Kota Seoul di malam hari. Perlahan ia menghirup dinginnya udara malam, kemudian membuangnya sama pelannya.
Tiba-tiba terlintas percakapan mereka tujuh tahun yang lalu tepat di balkon ini. Waktu itu ia sedang merajuk kepada kakaknya, dan kakaknya tersebut berusaha membujuknya.
"Kau marah pada hyung?"
Tidak marah, hanya saja waktu itu ia sangat kesal pada hyung-nya. Ia merasa kalau kakaknya itu pilih kasih terhadapnya dan lebih sayang kepada Lisa daripada adik kandungnya sendiri. V lebih memilih diam dan menatap pemandangan kota Seoul daripada menjawab pertanyaan sang kakak.
Lisa dan V awalnya memang tidak pernah akur sejak pertama kali mereka dipertemukan. Mereka juga sering memperdebatkan barang hal sekecil apapun dan menganggap satu sama lain sebagai saingan. Seokjin kerap kali dibuat pusing dan turun tangan untuk menengahi mereka berdua.
Seperti waktu itu. Bagaimana ia tidak kesal, kakaknya lebih memilih untuk memperhatikan Lisa daripada dirinya ketika mereka latihan martial arts bersama. Bahkan Lisa sering mendapatkan pujian dari kakaknya, membuat V kesal setengah mati.
"Maafkan Hyung, ya?"
V masih saja bergeming, membuat sang kakak menghela napas pasrah.
"V, coba tatap hyung, kali ini saja."
V membalikkan tubuhnya dengan malas dan menatap hyung satu-satunya itu.
"Coba tebak, kenapa hyung suka memanggilmu dengan 'V' daripada memanggil nama aslimu?"
"Karena nama V terlihat keren untukku mungkin?" jawab V asal, membuat Seokjin mencolek hidung V gemas.
"Salah," Seokjin menggelengkan kepalanya.
"V adalah kependekan dari kata Victory, dan hyung memberikanmu julukan itu karena adik hyung ini memang terlahir sebagai pemenang, dan julukan itu cocok untukmu." V mulai antusias mendengar penjelasan yang diberikan Seokjin padanya.
"Hyung yakin kau akan selalu memenangi segala sesuatu, selama kau menggunakan jalan yang benar. Dan hyung selalu bangga padamu, hanya saja hyung tidak sering menampakkannya. Aku tahu kau ingin mendengar pujian dariku, kan?"