Part - 1

91 5 0
                                    

"Diamku bukan ilusi semata namun hanya untuk menjaga perasaan seseorang yang sudah Dimata" sepenggal kalimat yang mendefinisikan Zila Hasa, Gadis berparas cantik nan mungil itu, hidupnya penuh keterdiaman, tawa terus terpancar dan sakit juga terus terpendam.

Pagi ini cukup cerah mendukung, kelas kosong, karena guru berhalangan hadir adalah surga para siswa di Albany's school tepatnya dikelas XI IPA 4, guru penggampu matematika Bu Ranti hari ini tidak masuk katanya ada dinas luar kota dari sekolah, berita tersebut disambut sorak ramai para penghuni kelas.

"Kerjakan buku halaman 56, dikumpulkan" seketika semua kembali mendesah, Zila tampak tenang biasa - biasa saja.

" Lo udah Zil?" Zila hanya mengangguk malas, sudah menjadi makanan sehari - hari jika dicerca pertanyaan seperti itu

"Mana? Gue mau pinjam" tungkas Reynal, Pria yang sejak lama Zila kagumi, satu angkatan dan juga satu kelasnya. Reynal cukup populer dikalangan para siswa Albany's School. Perawakan yang menawan dengan tinggi semampai, berkulit putih, alis tebal dan bola mata berwarna hitam pekat. Hampir semua wanita akan memujanya ketika bertemu dengan Reynal, siapa sih wanita yang tidak akan jatuh dalam pesonanya? Kucing lewat pun juga terkagum.

"Didalam tas ambil sendiri" Zila berusaha mengalihkan tatapan Reynal, tatapan tajam nan menusuk. Zila tidak mau rasa yang dia pendam selama ini bertambah besar, Zila pasrah jika Reynal tidak akan membalas rasa itu, toh dia memiliki kekasih yang lebih dari Zila menurutnya.

"Ambilkan" perintah Reynal kembali, Zila menghela nafas "menyebalkan batinnya"

"Ini, sudah sana kerjakan" Zila memejamkan matanya sejenak menetralkan degup jantung yang cukup keras. Hanya berbicara beberapa kata saja mampu membuat jantungnya tak karuan, bagaimana kalau seandainya rasanya terbalas mungkin dia akan meninggal seketika.

Zila menyibukkan diri dengan bermain ponsel atau mencoret - coret lembaran kertas didepannya. Jam kosong ini cukup membosankan menurutnya, tugas yang diberi sudah Zila kerjakan dan sudah selesai sejak Minggu lalu. Memang Zila termasuk siswa pintar dikelasnya, satu buku hampir sudah semua dia kerjakan soal - soal nya. Jadi tidak kaget bukunya menjadi santapan para teman-temannya.

"Zil kantin yok" ucap Karin membuyarkan lamunannya. Karin teman sekelas yang cukup dekat dengan Zila, sedikit tomboy tapi dia adalah teman yang sangat perhatian.

"Kantin,Lo udah selesai ?"

"Udah"

Zila mengangguk dan beranjak menuju kantin tempat yang menyenangkan bagi semua siswa Albany School. Menu makanan yang hampir setiap harinya berbeda membuat kebanggaan sendiri untuk sekolahan ini karena tidak seperti sekolahan lainnya mayoritas setiap hari menu kantin sama.

"Pesan apa Zil?"

"Bakso sama teh manis saja" Karin bendiri dan berjalan untuk memesan pesanannya, bukan waktu yang lama untuk menunggu pesanan datang kurang lebih sekitar 7 menit makanan itu sudah tersedia dinampan kotak ditangan Karin.

Mereka berdua dengan tenang menikmati makanan didepannya.

" Zil,, Lo tau nggak, pacar si Reynal itu cewek bar - bar?" Zila terdiam menjeda aktivitas mengunyah krupuk ikan di mulutnya,, mencerna setiap mata yang yang diucapkan karin.

"Bar- bar? Tau dari mana Lo?"

"Taulah, kemarin gua lihat dia di club dekat rumah gue" ucap Karin dengan santainya kembali mengunyah bakso berukuran kecil miliknya.

"Lo lihat?" Karin menganggukkan kepalanya. "Masak sih? Nggak percaya gua, orang dia kayak orang baik - baik" lanjut Zila, yang masih tidak percaya dengan ucapan Karin beberapa detik lalu.

Karing mengedikkan bahunya, "Mana gue tau, kenyataannya gitu"

"Salah lihat kali Lo"

"Mungkin" balas singkat Karin.

Tak ambil pusing dari ucapan Karin tadi, mereka berdua kembali menyantap bakso masing- masing yang masih setengah.

"Woyyy.." teriakan dengan goncangan dipundak yang dirasakan secara bersamaan, Karin dan Zila sudah tau siapa yang melakukan, mereka berdua menghela nafas secara bersamaan, dan kemudian menoleh terlihat laki - laki yang menurut dirinya sendiri keren, laki - laki itu nyengir dengan gigi lumayan putihnya itu terlihat.

"Kenapa Lo?" Sergah Karin, garang menatap laki - laki itu.

"Santai aelah" dengan kepercayaan dirinya, laki - laki itu menyeruput es teh milik Karin seketika mata Karin melotot.

"Bryan, itu minuman gue" Zila terkikik geli, suasana seperti ini sudah biasa jika Bryan laki - laki itu bertemu dengan Karin dalam keadaan apapun dan dimana pun. Zila akan menjadi penonton drama para sahabatnya.

"Ganti pokoknya, gak mau tau" Karin terdiam dia lipat tangannya didepan dada, menunjukkan ekspresi wajah jika dia benar-benar marah. Memang saja Karin belum sama sekali menyentuh es teh miliknya, karena Karin memiliki kebiasaan minumnya setelah makanannya habis.

"Orang dikit juga" Bryan terduduk disebelah Zila.

"Ganti Bryan!" Tungkas karin kembali.

"Iya iya, ah berisik Lo!!" Bryan beranjak untuk membeli minuman Karin minumannya dan makanan yang dia pesan. Setelah 10 menit berlalu Bryan kembali duduk disebelah Zila dengan nasi goreng didepannya.

"Nih, minuman Lo"

"Gue udah minum punya Zila, Lo aja yang minum" Bryan cengo, seketika tawa pecah keluar dari bibir Zila.

"Muka Lo sumpah tambah jelek bry hahaha" Karin ikut tertawa walau tak sekeras Zila yang benar - benar ngakak.

"Sumpah Rin Lo ngeselin anjir" dengan wajah ditekuk Bryan terus menyantap nasi goreng secepat mungkin, dengan emosi yang meluap-luap dan bisa dilihat dia benar-benar kesal.

"Bry nanti kese.." belum Zila selesai mengucapkan untuk memperingatkannya sudah terdengar batuk beberapa kali dari Bryan tandanya dia keselek.

Uhukk uhukkk

"Tuhkan gue baru juga mau bilang , udah keselek duluan" Bryan terus terbatuk, Zila dengan kalang kabut memberikan minuman Bryan.

Jika Zila terlihat khawatir dengan Bryan lain dengan Karin, dia nampak santai menikati kerupuk favoritnya. Melihat Bryan seperti itu dia hanya melirik dengan ekor matanya, beberapa saat kemudian Bryan sudah kembali normal dengan mata yang memerah dan hidung yang terasa panas,Bryan menghela nafas.

"Lo makannya kek orang kesurupan" celetuk Karin.

"Gara - gara Lo bego" Karin mengedikkan bahunya, tak peduli dengan ocehan Bryan.

"Gimana Bry? Sakit nggak?" Bryan menoleh kearah Zila tepat disebelahnya.

Sifat yang sangat berbeda dari Zila dan Karin, Zila yang terkesan perhatian dan Karin yang terkesan cuek dan sedikit garang.

"Sakit, tapi tidak sesakit tadi" Bryan beralih menyentuh hidungnya yang sedikit berair itu.

"Syukurlah"

TBC?
Vote readers 🙏😄

SilentiumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang