|19|

3.9K 285 57
                                    

Enjoy reading, everyone! ^^

***

Kegiatan basah-basahan yang dilakukan oleh Jennie dan Lisa mau tak mau harus segera diakhiri sebelum mereka benar-benar kedinginan. Keduanya pun berakhir dengan duduk berjemur di teras rumah Lisa dengan berbalut handuk, serta ditemani teh hangat buatan Bibi Ahn. Paman Matthew yang sedari tadi melihat dari kejauhan juga hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan dua remaja yang masih suka bertingkah layaknya anak kecil, sedangkan Bibi Ahn hanya bisa tertawa melihat kelakuan mereka.

"Kalau Eomma tahu, dia pasti marah melihat kita bermain air seperti ini," kekeh Lisa. Jennie mengiyakan ucapan Lisa dengan anggukan kepala dan tertawa kecil. Bagaimana tidak, umur mereka hampir menyentuh angka kepala dua, tetapi mereka masih bertingkah layaknya anak kecil.

Lisa menyesap tehnya dan menerawang memandang ke arah langit. Biasanya matahari terasa begitu terik kala siang hari, tapi entah kenapa cuacanya begitu teduh dan berawan, seperti hatinya. Ia memandangi langit dengan tersenyum lemah.

"Andai saja Eomma di sini bersama kita, Nini..." lirihnya.

Jennie yang paham betul dengan apa yang Lisa rasakan, perlahan meraih tangan Lisa dan menggenggamnya.

"Lisa, Eomma akan selalu bersama kita," kata Jennie, "Di sini."

Jennie menunjuk tepat di dada Lisa yang kini tengah duduk tepat menghadapnya, menunjuk tempat yang selalu kita kira sebagai tempat di mana 'hati' itu berada.

"Eomma akan selalu ada di dalam hati kita. Beliau akan selalu bersama kita." tatap Jennie lembut, sambil mengusap puncak kepala Lisa yang kini balik menatapnya dengan tatapan sendu.

"Aku yakin Eomma akan ikut bersedih bila melihatmu bersedih." ucap Jennie berusaha meyakinkan Lisa.

"Sebaliknya, ia akan senang bila melihat anaknya senang. Tumbuh sehat, cantik, dan selalu tersenyum seperti ini," Jennie meletakkan kedua ujung jari telunjuknya di tiap-tiap ujung bibir milik Lisa, dan menariknya hingga membentuk seutas senyuman. Mau tak mau Lisa ikut tersenyum melihat kelakuan sang sahabat.

"Eomma akan bahagia bila melihat anaknya bahagia. Jadi berbahagialah, Lisa." Jennie menutup kalimatnya dengan senyuman kecil, membuat senyum Lisa semakin merekah.

Lisa pun menarik Jennie ke dalam pelukannya.

"Terima kasih, Jennie. Terima kasih telah menghiburku."

Jennie tersenyum sendu dalam pelukan Lisa. Tak dapat dipungkiri, kenyataan bahwa tak akan semudah itu menghapuskan rasa sedih akibat kehilangan, terlebih kehilangan seseorang yang sangat kita sayangi untuk selama-lamanya. Namun, sudah menjadi kewajiban Jennie untuk menghibur sahabatnya, karena inilah tugas seorang sahabat, saling menghibur dan menguatkan satu sama lain.

Awan mendung yang bergelantung di dalam hati Lisa kini perlahan sirna. Jennie benar, ia harus bahagia, agar ibunya yang mungkin tengah menatapnya dari atas sana ikut tersenyum bahagia melihatnya. Ada saat di mana ia merasa sedih ketika mengenang sang ibu, tapi perlahan ia harus mengikhlaskan, dan mencoba sebaik mungkin agar tidak berlarut dalam kesedihan.

Tak lupa ia mengucap rasa syukur karena telah memiliki Jennie sebagai sahabatnya. Jennie selalu menemaninya di saat sedih maupun senang. Jennie selalu menguatkan dan memberikan semangat padanya, ketika ia merasa kelelahan, ketika ia terjatuh dan rasanya tak sanggup lagi untuk bangkit kembali. Jennie selalu siap untuk mengulurkan tangan padanya, dan selalu ada ketika ia butuh tempat bersandar.

Jennie, selalu.

Betapa beruntungnya ia memiliki sahabat seperti Jennie di dunia ini.

"Lisa,"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ours || JenLisa AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang