Keringat dingin meluncur di pelipis Ahda semenjak ia mengendarai motor keluar dari kafe. Dadanya sesak.
"Zan, please. Kamu mesti baik-baik selama aku belum sampai sana."
Terlalu banyak khawatir, Ahda sampai tidak menyadari bahwa ia sudah di depan rumah sakit umum sekarang. Melepaskan helm dan menelpon kembali lelaki yang menelpon tadi.
Seorang lelaki tampan dengan tampilan keren, duduk di kursi tunggu depan UGD. Bersandar dengan tas perempuan disebelahnya. Ia memang bersedia repot atas tindakannya.
Sapaan Ahda yang membuat pemuda itu berubah ekspresi. Berdiri dan tersenyum.
"Abdul Raafi' Zaidan" pemuda itu mengulurkan tangan ke arah Ahda.
"Ahda Pian Mauza" Ahda menyambut tangan Zaidan.
"Maaf mas, tadi saya terpaksa membuka tasnya mbak Zana. Karena ngisi administrasi."
"Nggak papa mas. Saya terima kasih banyak sudah bawa dia kesini."
Mereka berdua berbicara seperti orang yang sudah akrab lama. Ahda jadi tau bahwa pemuda disampingnya itu adalah anak dari perdana menteri Malaysia. Pemuda yang akrab disapa dengan Zaidan itu sedang menjalani pertukaran mahasiswa di Indonesia.
"Mbak yang di dalam tadi itu sahabatnya mas?"
"Iya."
"Syukurlah ponselnya tadi itu tidak dikunci. Saya cek dipanggilan, ternyata ada nama my karib di daftar paling atas."
"Saya memang nyuruh Zana nggak bikin kunci ponselnya. Kalau ada apa-apa orang lain mudah menghubungi."
Zaidan mengangguk paham. Dia meminta ikut menunggu sampai selesai pengobatan dari dokter. Anggap saja bentuk tanggung jawab. Ia pamit sebentar membeli air minum ke kantin.
Pintu UGD terbuka. Dokter keluar dengan senyuman kecil. Dokter hanya bilang bahwa Zana hanya perlu dirawat beberapa hari. Ahda memahami maksud dokter. Tugasnya sekarang adalah menghubungi mamanya Zana untuk menyiapkan pakaian ganti untuk Zana.
Zaidan datang dengan sekantong plastik air minum. Menghampiri Ahda yang baru saja duduk di kursi tunggu.
"Dokternya sudah keluar?" Zaidan mengangsur teh botol ke Ahda.
"Hemm, hanya perlu dirawat beberapa hari." Menyesap minuman itu.
Zaidan mengangguk. "Oh iya, saya permisi dulu mau ke kampus ada urusan. Nanti balik lagi kesini."
"Oh iya. Hati-hati."
Zaidan tersenyum, dan memberikan pelukan ala anak laki-laki, lalu mengucapkan salam.
🌿
Zana mengerjapkan mata. Kepalanya masih sedikit berdenyut. Tapi pendengarannya menangkap suara lantunan ayat suci Al-Qur'an. Zana menoleh ke samping ranjang, di sofa ibunya membacakan surah Al-Kahfi.
Tapi, ruangan ini terlalu mahal untuk di pakai Zana.
"Ma."
Mamanya menoleh, lalu mengakhiri bacaannya. Bergerak mendekat ke putrinya.
"Mau minum?"
Zana mengangguk lemah. Kemudian meminum air putih dibantu mamanya.
"Ruangannya mahal sekali ma. Ini makan biaya besar. Belum lagi obatnya."
"Ruangan ini, nak Zaidan yang membayarkan. Dia sudah bilang semua kejadiannya." Mamanya mengusap kepala anaknya.
"Zaidan?"
Zana kebingungan.

KAMU SEDANG MEMBACA
DESIRE
General FictionAku hanya berkeinginan agar kamu tau, bahwa aku ingin bersamamu sampai akhir hayatku. Menjadi wanita beruntung, bahagia dan sempurna. "Arsyila Romeesa Farzana" _____🌷 Aku terlalu bijaksana dengan menghadapi kelakuanmu. Bersedia menyembunyikan sesu...